bc

TULUS

book_age16+
1.3K
FOLLOW
11.1K
READ
possessive
family
arranged marriage
scandal
goodgirl
doctor
drama
sweet
first love
secrets
like
intro-logo
Blurb

10 tahun lalu

Adam : Nay, kamu beneran ngga bisa nerima kakak?

Naya : Naya mau sama kakak, kalau kakak udah sukses dan bekerja. Naya akan terima kakak.

Bodohkan? Balasan macam apa itu untuk cewek seumuranku, yang pikirannya masih dangkal dan sikapnya masih labil. Bayangin anak umur 15 tahun bahasannya udah jodoh dan sukses aja. Gila.

Adam : Apa kakak bisa pegang ucapan kamu?

Me : Iya, Naya akan terima kakak kalau kakak udah beneran sukses.

Adam : Kakak akan lamar kamu setelah kakak sukses.

chap-preview
Free preview
1. Awal
Kenalin nama aku Anaya Selindyna, berprofesi sebagai seorang guru disebuah sekolah menengah atas swasta terkenal di Jakarta. Aku berusia 25 tahun dan status saat ini masih single, tetapi ada seseorang yang mendekatiku dengan begitu gigih. Rasa-rasanya setahun belakangan ini hidupku agak terganggu dengan kehadiran seorang pria yang gencar mendekatiku. Aku menyesal pernah memberikan harapan besar terhadap pria itu. Pria bernama Adam Glevino--kakak dari sahabatku Viona Glevino. Flashback On Adam Glevino gencar mengirim chat kepada ku lewat semua sosial media yang ia punya. Setiap postingan ku yang pada saat itu sangat alay akan mendapat komen dari Adam dengan segala jenis pujian yang ia punya, dimulai dari kata cantik, manis, imut dan segala macam yang menurutku sangat menyebalkan. Tau sendiri kan rasanya dirayu oleh orang yang tak kita sukai sama sekali. Itu tidak menyenangkan sama sekali dan justru membuat sangat terganggu. Aku merasa risih sebenarnya untuk menanggapi Adam yang menurut ku terlalu lebay. Tapi untuk menjaga hubungan ku dengan adik pria itu, aku berusaha menanggapi sebaik mungkin. Tapi harus kuakui bahwa seseorang jika dikasih hati, pasti minta jantung. Begitu juga dengan Adam Glevino. Dia bahkan semakin bersemangat membalas komenku jika aku membalasnya, jarinya terasa semakin cepat menyukai postinganku seperti orang yang tak mempunyai pekerjaan sama sekali. Namun kegencaran Adam tidak berhenti sampai disitu, pria itu juga menyatakan perasaannya kepada ku lewat chat. Beberapa kali mendapat penolakan namun nampaknya Adam tak juga menyerah mengejar ku. Selain tak menyukainya, aku juga tak suka dengan caranya mengungkapkan perasaan. Oh, ayolah, dia itu laki-laki, seharusnya dia mengungkapkan dengan cara yang lebih gentleman, walaupun jujur, aku tidak merasa nyaman untuk berdekatan dengannya. Dan karena jengahnya aku, pada akhirnya membuat ku memberikan balasan bodoh yang merupakan harapan besar untuk Adam. Sungguh ku sesali kebodohanku saat itu yang membawa dampak besar pada masa depanku. Adam : Nay, kamu beneran ngga bisa nerima kakak? Melihat pesan menyebalkan itu, jariku langsung bergerak lancar untuk memberikan penolakan. Aku tak akan pernah menyerah untuk menolaknya agar dia sadar bahwa aku tak menyukainya. Jika dia memiliki prinsip untuk tak menyukaiku, maka aku pun akan memegang teguh prinsip bahwa aku tak aakn menerimanya. Naya : Sorry kak, Naya ngga punya perasaan apa-apa sama kakak. Adam : Kakak beneran sayang sama kamu, Nay. Me : Naya mau sama kakak, kalau kakak udah sukses dan bekerja. Naya akan terima kakak. Bodohkan? Balasan macam apa itu untuk cewek seumuranku, yang pikirannya masih dangkal dan sikapnya masih labil. Bayangin anak umur 15 tahun bahasannya udah jodoh dan sukses aja. Gile. Adam : Apa kakak bisa pegang ucapan kamu? Me : Iya, Naya akan terima kakak kalau kakak udah beneran sukses. Adam : Kakak akan lamar kamu setelah kakak sukses. Sejak chat terakhir itu, aku tidak pernah lagi mendapat usikan dari Adam. Sebenarnya aku sendiri tidak yakin saat membalas chat dari Adam itu. Yang aku yakin adalah Adam akan melupakan perasaannya seiring berjalananya waktu. Pria itu pasti bisa menyukai wanita lain. Apalagi kami mengemban pendidikan di tempat yang terpisah kota. Makin memungkinkan baginya untuk menyukai gadis lain. Namun ada kekhawatiran yang lebih mendalam jika sampai Adam benar-benar masih mengingat ucapan ku di chat terakhir itu. Meskipun kemungkinannya sangat kecil. Flashback Off. *** Hingga sampai dimasa kini, masa dimana Adam sukses menjadi dokter spesialis jantung diusianya yang ke-31 tahun. Pria itu kembali mengejar ku untuk menuntut janji yang ku ucapkan padanya dulu. Adam benar-benar menyimpan perasaan itu selama sepuluh tahun lebih. Aku yang dulunya masih bocah labil kini sudah sudah berusia 25 tahun saat kembali diusik oleh kakak Viona itu. Saat aku baru saja keluar dari pekarangan sekolah tempat mengajar, aku sudah disuguhi dengan tatapan dari Adam Glevino. Pria yang benar-benar gigih mendekati ku selama hampir setahun ini. Sejak kembalinya ia ke kota ini, aku justru merasa terusik dengan keberadaannya. "Hai" sapa pria itu benar-benar ramah. Ku akui wajah yang dulunya sudah tampan itu, kini semakin tampan ditambah profesinya sebagai dokter diusianya yang cukup matang. "Haï" balas ku singkat kemudian berjalan meninggalkan Adam sendiri disana. Meski begitu, Adam justru tidak tinggal diam, pria itu langsung menyusul langkah ku yang semakin menjauh. Ia membiarkan saja mobilnya terparkir bebas di pinggir jalan. Aku jelas mengenal mobilnya karena itu yang selama ini digunakannya untuk mendekatiku dan berusaha mengantaraku pulang. "Nay" panggilnya "Kakak kenapa sih ngikutin saya terus?" desis ku sangat terusik akan kehadirannya. "Saya hanya ingin menagih janji kamu" ujar pria itu entah sudah keberapa kalinya saat menemui ku. "Saya tidak benar-benar waktu itu mengucapkan itu, saya hanya ingin kakak tidak mengusik saya terus" jelas ku membuat Adam tersenyum kecil. Ku pikir ia akan mengerti dan memilih menyerah dengan langkahnya, namun yang ia lakukan justru tidak dapat di duga. "Yasudah kalau begitu, saya akan mengulang semuanya sampai kamu akhirnya mau menjadi pendamping hidup saya" tegas Adam tidak putus asa. Aku menghela nafas kasar melihat keteguhan pria itu. Adam memang bukan orang yang mudah menyerah begitu saja. Bahkan sejak pertama kali dia mendapat penolakannya, dia sama sekali tak bersikap seperti pria yang baru ditolak. Aku sungguh mengherankan sifatnya yang seperti tak tahu malu itu. "Saya sukses karena kamu dan untuk kamu. Saya sudah mempersiapkan diri agar layak menjadi pendamping kamu" ujar Adam menegaskan lagi. Aku sudah cukup muak mendengar hal itu karena Adam sudah sering mengulangnya. Aku menghela nafas sejenak dan menatapnya "Tolong, jangan membuang waktu kakak untuk mengejar saya. Saya tidak akan berubah pikiran" tegasku yakin. "Tolong, jangan menghalangi niat saya, saya juga tidak akan berubah pikiran" balas Adam membuat ku kehabisan kata-kata oleh pria itu. "Saya pamit dulu" tambah Adam. Aku menatap punggung Adam dengan kesal "Please, jangan kejar saya lagi" pinta ku pilu membuat Adam menghentikan langkahnya. Adam memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan ku walaupun jaraknya tidaklah dekat. Namun dari tempatnya berdiri saja, Adam sudah dapat melihat dengan jelas aku memohon dengan lirih. Jelas hal itu membuat Adam merasa bersalah dan bingung secara bersamaan. Kulihat dari tatapannya. Ia pasti merasa bersalah karena perbuataannya yang mengusik ketenangan ku, namun disisi lain ia juga merasa bingung karena dampak kegigihannya mendekati ku bisa membuat aku begitu terusik. Aku harap ia sadar bahwa perbuatannya membuatku tak nyaman. "Kenapa?" tanya Adam seperti butuh penjelasan. Aku menggeleng pelan "Saya tidak bisa menjelaskannya" Adam dengan kekeuh menjawab, "Saya juga tidak bisa mundur begitu saja tanpa alasan yang jelas. Selama ini saya bekerja keras untuk mendapatkan kamu" Aku menyatukan telapak tangannya di depan d**a sambil menatap pilu pria didepanku "Tapi saya tidak bisa memberitahukan alasannya, saya mohon kakak pergi" ujarku lebih melembutkan suara. "Pokoknya sebelum ada alasan yang jelas, saya juga tidak bisa mundur begitu saja" Aku mulai emosi karena Adam terus saja gigih dengan pendiriannya "Mau kakak apasih?" sentakku tepat di depannya tanpa peduli dimana sopan santun ku sebagi seorang yang berprofesi sebagai panutan siswa. "Mendapatkan kamu" bisik Adam tepat di telinga ku membuat tubuh ku merinding kaku. "Terserah kalau itu pilihan kakak" decih ku menyerah membiarkannya, kemudian meninggalkannya yang tetap berdiri di tempat tadi. Air mataku menetesa tanpa ku undang dan aku mengepalkan tangan dengan rasa sakit yang sejak dulu kubawa. Sebisa mungkin aku tak m enoleh ke belakang agar Adam tak melihat bahwa aku menangis karena kegigihannya. Aku sungguh memiliki harapan bahwa ia segera meninggalkanku sebelum aku mengatakan hal-hal yang nantinya akan membuat pria itu sakit hati. Aku sungguh kehabisan cara untuk menjauhkan pria itu dari kehidupanku. “Kamu pasti bisa, Nay” aku menyemangati diriku sendiri dan mengusap dadaku yang menyembunyikan hati yang terasa sangat sakit didalam sana. *** Aku memasuki kontrakan yang sudah setahun ini ku tempati, sejak  mengajar di sekolah swasta yang tak jauh dari tempat tinggalku. Handphone ku berbunyi menandakan ada telpon masuk, aku segera mengangkat panggilan tersebut. "Hallo Vi" sapaku setelah melihat nama Viona k*****t masuk dalam panggilan. "Nay, kemarin kakak gue nemuin lo lagi ya?" tanya Viona dengan suara yang sedikit ditinggikan seolah ia sangat bersemangat. Itu sahabatku, adiknya Adam. Ia bekerja sebagai manager keuangan di sebuah perusahaan. Aku tidak tahu jelas bagaimana pekerjaannya karena yang aku tahu hanya sebatas posisi. "Em..iya. Kenapa?" tanyaku ragu, ada sedikit kekhawatiran mendnegar apa yang akan Viona sampaikan. "Tadi dia nanya alamat lo. Tuh anak emang, masih gencar aja deketin lo" Tuh kan, pasti ada saja yang buruk dari percakapan penasaran Viona. "Terus lo kasih?" tanyaku cepat, berharap jawaban Viona sesuai dengan isi kepalaku. "Iya. Kasian gue sama kakak gue" ah, anak itu memang susah diajak kompromi kalau udah urusan kakaknya yang ngejar aku. Andaikan mengutuk orang jadi batu beneran maka akan terjadi gitu aja, aku mungkin sudah mengutuk temanku itu menjadi batu berulang kali. Sialnya, aku hanya bisa mengangguk kikuk dan pasrah meski tau Viona tak bisa melihat anggukan ku. "Oh ya, tadi mama nyariin lo. Kangen katanya, mau buat kue bareng lagi" ujarnya. Aku menghela nafas kasar, aku juga merasakan rindu pada orangtua sahabatku itu, namun aku memilih tidak menemui tante Dina-mamanya Vio- demi menghindari pertemuan dengan Adam. Segala hal yang berhubungan dengan Adam sangat membuatku sedikit tak nyaman sehingga aku bahkan sampai menghindari tante Dina yang sangat baik padaku. "Nay, lo kok diem aja sih" protes Vio. "Eh, sorry Vi. Gue juga kangen sama tante Dina, tapi gue belum ada libur" alibiku, padahal biasanya aku datang ke rumah tante Dina saat sabtu dan minggu sore-nya kembali ke kontrakan. "Aelah lebay amat nunggu libur segala, pokoknya hari sabtu lo kesini, bawa pakean buat nginep" tegas gadis itu membuat ku tak bisa menolak. Apalagi sudah hampir dua bulan ini aku menghindari pertemuan dengan keluarga Glevino itu. "Iya iya, yaudah ya gue mau mandi dulu." pamit ku. "Tiati" pesannya. Aku hanya menggelengkan kepala heran "Mau mandi doang" "Hehehe. Yaudah gih mandi, gue mau pacaran" "Lo yang harusnya hati-hati kalo gitu" kekeh ku kemudian menutup telponnya sebelum mendengar u*****n dari adik Adam itu. Aku membaringkan tubuh diatas ranjang, merentangkan kedua tangan dengan helaan nafas kasar. Rasanya akhir-akhir ini kepala ku semakin pusing menghadapi kekeraskepalaan Adam. Saat rasa kantuk mulai menyerang ku, aku malah harus terganggu dengan suara ketukan pintu kontrakan. Dengan terpaksa aku berjalan mendekati pintu untuk membukakan pintu bagi tamu. Tubuh ku membeku melihat Adam yang kini berada di hadapan ku. Pria itu selalu tampak tampan walaupun dengan balutan pakaian yang sudah tampak kusut seperti saat ini, hanya mengenakan celana bahan berwarna hitam dengan kemeja biru muda. Ah, apa yang baru saja ku pikirkan. Tapi jujur saja, menolak pesona Adam adalah sesuatu yang dusta. "Saya ngga di persilakan masuk?" tanya pria itu membuat ku menggeser tubuh memberi jalan, meski sebenarnya aku ingin mengusirnya pulang. Mengingat keluarganya yang selalu menerimaku kapanpun, aku jadi merasa tak enak jika mengusirnya. Percayalah, alasan terbesarku tak bisa menghindari Adam adalah keluarganya yang baik hati dan selalu memberikan kehangatan kepadaku. "Mau minum apa?" tanya ku agak ketus. Meski begitu aku harus membuatkan tamu minum kan? "Teh manis hangat aja" pintanya. Aku bergerak cepat ke dapur mempersiapkan minuman sesuai kemauan si tamu. Aku tahu pasti bahwa laki-laki yang sedang bertamu di kontrakan ku itu pasti baru pulang dari rumah sakit, namun entah mengapa pria itu selalu menyempatkan diri untuk menemui ku walaupun harus menempuh perjalanan jauh. Sebenarnya ngga jauh banget lah, tapi tau sendiri ya gimana macetnya Jakarta. "Makasih" ujar Adam setelah aku meletakan segelas teh seperti keinginannya. Pria itu menyesap teh dengan pelan untuk menikmati buatan ku. Untuk beberapa saat, aku hanya bisa memperhatikan jakunnya yang naik turun menyesap minuman hangat itu. Aku sampai ikut meneguk ludah saat melihatnya begitu seksi. Oh, ayolah pikiranku, mari kita berteman. "Baru pulang ngajar?" tanyanya heran sambil melihat arlojinya yang menunjukkan 19.00 karena melihat pakaian ku masih merupakan pakaian dinas guru. Aku mengangguk singkat. "Kok malem banget pulangnya" protes pria itu terlihat tak suka. "Tadi jenguk temen yang baru lahiran" jelas ku meski menurut ku Adam tak perlu tahu apa aktivitas ku. Dia kan bukan siapa-siapaku. "Oh. Tadi Vio bilang lusa kamu mau dateng ke rumah?" entah itu pertanyaan atau pernyataan, tetapi aku hanya mengangguk singkat. Aku yakin jika tentang diriku yang berkaitan dengan Vio pasti akan diketahui dengan mudah oleh Adam. "Kakak jemput ya?" tawar pria itu memamerkan senyum manisnya. "Ngga usah. Naya bisa sendiri" ujarku menolak tawarannya dengan halus. Adam menatap lekat mataku yang selalu menghindari tatapanya itu "Kamu beneran ngga ada perasaan apapun sama kakak?" lagi dan lagi aku merasa terusik dengan pertanyaan itu. Aku mengangguk. "Padahal kakak cinta banget sama kamu. Tapi kakak tetep ngga akan nyerah buat dapetin kamu sampe kamu nikah" Aku mendengkus kasar "Terserah" "Kakak mau lamar kamu ke orang tua kamu supaya kakak ngga akan pernah menemukan waktu untuk menyerah dapetin kamu" Aku mengangguk kesal sekaligus marah dalam hati karena Adam tak juga mundur meski berulang kali ku beri penolakan. Rasanya sudah percuma mengatakan segala penolakan untuk Adam karena ia begitu bebal. "Udah malem banget untuk bertamu, kakak mau pulang dulu. Ngga enak sama tetangga, nanti muncul gosip yang ngga bener" ujar Adam memilih undur diri. Aku mengantar pria itu sampai di depan pintu kontrakan. Tubuh ku membatu saat tangan kanan Adam bergerak mengusap diatas kepala ku dengan gerakan lembut "Kakak pulang dulu ya, jangan terima tamu lagi semalem ini" sarannya dengan suara yang sangat lembut. Tidak pernah ada kekesalan yang ia layangkan padaku waluapun aku selalu memberikan tatapan tak suka atau bahkan penolakan terang-terangan padanya. Karena tak mendapat jawaban apapun dari ku, ia memilih meninggalkan kontrakanku dan menuju ke mobilnya. Setelah membunyikan klakson sekali, ia segera melaju dengan kecepatan normal. Kenapa dia harus selembut itu?. Itulah pertanyaan yang terus terngiang di kepala ku. Perlakuan Adam yang begitu tulus dan gigih untuk mendapatkan ku  membuat ku tak tega menolak pria itu. Namun itu juga lah yang membuat ku harus berfikir seribu kali untuk menerima pria itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

Si dingin suamiku

read
489.9K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Rujuk

read
908.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook