bc

Maaf, Aku Mencintaimu

book_age16+
76.2K
FOLLOW
570.1K
READ
billionaire
others
CEO
drama
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Anatasya tidak pernah berpikir akan terperangkap dalam pesona Alex Vergel. Berawal dari pesta bersama teman-temannya Ana-panggilan Anatasya- harus kehilangan hal yang berharga dalam dirinya di sebuah hotel bersama Alex. Ana yang enggan memiliki hubungan dengan Alex memutuskan untuk melupakan kejadian itu, begitu pula dengan Alex yang setuju untuk menganggap itu adalah kecelakaan semata.

Namun takdir berkata lain, Ana harus menjadi Mak Comblang Aline -teman kantornya- dengan Alex yang membuat hubunga Ana dan Alex semakin dekat. Mampukah Ana mendekatkan Aline dan Alex? Atau justru Ana sendiri yang jatuh cinta pada Alex

Cover by : Innovel (Stary)

chap-preview
Free preview
Alex
Karir cinta dan persahabatan. Mungkin bagi orang-orang ketiga hal itu adalah yang utama dalam hidup tapi bagiku yang utama adalah diri sendiri. Ya, aku terlalu mencintai diriku sendiri sampai membuat diriku tak memiliki pasangan di usia 25 tahun. Bukan karena tidak laku seperti tuduhan ibu-ibu depan rumah yang membeli sayur setiap pagi di tukang sayur keliling. Setiap kali aku keluar mereka akan menatapku dari atas sampai bawah kemudian berbisik. Aku tidak peduli dengan tanggapan itu. Waktuku terlalu berharga untuk menanggapi ocehan mereka yang hanya melihat diriku dari luar. Aku bisa memaklumi karena mereka belum bisa menerima sebuah perbedaan. Sejak usia 20 tahun aku menghabiskan masa remaja di kota Angers salah satu kota di Prancis. Setelah lulus kuliah aku kembali ke Indonesia dan bekerja bersama sahabatku- Aline- di sebuah perusahaan ekspor produk tekstil. Setelah kepulanganku ke kampung halaman ternyata bukan suatu yang mudah untuk dijalani. Perbedaan budaya yang membuatku sedikit kesulitan beradaptasi dengan lingkungan menciptakan perasaan tidak nyaman. Aku masih ingat saat pertama kali berolahraga di halaman depan yang membuat para pria berkumpul di depan rumah. Celana hitam ketat yang mencetak sempurna p****t padatku dengan bagian perut terekspose tanpa ditutupi apa pun adalah hal tak biasa di sini.  Aku pikir pakaian seperti ini adalah sesuatu yang umum untuk berolahraga. Namun, bagi sebagian orang justru sebaliknya. Beruntung Mama segera memanggilku untuk masuk, sehingga aku segera sadar bahwa sejak tadi aku menjadi tontonan para pria. Semenjak itu aku tidak berani memakai pakaian terbuka saat keluar rumah. Belum habis masalah di rumah kini aku kembali mendapat sebuah masalah yang sedikit mengganggu perasaan. Malam itu di pesta perayaan keberhasilan kerjasama dengan brand ternama untuk mempromosikan produk lokal di luar negeri mengubah sedikit jalan hidupku. Awalnya berjalan lurus, tapi kini sedikit berbelok. Aku tidak menyesalinya. Namun, aku sangat menyayangkan itu terjadi. Awalnya pesta berjalan lancar, tapi semua berubah saat Aline memaksaku meneguk cairan putih yang aku pikir adalah soda. Bukan rasa manisnya soda yang masuk ke dalam mulut tapi rasa pahitnya bir yang membuat kerongkongan terbakar. Aku ingin marah pada Aline. Gadis itu telah menipuku. Minuman yang selama ini aku hindari berhasil masuk ke tubuhku. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku sangat mencintai diriku melebihi apa pun. Cairan seperti bir dan wine sangat aku hindari, apalagi tindik-tindik yang tidak perlu. Aku sedikit menyesal karena mengikuti kemauan mereka hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran yang membuat diriku berakhir di sebuah kamar asing di pagi harinya. “Kita hanya melakukannya sekali dan itu pun tanpa kesadaran jadi kamu gak perlu khawatir.” “Tapi kenapa ngelakuinnya sama kamu?” “Emang kenapa kalau sama saya? Ada yang salah?” “Saya nggak suka sama Bapak,” ujarku kesal. Selimut putih yang melilit tubuh ini menjadi kusut saat kuremas kuat. “Kamu kira saya suka sama kamu? Anggap saja ini kecelakaan dan hanya kita berdua yang tahu.” Alex kembali mengenakan pakaiannya dengan cepat sementara aku masih meringkuk di tempat tidur sambil menutupi tubuh dengan selimut. Alex menatapku dengan mata hitamnya. Dia sosok pria yang gagah terlihat dari otot-otot lengannya yang terbentuk sempurna. Tidak seperti bos-bos besar lain yang memiliki perut buncit, Alex justru memiliki pahatan yang sempurna di perutnya. Bagi sebagian wanita ia adalah pria tampan yang sempurna, tapi bagiku dia pria cantik yang menawan. Aku lebih suka mengakuinya sebagai pria cantik dari pada pria tampan. Bulu matanya yang lentik, wajahnya yang mulus dan bibir tipis berwarna merah itu selalu membuat hatiku terbakar. Terbakar bukan karena kata-kata manisnya, tapi kata-kata yang menusuk sampai ke jantung. Julukan pria iblis berwajah malaikat sangat cocok disematkan pada Alex. “Belikan satu set pakaian wanita,” ujar Alex di telepon. “Semuanya. Sampai dalaman,” lanjutnya. Alex kemudian menatapku dan menjauhkan ponselnya. “Berapa ukurannya?” “Ukuran apa?” “Pakaian dalam atas dan bawah.” Wajahku memanas, sesekali melirik pada dua benda yang dimaksud Alex. Pakaian dalam warna pink kesayanganku harus koyak terbagi dua. Dasar iblis, sebenarnya apa yang Alex lakukan semalam? “Ukuran L, yang atas 34B.” Alex menyampaikan ukuran itu pada lawan bicaranya. “Warna pink,” ujarku lagi membuat Alex mendesah panjang. Namun pria itu tetap menyampaikannya. “Aku sudah membelikan pakaian jadi segera bersihkan dirimu,” perintahnya. “Jangan coba-coba mengintip.” “Untuk apa mengintip sesuatu yang sudah saya tahu.” Alex melenggang pergi, keluar dari kamar tanpa sepatah kata. Andai dia bukan bosku mungkin telinganya sudah kubuat tuli saat ini juga. Seperti yang Alex perintahkan aku bergegas membersihkan diri. Beberapa ruam kemerahan mulai muncul di beberapa titik saat bercermin di depan lemari kaca berukuran besar. Aku sama sekali tidak mengingat kejadian semalam. Setelah melihat ruam-ruam di beberapa titik aku pikir semalam adalah malam penyiksaan yang mengerikan. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Alex masuk  sambil menenteng kantong plastik berwarna  putih. Ia duduk di sofa mengeluarkan semua isi dalam kantong plastik itu. “Duduklah,” ujarnya menepuk tempat yang kosong di sisinya. “Bua tapa?” “Saya harus mengobati tanda di lehermu,” ujarnya tanpa malu. “Saya bisa lakukan sendiri. Berikan pada saya obatnya.” Aku menjulurkan tangan tanpa niat mendekatinya. Alex berdiri dan memberikan salep itu padaku. Dia menatapku tajam, tapi kuacuhkan saja. “Jangan lihat, saya tidak mau ada ronde berikutnya.” “Cih, selera saya sangat tinggi. Kalau bukan karena mabuk, saya tidak ingin melakukannya dengan kamu.” Alex mencondongkan tubuhnya membuat aku mau tidak mau harus menghindar. “Benih saya sangat mahal, tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Harusnya kamu bersyukur.” Alex kembali duduk di sofa. Kini pria itu sibuk membolak-balikkan majalah yang tersedia di atas meja dengan wajah tertekuk. Pria itu bukan hanya bersikap dingin tapi juga sombong. Ia bicara seolah dirinyalah yang menjadi korban kejadian semalam. Pintu kamar kembali berbunyi, Alex beranjak membuka pintu sementara aku sibuk mengolesi salep di sekujur tubuh. Ia masuk membawa dua kantong tas dan melemparkannya padaku. Dengan sigap aku menerimanya. “Cepat pakai, kita harus check out,” ujarnya dingin. Alex kemudian sibuk dengan ponselnya. Walau kesal dengan sikapnya namun aku harus segera mengganti piyama handuk ini dengan pakaian yang telah Alex berikan. Namun lagi-lagi aku harus menahan kesal ketika melihat pakaian yang ia berikan. “Kenapa semuanya pink? Aku hanya minta warna pakaian dalamnya saja.” “Bukan saya yang membelinya. Pakai saja dulu apa susahnya?” “Tapi saya tidak suka. Kamu harus bertanggung jawab.” Alex memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia menatapku tajam. “Saya sudah bertanggung jawab tapi kamu yang tidak mau menerimanya. Sekarang kamu pilih memakai itu atau tidak sama sekali.” Aku meremas kesal pakaian yang ia berikan. Aku tidak punya pilihan selain menerimanya. Percuma berdebat dengan kepala batu seperti Alex yang ingin menang sendiri. Aku berjanji ini akan menjadi yang terakhir. Aku tidak akan pernah mendekatinya lagi. Meski sedikit rishi dengan warna pink yang cerah dari rok selutut dan kemeja yang ku kancing dari atas untuk menutupi tanda-tanda yang dibuat oleh Alex. Namun aku masih terlihat sangat cantik. Tidak sia-sia perawatan yang kujalani selama ini. “Aku tunggu di lobi. Jangan lama kalau tidak mau ditinggal.” Alex pergi sembari membanting pintu dengan cukup keras. Bos tampan itu sangat temperamental, sebentar baik sebentar jahat. Aku tidak pernah berpikir akan memiliki kedekatan dengannya. Aku segera menyusul Alex setelah membereskan semua pakaian dan barang-barang yang tercecer. Alex berdiri gagah di tengah lobi sembari menelepon seseorang. Kalau dilihat dari belakang Alex terlihat sangat gagah terlebih pantatnya terlihat padat berisi. Tipe pria penghancur hati wanita. Alex berbalik menatapku sejenak sebelum mengalihkan tatapannya pada lukisan yang ada di dinding lobi. Aku berjalan pelan mendekati Alex. “Saya harus pergi bertemu client. Nanti temui saya di kantor setelah makan siang.” Alex pergi begitu saja tanpa memberi tumpangan. Beginikah caranya memperlakukan wanita? Hey, aku bukan p*****r yang bisa ditinggalkan setelah kau puas. Sudah berapa kali aku mengumpat kesal pagi ini. Bisa-bisanya Alex meninggalkan aku di hotel. “Lihat saja nanti Bapak Alex yang terhormat, aku pastikan kau akan minta maaf.” *** Hari ini benar-benar berbeda. Sejak menginjakkan kaki di kantor seluruh teman-teman menatapku sambil menahan tawa. Heh… mereka menyapaku dengan sebutan pinky girl. Sedikit geli dengan ungkapan itu namun aku tidak bisa melarangnya. Setiap orang mempunyai penilaian   masing-masing dan itu adalah hak mereka. “Aku tidak tahu selera berpakaianmu cukup unik. Harusnya kau memakai sepatu pink, bukan hitam,” ledek Aline. Wanita cantik dengan rambut sebahu itu tengah tertawa sembari meletakkan segelas teh di atas mejaku. Dia adalah teman sekaligus musuh yang bisa menikam dari segala arah. Di kantor kami bersikap professional, saling bersaing mendapat kedudukan yang tinggi. Namun, di luar kantor kami hanya sepasang sahabat yang suka bersenang-senang. “Ini hadiah dari seseorang. Aku memakainya hanya untuk menghormati pemberiannya saja.” “Oh… baby kamu terlalu baik, tapi penjelasanmu tidak akan cukup untuk para penggosip.” Aku menatap Aline santai, sembari menunggu laptopku menyala kami kembali mengobrol. “Aku tidak hidup dari mereka, untuk apa aku peduli?” “Ya, kau benar. Lanjutkan pekerjaanmu, karena kau terlambat aku ingin laporanmu selesai sebelum jam makan siang.” Sebenarnya aku lupa jika Aline adalah atasanku. Baik, di sini aku hanya karyawan biasa karena baru bergabung dua bulan yang lalu. Aline sahabatku sejak pertama kali aku duduk di ruang kerjaku. Ia selalu bersikap baik dan terkadang membantu apa pun yang aku butuhkan termasuk membuatkan teh hangat. Aku mulai bekerja ketika laptop sudah menyala. Menjadi staf marketing bukan perkara mudah. Segala strategi pemasaran, riset produk hingga menjalin kerjasama dengan pihak lain adalah tugas divisi kami. Pekerjaan hari ini berjalan dengan baik sampai akhirnya aku mendengar seseorang datang. “Ana ke ruangan saya!” Seketika perasaanku berubah buruk. Alex datang lebih cepat dari yang kupikirkan. Ini belum jam makan siang tapi pria itu sudah tiba di kantor. Rasanya aku ingin berteriak di depannya. Telepon kabel di sampingku berbunyi. Setelah mengatur napas aku mengangkatnya dengan senyum seperti biasa. “Selamat pagi dengan Anatasya ada yang bisa dibantu?” “Cepat ke ruangan saya!” Tut…tut… tut… Sambungan terputus. Pria itu ternyata tidak memiliki kesabaran. Walau kesal aku harus menemuinya. Ya, menemui iblis yang telah menodaiku. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

Secret Marriage

read
942.6K
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
570.1K
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.2K
bc

Marriage Not Dating

read
549.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook