bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

book_age18+
18.9K
FOLLOW
199.9K
READ
billionaire
possessive
contract marriage
love after marriage
playboy
student
sweet
bxg
realistic earth
wife
like
intro-logo
Blurb

Tidak pernah ada istilah tenang jika dalam suatu ruangan ada sosok Silvania dan Rayyan. Paman dan keponakan itu tidak jarang bersilat lidah di depan semua orang. Namun siapa yang menyangka, kalau ternyata diam-diam keduanya saling cemburu dan juga saling memperhatikan.

Bagaimanakah kisah kedua sejoli ini? Silahkan baca.

Jangan lupa untuk menekan ❤️ ya...

Cover By : Phikey

chap-preview
Free preview
Part 1
“Sisi mau kuliah di Jakarta, Mi.” Rengek gadis berusia delapan belas tahun itu pada ibunya. Ibunya balik memandang sang putri dan juga suaminya bergantian. Pria berusia menjelang lima puluh tahun itu hanya bisa mengedikkan bahu seolah tidak merasa bersalah. Sang istri balas dengan memicingkan mata. “Kata Papa, kalo Mami ijinin, Sisi boleh kuliah di Jakarta.” Seulas senyum licik berkembang di wajah sang ibu. “Bener kamu mau kuliah di Jakarta?” tanya ibunya dengan culas. Gadis berhijab itu menganggukkan kepalanya dengan antusias. “Mami bisa aja ngijinin kamu kuliah disana.” Ucap ibunya lagi, masih dengan senyum di wajahnya. Silvania semakin antusias dan memandang ibunya dengan penuh harap. “Tapi ada syaratnya.” Ucapnya yang kemudian membuat mata SilvaSisi membulat. “Sya-syarat?” gagap SilvaSisi . Ia tahu ini bukan ide buruk. Ibunya itu adalah orang terlicik sepanjang masa yang pernah ada. Sekaligus orang yang pamrih. Tapi demi keinginannya untuk bisa kuliah disana, dia bisa apa. “Syarat apa, Mi?” tanya SilvaSisi dengan takut. “Kamu bisa kuliah di Jakarta, asal kamu mau tinggal di tempatnya Oma Gisna.” Duaarrrrrrr! Seolah petir baru saja menyambar kepalanya, Silvania hanya bisa memandang ibunya dengan mulut menganga. “Mi…” ucapnya dengan lirih. “Kenapa harus tinggal di tempatnya Oma Gisna? Kan sodaranya kita itu Oma Ana. Kenapa gak ditempat Oma Ana aja?” bujuk Silvania pada ibunya. Ibunya menggelengkan kepala. “Gak bisa. Kamu tahu kan kalo kondisi keluarga Oma Ana lagi gak baik sekarang. Oma Ana udah cukup punya Ilsya yang harus diurus, dia gak butuh satu bocah lagi buat bikin dia capek. Jadi kalo kamu mau kuliah disana. Kamu tinggal sama Oma Gisna, kalo enggak. Ya, jangan sama sekali.” “Tapi Mi… Sisi janji gak bakal gangguin Oma Ana. Sisi justru bakal bantuin Oma jagain Ilsya, asuhin Ilsya juga.” Bujuknya lagi. Ibunya balik berdecih. “Kamu? Jagain Ilsya? Kamu sama ade kamu aja kerjanya berantem, gimana bisa jagain anak orang.” Dengus ibunya lagi. “Atuh Mi…” rengek Silvania lagi. Namun ibunya kembali menggelengkan kepala. “Ya, atau enggak sama sekali. Gak pake atuh-atuhan.” Ucapnya yang kemudian pergi meninggalkan putri sulungnya bersama sang suami. Silvania melihat kepergian ibunya dengan wajah merengut kesal. Ia balik memandang sang ayah yang malah berpura-pura memperhatikan tablet di tangannya. “Pa.. bantuin Sisi, dong.” Bujung Silvania pada ayahnya. “Apa, kak?” balas ayahnya dengan nada malas-masalan. “Kan Papa udah bilang, Kakak bujuk Mami sendiri. kalo Papa bantuin, nanti yang ada Mami gak bakal ijinin.” Jawab ayahnya dengan wajah menyesal. Silvania mencebik pada ayahnya. wajahnya kembali merengut kesal. Ia melipat kedua tangannya di atas perut dengan punggung bersandar pada sofa yang sama yang diduduki sang ayah. “Lagian kenapa harus ke Jakarta sih? Emang di Bandung gak ada kampus yang Kakak suka?” tanya ayahnya lagi. Silvania menoleh ayahnya dan mengangguk. Ayahnya balik memicingkan mata. “Gak ada kampus yang disuka, atau cowok yang disukanya yang gak ada disana?” tanya Ayahnya dengan curiga. “Papa! Ihhh… diem.” Silvania seketika membungkam mulut ayahnya. “Kalo Mami denger, nanti Mami makin gak ijinin Sisi ke Jakarta.” Bisik gadis itu di telinga ayahnya. ayahnya hanya mengangguk mengerti. Dia menurunkan tangan putrinya dan menggenggamnya erat. “Kakak, dengerin Papa.” Ucapnya dengan nada berwibawa. “Bukannya Papa gak mau Kakak kuliah di Jakarta. Papa gak akan larang, Mami juga gak akan larang, meskipun Kakak misalkan mau kuliah di Yogya, di Bandung, atau di luar negeri sekalipun. Cuma…” ucap Ayahnya memberi jeda. “Sekolah itu bukan sesuatu yang Kakak masuki karena kakak mengejar seseorang yang Kakak suka. Papa, Mami, kita juga pernah jadi anak muda kaya Kakak. Kita pernah suka, kagum dan cinta sama seseorang. Tapi…” lagi-lagi ayahnya memberi jeda. “Menjadikan orang itu alasan untuk masuk ke sekolah yang sama, itu bukan alasan yang bagus.” Silvania memandang ayahnya dalam diam. Dia sendiri tidak tahu kalau sebenarnya sang ibu sedang mendengarkan pembicaraan mereka di balik dinding dimana sebelumnya wanita itu menghilang. “Ini tentang masa depan Kakak. Ke depannya Kakak mau jadi apa. Bukannya Kakak bilang Kakak mau sukses?” tanya ayahnya yang dijawab anggukan Silvania. “Kakak bilang mau sukses seperti Uncle Aka, Tante Qilla, Aunty Iqa?” Silvania mengangguki ucapan ayahnya. “Lantas, kakak tahu kenapa mereka sukses?” lanjutnya lagi. Silvania hanya terdiam, ia sudah tahu jawabannya, tapi membiarkan ayahnya mengulangi pembahasan yang sama. “Itu karena mereka melakukan apa yang mereka cintai. Mereka melakukan semuanya dengan sepenuh hati. Mereka mengawali semuanya karena mereka menyukai bidang itu. Bukan karena mereka mengejar seseorang.” Lanjut ayahnya. “Bukannya Papa melarang Kakak untuk menyukai dan bahkan mencintai seseorang. Tapi, melakukan sesuatu karena orang lain, itu sama saja dengan mengharapkan orang itu memandang kita. Jika dia tidak melakukan apa yang kita inginkan, jika dia tidak memandang kita, jika dia mengabaikan kita, jika dia mengecewakan kita. Maka kita pun akan kecewa dan pada akhirnya menganggap apa yang kita lakukan selama ini sia-sia. Dan itu, akan berakhir dengan kita berhenti di tengah jalan. Dan Papa gak mau Kakak ngelakuin ini. Papa sama Mami, maunya Kakak itu sekolah karena memang Kakak ingin belajar itu, bukan karena disana ada dia.” Ujar ayahnya panjang lebar. Silvania masih saja memandang ayahnya. Ayahnya memang tidak salah. Silvania memang ingin kuliah di Jakarta karena orang yang selama ini dia sukai bersekolah disana. Mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Negeri Jakarta. Dan sebenarnya, Silvania juga mendapatkan tawaran yang sama, malah dia mendapat tawaran dari tiga universitas berbeda karena kepandaiannya. Namun ia belum memutuskan mau masuk ke mana karena dia sendiri belum tahu ingin kemana. Dan apa yang dikatakan ayahnya memang tidak salah. Dia pun sebenarnya merasakan ketakutan yang sama. Jika dia pergi untuk mengejar pria itu, jika pria itu balik menyukainya, ia mungkin akan mengalami masa remaja yang indah. Tapi jika tidak? Apa dia akan siap melanjutkan kuliah dengan rasa patah hati yang akan dialaminya? Dibalik semua itu, sebenarnya Silvania ingin merasa bebas. Dia ingin merasakan bagaimana rasanya bebas. Dia ingin merasakan bagaimana kehidupan anak kos-kosan. Berkumpul bersama dan melakukan hal-hal seperti anak kos-kosan seperti teman-teman di SMA nya. Tapi…? Ibunya pasti tidak akan mengijinkannya. Bukan karena ibunya tidak percaya kalau dia bisa mengontrol pergaulannya. Tapi ibunya terlalu takut sesuatu terjadi padanya. Jakarta bukan kota kecil yang aman dari kejahatan. Terlebih sekarang marak di berita tentang kejadian buruk yang menimpa remaja-remaja. Dan ibunya terdoktrin oleh itu. makanya selama ini ibunya selalu memberikan aturan yang ketat. Ibunya tak pernah mengijinkannya main keluar terlalu lama tanpa pantauan. Menurutnya, jika memang ingin bermain, mereka harus datang ke tempat Silvania, menginap atau apapun itu ibunya bebaskan, malah ibunya menyediakan apapun yang membuat mereka betah daripada membiarkan Silvania yang menginap di tempat teman-temannya. Dan sejauh ini, teman-temannya tidak keberatan, dan bahkan sangat antusias. Namun Silvania lah yang merasa terkurung. Dan ia ingin bebas dari kurungannya itu. Dan ia sebenarnya tahu, tinggal bersama Oma Gisna bukanlah pilihan yang buruk. Oma nya itu adalah wanita yang baik dan tidak pernah mengatur. Tapi satu hal yang membuat Silvania enggan tinggal bersamanya. Itu karena putra bungsu Oma nya itu. siapa lagi kalau bukan Uncle Rayyan. Pria yang selalu merasa dirinya pria tertampan dan mendedikasikan dirinya menjadi playboy. Silvania tidak suka pada pria itu karena pria itu selalu saja meledeknya. Bertemu dengannya seolah bertemu dengan musuh bebuyutan. Tidak pernah ada damai-damainya. Orang lain yang melihatnya mungkin akan tertawa karena lucu, tapi baginya, itu hanya membuat tekanan darahnya meninggi karena amarah. Lantas sesuatu terlintas di benak Silvania. “Uncle Rayyan, dia lagi gak ada di Jakarta kan, Pa?” Silvania memandang ayahnya yang ternyata sudah kembali asyik dengan tabletnya. Ayahnya menganggukkan kepala. “Oke. Kalo gitu,” ucapnya yang membuat ayahnya menoleh. “Sisi bakal pikirin jurusan mana yang bener-bener Sisi mau. Dan Sisi juga mau tinggal di Jakarta sama Oma Gisna.” Ucapnya dengan senyum terbingkai di wajah cantiknya. “Selama si playboy itu gak ada, Sisi aman.” Gumamnya dengan perlahan yang dijawab ayahnya dengan mengangkat sebelah alisnya karena bingung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.0K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M
bc

Akara's Love Story

read
258.7K
bc

Mas DokterKu

read
238.7K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
464.8K
bc

JODOH SPESIAL CEO JUDES

read
288.4K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
358.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook