bc

Suami untuk Dokter Mama

book_age18+
1.9K
FOLLOW
18.4K
READ
second chance
dominant
goodgirl
CEO
doctor
single mother
drama
bxg
first love
reckless
like
intro-logo
Blurb

Kenakalan di masa lalu menjadikan Cerys seorang ibu dari dua anak kembar yaitu Kennandra dan Reinnandra. Tujuh belas tahun berlalu, setelah ia berhasil melewati pahit manisnya kehidupan, kedua anak kembarnya tiba-tiba berkata,

"Mama, bolehkah kita membantu dia?"

Dia yang dimaksud adalah Aaraf, ayah kandung dari Ken dan Rein sendiri, pria yang kini tengah berada di masa sulitnya karena seorang wanita yang menghancurkannya baik masa lalu dan juga masa kini.

Cover : Picture : pexel, edit : Text On Photo, Font : UVF Mussica Swash

chap-preview
Free preview
Satu
Sebenarnya aku ingin memberitahukan satu hal padamu, atas dosa yang pernah kita lakukan, tapi aku tak berdaya saat cintamu kembali menemui mu. Kau meninggalkanku teman sesaatmu -boleh kusebut begitu- demi dia. Ingatkah kau saat keadaan terburuk mu, kau selalu datang, melampiaskan semua amarahmu, lukamu dan kecewamu padaku, ingatkah? Setelah sekian lama, akhirnya aku tahu, aku sangat tahu jika kau menjadikan diriku sebagai pelampiasan mu saja tak lebih. Aku menyadari itu karena cintamu kembali dan tingkah laku mu membuatku sadar, tidak ada tempat untukku di hatimu. Aku memutuskan untuk pergi jauh darimu. Membawa hasil dari dosa kita. Satu-satunya kenangan darimu, yang akan membuatku selalu mengingatmu. Percayalah, aku tidak benar-benar membencimu. Dirimu bagian dari kisah terindah yang pernah ku miliki meski hanya ragamu, sementara hatimu, tertutup untukku. Terima kasih untuk kebahagiaan sesaat. Cerys *** 17 tahun kemudian. Terdengar bunyi benturan berulang kali dari lantai atas. “Minggir, aku duluan.” “Enak saja, aku yang lebih tua di sini. Kau yang minggir.” “Ah, kau menyadari jika kau tua, eh?” “Kau—” “Ken, Rein cepat turun. Jangan berebut kamar mandi!” teriak seorang wanita dari lantai bawah. Teriakkan pencegah keributan itu percuma. Mereka berdua masih saja saling rebut kamar mandi. Dua orang pemuda kembar, sang kakak lahir lima menit dari adiknya. Kennandra dan Reinnandra itulah nama mereka. “Jika kalian masih ribut, kalian pergi sekolah naik bus saja. Biar sekalian terlambat.” Sekali lagi wanita itu berteriak untuk menghentikan keributan di lantai atas dan ... ya, berhasil. Kakak adik beda lima menit tersebut berhenti ribut, mereka hanya tak ingin pergi tanpa transportasi kesayangan mereka. Akhirnya sang adik mengalah dan membiarkan kakaknya mandi duluan. Sebenarnya di dalam kamar mereka masing-masing ada kamar mandi. Namun sayang kedua kamar mandi itu airnya mampet, tukang untuk memperbaikinya pun akan tiba siang nanti. Terpaksa mereka berdua menggunakan kamar mandi di kamar kakak sulung mereka. Kennandra dan Reinnandra anak kembar yang memiliki perbedaan sifat dari segi fisik keduanya sama. Mungkin dari tatanan rambut serta gaya berpakaian saja yang beda. Kennandra yang lahir sebelum Reinnandra memiliki surai hitam lurus berponi lempar, tipe-tipe playboy. Dengan gaya berpakaian cukup amburadul. Sedangkan Reinnandra rambutnya hitam lurus juga, selalu tertata rapi. Mereka memiliki mata hitam sekelam malam. Mata pengikat wanita. Kennandra sifatnya tenang, jahil, ramah tapi dibalik itu dia bisa menjadi sosok licik, suka membalikkan kondisi sehingga membuat lawan bicaranya terpojok, diam tak berkutik. Reinnandra sendiri sosok pemuda irit kata, enggan menanggapi hal yang tidak penting apalagi jika tidak ada hubungannya dengan orang-orang yang disayang, terkesan dingin dan mudah tersulut emosi. “Huu, mereka itu tidak bisa tenang selalu saja ada yang diributkan.” Pemuda yang saat ini tengah duduk di meja makan, terkekeh pelan mendengar gerutuan Ibunya. “Mereka memang seperti itu Ma, tanpa mereka rumah ini jadi sepi, ‘kan?” Wanita itu hanya menghela nafas, membenarkan perkataan putra sulungnya. “Kau benar Aldrich, sudahlah Mama mau membangunkan Grace dulu.” Aldrich hanya mengangguk sebagai jawaban. Matanya pun tak lepas dari wanita itu, wanita yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Orang baik yang memiliki berjuta-juta kelembutan dan menyeramkan hanya di saat tertentu. Ibunya Cerys Axton. Cerys Axton, perempuan berambut hitam panjang, mungil, seorang janda dengan empat orang anak yang hebat-hebat. Bukankah seorang anak yang hebat berasal dari ibu yang hebat juga? Dan ya, Aldrich mengakui jika ibunya sosok ibu yang hebat, sangat hebat. Aldrich bersyukur memiliki ibu seperti itu, ditambah dua adik laki-laki kembar dan satu adik perempuan yang manis. Hidupnya tidak lengkap tanpa hadirnya seorang ayah. Aldrich meringis mengingat itu. Empat tahun lalu Papanya telah meninggal dunia, setahun setelah kelahiran adik perempuannya. Grace Axton adiknya lahir di saat lima tahun usia pernikahan kedua orang tuanya. Austin Axton dan Cerys Axton . Anak manis berambut hitam kecoklatan sebahu, kesayangan semua orang. Kepolosan dan keluguannya bisa menghipnotis orang-orang yang melihatnya untuk menyayangi dirinya. Meja makan berbentuk persegi panjang itu terisi setengah kursi. Kursi paling ujung di isi Aldrich, di samping kanannya untuk si kembar dan di samping kirinya untuk Cerys dan Grace. “Mama.” Rein berhenti berbicara lalu menatap ibunya yang juga tengah menatapnya. “Bolehkah kita membantunya?” tanya Rein tiba-tiba dan Cerys tahu jelas siapa yang dimaksud oleh anaknya itu. Tersenyum tipis Cerys meraih tangan Rein yang diletakkan si pemilik di atas meja. Digenggamnya lembut tangan itu sembari ditepuk-tepuk pelan. “Apa kau sangat ingin?” tanya Cerys dan Rein mengangguk kaku, tak enak pada sang ibu. “Sejauh apapun kita menghindar, pasti akan ada hari, dimana takdir akan mempertemukan kita dengannya. Baik secara sengaja ataupun tidak.” Cerys ini ibu yang hebat. Ia tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk membenci orang-orang yang telah menyakiti mereka. Seberapa pun luka yang pernah tertoreh dan masih membekas sampai detik ini. Ia tidak ingin ada dendam. Melepaskan genggaman tangannya pada Rein, Cerys menatap satu persatu anaknya. Baik Ken, Rein, Aldrich kecuali Grace yang sedang fokus menyantap makanannya, tidak peduli akan sekitar. “Lakukan apa yang kalian pikir benar, Mama akan mendukung. Ingat, selama itu benar dan tidak merugikan siapa pun. Lagi pula untuk Ken dan Rein, dia merupakan bagian dari kalian. Bantulah dia meski dia tidak mengetahui tentang kalian.” Cerys menatap makanannya yang tinggal setengah, kemudian kembali menatap kedua putranya. Diberikan senyum terbaik pada anak-anaknya sebagai wujud kalau ia baik-baik saja. Sungguh ia tahu, anak-anaknya takut menyakiti hatinya ketika mereka ingin membantu sosok itu di masa sulitnya sekarang. “Ini saatnya kalian membantunya secara terbuka, tidak diam-diam lagi.” Bagaimana pun Cerys tidak boleh egois dan terlalu terbawa perasaan akan masa lalu. Kini bukan waktunya menatap kebelakang, meratapi luka. Jika ditempatnya sekarang ini, ia memiliki kebahagiaan sendiri. Ken, Rein dan Aldrich ikut tersenyum. Mereka bangga, memiliki ibu seperti itu. Tegar dan tangguh dalam keadaan apapun meski terkadang kerapuhannya disembunyikan dari mereka tapi sayangnya mereka bukanlah orang bodoh yang tidak tahu kesedihan sang ibu. “Mama, apapun yang terjadi kita selalu ada di samping Mama. Kita semua sayang Dokter Mama.” Ken berkata kelewat semangat ditambah memakai tambahan profesi sebelum menyebut kata Mama sehingga membuat Cerys terkekeh sedangkan Aldrich dan Rein hanya tersenyum tipis. Inilah cara Ken membuat keluarganya bahagia dengan tingkah konyolnya walau sederhana. Ia rela bertingkah konyol hanya didepan keluarganya, agar tetap hangat. "Sayang, Dokter Mama!" ulang Ken, kali ini ia mendapat perhatian dari Grace. “Kak Ken tidak sayang Grace juga?” Grace yang sedari tadi diam, mendengar kakaknya mengatakan sayang kepada sang ibu mulai ikut angkat bicara. Ia yang unik, yang masih belum bisa melafalkan huruf R dengan baik. Empat pasang mata memandang lembut ke arah Grace. “Kak Ken juga sayang Grace kok.” Mata Grace berbinar. “Sungguh?” “Iya dong.” Grace turun dari kursinya menghampiri di mana tempat Ken duduk, ia mengayunkan tangannya pelan meminta Ken sedikit menundukkan tubuhnya. Sebuah kecupan di pipi Ken terima. “Grace juga sayang, Kak Ken.” Ken mengacak rambut adiknya, ia gemas. “Kak Rein juga sayang, Grace," ucap Rein tak mau kalah, ia berbicara dengan wajah kakunya. Jadi lucu bila dilihat. Grace menoleh ke samping, ke tempat kakak Rein nya berada. Melihat Grace menolehkan kepala ke arahnya, Rein sedikit menundukkan kepalanya. “Mau cium juga.” Grace pun memberi ciuman pada Kakak terakhirnya itu. “Terima kasih,” ucap Rein setelah mendapat kecupan di pipi juga. Ia kemudian melakukan seperti yang Kakaknya Ken lakukan, mengacak rambut adiknya. Aldrich dan Cerys yang menyaksikan tingkah kecil adik kakak tersebut, tertawa kecil. Bahagia itu bisa di mulai dari hal kecil. Tidak perlu hal besar untuk mendapatkan kebahagiaan, cukup lakukan hal kecil yang membuat orang lain senang. Itu sudah cukup.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.2K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.0K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.5K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.8K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.7K
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

Istri Terpaksa sang CEO

read
4.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook