bc

Mendua

book_age16+
1.6K
FOLLOW
6.6K
READ
bxg
campus
city
office/work place
first love
affair
lecturer
wife
like
intro-logo
Blurb

Ayana selalu menganggap pernikahannya sebagai pernikahan yang bahagia. Memiliki suami yang merupakan pria idamannya, lembut, penyayang dan penyabar. Pria yang menjadikan Ayana prioritas dan juga memperlakukannya bak ratu di rumah tangga mereka.

Tapi bagaimana jika pernikahan Ayana itu menimbulkan rasa iri dari salah satu orang terdekatnya? Rasa iri yang membuat orang itu ingin merebut dan merasakan kehidupan pernikahan yang Aya rasakan. Terlebih, ternyata suaminya membuka ruang untuk sosok perebut itu di rumah tangga mereka. Akankah Aya masih menganggap pernikahannya adalah pernikahan yang bahagia?

***

cover : Yucanse

chap-preview
Free preview
1. Awal yang Indah
"Saya terima nikahnya Ayana Edzhar bin Ali Edzhar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" "Sah?" "Sahhhhh..." "Sah!" Gaung bahagia itu terdengar diseluruh penjuru masjid, yang menjadi saksi nyata pernikahan yang selalu Ayana idamkan dan mimpikan. Menjadi pengantin dari pria yang diidam-idamkannya dalam diam? Itu jelas menjadi harapan dan angan bagi sebagian orang terutama wanita, tapi bagi seorang Ayana, hal itu kini adalah kenyataan yang diraihkan dengan indah tanpa terduga. "Selama ya, Na. Gila, lo cantik banget hari ini." Miura, sahabat Ayana yang memang sudah bersamanya sejak masa masuk universitas segera menghampiri pengantin itu begitu Ayana kini berada di pelaminan. Iya, setelah selesai ijab-qobul dan pembacaan doa, juga sedikit ritual yang biasa harus dilakukan sepasang suami-istri yang baru sah menikah, Ayana dan sang suami akhirnya diarahkan menuju pelaminan untuk menerima ucapan selamat dari para tamu undangan yang hadir. Tentu saja, di sana Miura salah satunya. Tamu undangan sekaligus bridesmaid yang Ayana tunjuk langsung bersama dua teman wanitanya yang lain, Vio dan Erni. "Makasih ya, Ra. Lo juga cantik banget hari ini, makasih karena udah mau jadi bridesmaid gue..." Ayana berucap sambil memasang wajah terharu. Vio dan Erni yang juga turut berada di sana dan semula membiarkan Miura untuk bicara lebih dulu seketika ikut nimbung dengan menyambar. "Ya udah jelaslah kita mau, kita malah marah kalau lo nggak minta kita jadi bridesmaid lo, Na!" Seru Erni yang langsung ditanggapi anggukan mantap Vio. Para gadis itu lantas tertawa sambil berbincang kecil, mumpung pengantin belum terlalu sibuk dengan para tamu yang mereka yakin akan membludak nanti. "Selamat ya, Mas Rizal. Tolong jagain Ayana, jangan sakitin atau bikin nangis Aya pokoknya! Awas kalau sampe kejadian." Canda Miura dengan wajah dan mimik seriusnya yang tentu memancing pukulan ringan di lengan atas Miura dari siapa lagi kalau bukan sahabatnya sendiri, yang bersangkutan—Ayana tentu saja. "Ra..." "Apaan sih, Na? Gue serius lho. Gue beneran marah sama suami lo kalau lo nanti sampai ngadu kenapa-kenapa sama kita." Miura cemberut, karena merasa tindakannya justru tidak didukung yang bersangkutan. "Haha tenang aja, Ra. Saya pasti berusaha untuk buat sahabatmu nggak kayak gitu kok. Ingat, saya akan berusaha ya... Tapi kalau di luar usaha saya—" "Ih! Stop! Stop!" Vio menyela di tengah pembicaraan Miura dan Rizal, sedikit terpicu dengan pembicaraan kedua orang itu yang menurutnya mulai melebar. "Apaan sih kalian? Kenapa ngomong kayak gitu di saat hari bahagia kayak gini? Mas Rizal juga! Jangan bikin orang mikir macem-macem dengan apa pun yang mau Mas sampein! Dan lo, Ra! Itu bisakan disampein nanti-nanti, entaran dikit gitu biar nggak merusak suasana." Kritik Vio vocal, benar-benar tidak suka dengan arah pembicaraan mereka yang bisa jadi malah memicu hal-hal sensitif lainnya. "Iya nih, kalian kenapa sih? Bisa-bisanya di saat kayak gini..." Erni menimpali. "Lho, justru menurut gue ini bukannya saat yang tepat ya?" Miura masih berusaha berargumen, meski sudah sedikit lesu karena dirinya juga mengakui mungkin ia salah karena terlalu bersemangat. "Dan lo juga, harusnya nggak bilang kayak gitu... Nanti kalau Ayana beneran nggak mau cerita ke kita kalau ada apa-apa gimana? Kasiankan Aya kalau harus nyimpen semuanya sendiri..." Erni menambahkan, yang tidak bisa dipungkiri Miura kalau hal itu juga benar. "Ya maaf deh... Maksud gue kan baik. Gue cuma..." "Iya, iya. Udah ih. Jangan marahin Miura, gue ngerti kok lo bermaksud baik, Ra. Jadi udah ya, nggak ada yang salah di sini. Udah sana, kalian makan gih, biasanya kalau lihat makanan udah berjajar kayak gitu kalian paling semangat." Ayana akhirnya menengahi agar suasana di sana tidak menjadi semakin tidak kondusif. Dan? Berhasil. Iya, benar-benar berhasil karena ketiga sahabatnya itu langsung menoleh bersamaan ke arah yang Ayana tunjuk dengan matanya dan menunjukan tatapan lapar mereka. "Iya, Na. Kami makan dulu, ya?" "Ya udah, kita makan dulu ya sebelum kehabisan!" "Nggak akan kehabisan, Vi... Kalian bahkan bakal jadi tamu yang pertama makan," kekeh Aya menimpali. "Ngobrol lagi nanti, Na, kalau kamu senggang!" Ucap Miura yang kemudian langsung menarik dua sahabatnya yang lain untuk pergi bersamanya. Kemana lagi? Tentu saja menuju prasmanan. "Hahaha, temen-temen kamu itu lucu juga ya, Ay. Aku masih selalu takjub kalau lihat kalian." Rizal, suami Ayana yang enam tahun lebih tua darinya itu tertawa kecil sambil mengeluarkan komentarnya. Yang tidak Rizal tahu, kalau Ayana sedikit terkejut dengan panggilan Rizal padanya itu. Padahal sudah berkali-kali Ayana mendengar dan memahaminya, tapi entah mengapa otaknya masih suka dan berani mengartikan panggilan itu sebagai sesuatu yang lebih dari hanya sebuah penggalan namanya. Iya, "Ay" dari "Ayana" bukan panggilan romantis atau sayang seperti yang sering orang pada umumnya dengar dari sepasang kekasih atau suami-istri. Saat mendengarnya panggilan itu pertama kali dari mulut Rizal, Ayana benar-benar sempat salah paham, karena meski pendeknya ia dipanggil Aya, tapi jika teman-temannya yang lain sengaja memanggil penggalan namanya, mereka lebih memih menggunakan "Na" dari suku kata terakhir nama Ayana dibanding harus bergidik geli atau disalahpahami seperti yang Rizal lakukan. Seperti yang dikatakan ketiga sahabat Aya dulu saat baru-baru mengenal Ayana tentu saja. Mereka tidak ingin terjadi kesalahpahaman macam itu, atau parahnya tertawa atau merinding sendiri hanya karena memanggil Ayana begitu. Teman-teman somplak memang. "Haha, iya, Mas. Aku juga kadang masih nggak ngerti dengan kelakuan dan cara pikir mereka itu. Kalau aku ngerti mungkin aku bahkan udah nggak temenan sama mereka lagi." Mendengar kalimat yang Ayana ucapkan, Rizal justru semakin dibuat tertawa, dan Ayana hanya dapat menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena bingung apa yang sebenarnya membuat Rizal merasa lucu dengan tingkah para sahabatnya juga apa yang Aya barusan katakan. Kata orang, kita memang sulit mengerti humornya orang tua. Eh, tapi Rizal tidak begitu tua kok, malah belum termasuk kategori tua. Rizal hanya memiliki selisih usia yang lumayan dengan Aya, iya lumayan, enam tahun. Aya resmi 22 tahun beberapa hari lalu, dan Rizal menginjak usia ke-28nya tahun ini. Ngomong-ngomong, bagaimana awal mula kisah mereka? Bagaimana mereka bisa menikah dan bagaimana Ayana meraih cinta dalam diamnya yang Ayana pikir tidak akan pernah menjadi nyata. Lalu... Bagaimana juga perjalanan kisah mereka? Jika semuanya diawali dengan indah dan terasa begitu bahagia di hari pernikahan mereka itu. Pernikahan yang Ayana idam-idamkan, mimpikan, juga gantungkan harapan setinggi-tingginya menjadi pernikahan yang bahagia selamanya. Yang sayangnya, kata "selamanya" selalu menjadi ambigu jika dikaitkan dengan takdir manusia, bukan?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook