bc

Shades and Grey

book_age18+
1.1K
FOLLOW
6.6K
READ
murder
dark
arrogant
dominant
kickass heroine
self-improved
tragedy
bxg
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Orang-orang kerap takut padanya. Sebagai penguasa kelas atas yang banyak memegang sendi-sendi kehidupan, sosoknya ditakuti. Sama halnya dengan iblis yang bersembunyi dalam raga manusia. Kepingan kebenaran perlahan-lahan terkuak. Siapakah dalang sebenarnya?

chap-preview
Free preview
1
"Menikah?" Agneli Lamia mengangkat alis dengan dengusan pendek. Disusul helaan napas dari sang pelantun kalimat sakral itu. "Ya, Lamia. Menikah. Bukankah, usiamu sudah cukup matang? Dua puluh tujuh dan kesibukan benar-benar menyita waktumu. Kami berpikir menikah adalah jalan terbaik untuk menghentikan laju gila kerjamu yang kelewatan.” Lamia mendengus keras. Dia menggelengkan kepala pertanda tak percaya. Tatapan matanya berpindah pada sang ibu yang tampak sibuk dengan tablet dan daging bakar di piring. Mengabaikan percakapan mereka. Bukankah, kesibukan dirinya datang dari mereka? Sebagai keluarga konglomerat nomor satu, sudah seharusnya mereka menyibukkan diri dengan menambah pundi-pundi uang, bukan hanya tahu bagaimana cara bersenang-senang. Semua keluarga yang memiliki ambisi juga akan lakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan sekarang. "Ah, terserah." Lamia berujar malas. Membuat kepala sang ibu tertoleh antusias padanya. "Sudah kuduga, dia akan mengiyakan. Kita tidak perlu memaksanya terlalu jauh.” Kania tersenyum manis. Kedua matanya berseri-seri pada putrinya sendiri. "Kurasa kau tahu siapa yang akan menjadi calon suamimu manti. Atau kami akan membiarkanmu menebak-nebak?" Lamia hanya bergumam singkat sebagai reaksi bosan. Sang kepala keluarga, Agneli Tenate hanya memberi anggukan dengan dehaman kecil. "Calon suamimu, dia berasal dari keluarga Cornell. Kau tahu benar keluarga mereka seperti apa?" Genggaman tangan Lamia pada sendok makannya berubah diam. Kania melirik putrinya yang tiba-tiba kaku dan dia mengangkat alis. Lamia masih diam selama beberapa lama sampai dia kembali bersuara pelan. "Jika aku menikah, apa kehidupan ini akan baik-baik saja? Keluarga kita tidak pernah kekurangan uang atau apa pun selama ini. Dan memaksakan kehendak untuk menikahi seorang calon presiden membuatku berpikir ulang. Ini bukan pertanda sesuatu lain, kan?” Kania merespon dengan ekspresi tertekuk masam. "Aku pikir kau tidak keberatan." Lamia menatap sang ibu datar dan kemudian seulas senyum tipis menghiasi wajah cantiknya pagi ini. Di tengah hangatnya udara pagi dan matahari belum meninggi. Di tengah suasana sarapan yang tampak tegang padahal terlihat biasa saja, satu ide keji terlintas di kepala Lamia dan merasuk seperti paku yang menancap pada kayu. Agneli Lamia tahu, tidak ada salahnya membuat calon suaminya nanti sebagai boneka—yang bisa dia atur sesuka hatinya. Tidak ada salahnya untuk mencoba sekarang. "Baik. Kapan kalian mengadakan pertemuan?" Kania dan Tenate saling berpandangan. "Euforia pemilihan presiden akan jatuh bulan ketiga, dan itu artinya ada di bulan depan. Semua orang sudah menjagokan pilihan mereka masing-masing. Dua kubu terbelah. Roose dan Cornell. Bagaimana bisa kalian memanfaatkan ini sebagai ladang bisnis?" Lamia mengunyah brokoli rebus dengan senyum separuh. "Tapi, aku setuju. Aku terlalu lama melajang dan aku butuh seseorang untuk menghangatkan ranjangku." "Lamia." "Ya, ibu?" Kania menggeleng dengan ekspresi masam dan Lamia lagi-lagi hanya tersenyum. "Jangan berlagak seolah ibu mengasihaniku. Aku tidak apa. Aku setuju. Aturlah sesuka hati kalian. Aku hanya akan menuruti apa yang kalian mau.” "Pernikahan kalian haruslah mewah." Lamia melirik sang ayah dan dia berdiri. Mengalungkan tas bermerek Gucci di bahunya dengan senyum dingin. "Mewah atau tidak, pernikahan yang bersifat sementara akan berakhir sia-sia saja. Tapi, jika kalian ingin melakukannya karena bingung harus meng-apakan uang kalian, silakan saja. Aku tidak keberatan." Lamia melambaikan tangan pada kedua orang tuanya dan berjalan pergi. Disusul bungkukan dari lima belas asisten rumah tangga dan penjaga gerbang yang membukakan pintu gerbang untuknya setelah calon penerus warisan Agneli Group itu melajukan mobilnya menjauh dari pelataran parkiran mobil. *** "Kau tahu siapa lawanmu?" Roose Abe mendengus saat Roose Nata dengan tidak sopannya masuk ke ruangannya dan secara sembrono melemparkan diri pada kursi tamu. Menatap Roose Abe dengan pandangan mencela dingin. "Cornell Hiro. Lima tahun lebih muda darimu. Dan kau tahu? Posisimu akan tergeser sebentar lagi." "Aku tidak akan kalah dengan mudah." Roose Nata hanya mendengus pelan. Matanya menerawang ke atas langit-langit ruangan dengan sorot tajam. "Benarkah? Kau sangat percaya diri, kakak. Hanya saja, pendukung setiamu tidak akan tinggal diam saja merusak reputasi Cornell Hiro yang terlewat suci itu." "Diam, Nata." Nata terkekeh sinis. Dia melirik sang kakak dengan ekspresi datar. "Aku bisa membantumu. Tetapi, sepertinya memakai jasa sang adik tidak akan membuatmu puas, kan? Kau tidak bisa berbangga hati memiliki adik yang bisa kau andalkan dalam banyak hal." Roose Abe memijit pelipisnya yang berdenyut. Dia memandang Nata sarkatis dan kemudian mengangkat telepon yang berdering nyaring. "Ya?" "Aku kesana satu jam lagi. Bagaimana laporannya?" Roose Nata mendengarkan dalam diam. Dia menatap sepatu keds-nya dengan tatapan kosong sampai Roose Abe berdiri, melemparkan sebuah map padanya. "Urus masalah ini. Aku akan datang pukul tiga sore. Jika aku menemukanmu mengacau, aku sendiri yang akan membunuhmu. Ah, semoga ancaman berlaku padamu.” Nata mendengus dengan seringai tipis. Dia menerima map itu dengan tangan terbuka dan membacanya. "Kau akan sangat sangat bangga padaku." Dengan tatapan angkuh yang kentara. Abe tahu Nata sedang mencemooh dirinya. Dia menghela napas kasar dan membuka pintu ruangan untuk membawa dirinya pergi dari tempat itu sebelum Nata berdiri, melempar map itu ke atas meja dengan kasar, dan membuat alat tulis yang berserakan di atas meja berhamburan jatuh ke atas lantai dengan bunyi yang saling bersahutan. Di tempat lain, Agneli Lamia berjalan menuju restauran tempatnya bertemu janji dengan seseorang. Saat dia melangkah masuk, pelayan dengan seragam kuning mencolok itu membawanya masuk ke dalam ruang privat yang sudah dipesan dan membukakan pintu geser itu untuknya. Lamia mengintip sosok yang memunggunginya dalam diam. Dia melepas sepatunya, berjalan naik ke atas panggung kayu untuk ikut duduk saat senyumnya merekah sedikit lebih lebar. "Lamia, senang melihatmu di sini." "Hai, Cornelia. Aku juga." Lamia menjabat uluran tangan itu dengan sopan. Tata krama yang dididik sejak dia kecil melekat di dalam kepalanya dengan sangat baik. Cornelia menuangkan teh melati ke dalam gelas kayu mereka. Lamia menatap cairan bening itu dengan datar sampai Cornelia tersenyum tipis memandangnya. "Untuk perjodohan kalian?" Lamia membawa gelas itu untuk berdenting dan bersentuhan dengan gelas mungil Cornelia. Merasakan hangatnya teh melati membanjiri tenggorokannya dengan tidak manusiawi dan Lamia menginginkan teh itu sekali lagi. Cornelia seakan mengerti tatapan gadis itu, dia menuangkan lagi teko berisi teh melati ke dalam gelas Lamia. Dan Lamia merespon dengan dehaman menahan malu. "Tentang perjodohan ini ... kau sudah setuju?" Cornelia tidak banyak berbasa-basi. "Aku tidak keberatan. Bukankah, slogan tentang orang dewasa paling mengerti mana yang baik dan benar masih berlaku di zaman modern seperti ini?" Lamia tersenyum dingin. "Anggap saja orang tuaku tahu mana yang terbaik untuk putrinya." "Hiro juga tidak keberatan akan hal ini. Orang tua kami menginginkan perjodohan segera dilaksanakan dengan cepat mengingat masa sibuk akan tiba sebentar lagi. Hiro harus memiliki pendamping di saat hari terberatnya." "Ah, kampanye itu?" Lamia tersenyum. "Aku tahu. Dia pasti butuh seseorang di sampingnya." Cornelia menganggukkan kepala dengan senyum tipis. "Keluarga akan selalu menjadi nomor satu pendukung terbesarnya. Hanya saja, dia butuh seseorang yang lebih kuat duduk di sampingnya. Mendampinginya dengan sungguh-sungguh." Lamia mengangkat alis. Jadi, keluarga mereka menganggap perjodohan ini adalah kenyataan yang berbalut rasa dukungan dan cinta? Meh. "Aku tahu tidak ada cinta di antara kalian. Tapi, bukankah cinta itu datang karena biasa?" Lamia kembali mengangkat alis. Dia hanya tersenyum tipis dengan menegak kembali isi teh melatinya. "Entahlah. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta. Dan jika ditelaah dari ucapanmu, kau seperti berharap lebih pada pernikahan adikmu sendiri?" Cornelia terkekeh pelan. Mengerti insting Lamia yang begitu tajam. Diam-diam mengaguminya. "Tentu. Hiro adalah adik laki-lakiku satu-satunya. Dan aku menikah juga berawal dari perjodohan konyol. Memang lucu pada awalnya. Sebelum akhirnya kami memutuskan untuk berpisah secara baik-baik. Aku sama sekali tidak keberatan dengan perjodohan orang tua kami. Terlebih pada Hiro saat ini. Dan saat aku melihat siapa calonnya, aku benar-benar setuju. Aku hanya berharap, kalian tidak akan berakhir seperti aku.” Lamia melebarkan senyumnya. "Aku merasa tersanjung karena reputasiku begitu terkenal di kalangan keluarga pejabat seperti kalian." Cornelia tertawa pelan. "Tubuh pemerintahan butuh seseorang sepertimu. Yang cekatan, tegas dan mandiri. Semua kandidat calon ibu negara benar-benar pantas untukmu." Lamia meraih camilan manis di atas meja dengan kening mengernyit. "Seberapa persen kalian yakin bahwa Cornell Hiro akan bisa duduk di kursi kepemimpinan nomor satu?" "Delapan puluh persen." "Wow." Lamia mendengus dengan senyum. Dia hampir tidak sanggup menelan camilan manisnya. "Dan Roose itu hanya mendapat dua puluh persen?" Cornelia mengangguk yakin. "Karena dia memiliki masalah yang membuat publik harus berpikir ulang memilih siapa pemimpin yang pantas untuk mereka di masa depan." "Aku benar-benar terkejut. Kupikir, keluarga pemerintahan lama macam Roose mampu menduduki kursi nomor satu di Jepang." Cornelia menggeleng dengan senyum sinis. "Sudah tidak lagi, Lamia. Rakyat di zaman sekarang jauh lebih aktif dalam memilih dan menggali informasi." Lamia memiringkan kepala, merasa tertarik sekarang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

See Me!!

read
87.9K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

T E A R S

read
312.6K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook