bc

Dear, Bapak Muka Datar

book_age12+
2.1K
FOLLOW
6.7K
READ
possessive
dare to love and hate
CEO
boss
sweet
bxg
office/work place
first love
chubby
shy
like
intro-logo
Blurb

Meski disebut siluman es batu, dengan wajah sedatar jalan tol dan sikap sedingin ubin masjid, tapi jangan salah kira! Kai punya hati sehangat kompor gas. Namun, tetap saja. Kai dengan wajah datarnya, Kai dengan sikap dinginnya adalah dua hal yang abadi.

Suatu hari mentari datang. Datang untuk melelehkan dinginnya Kai. Dia adalah gadis berwajah riang itu. Namanya Mei, mereka ribut hampir tiap hari, sampai tak mengenal posisi mereka di dunia kerja seperti apa. Tapi mentari memang tak selalu cerah. Ada kalanya mentari itu redup.

Tapi bicara hati siapa yang bisa berdusta? Kai merasakan hal berbeda. Konflik demi konflik, yang ia habiskan dengan Mei, membuat pria itu punya sudut pandang baru terhadap hidupnya yang semula datar. Ia mencintai Mei. Ia jatuh sedalam-dalamnya pada gadis pecinta hujan itu.

Mei dan biolanya adalah hal yang tak dapat dipisahkan. Itu adalah hal termanis dalam hidup Kai, menyaksikan gadis itu bermain lincah dengan biolanya.

Mulanya semua berjalan hampir sempurna, hari demi hari berlalu dengan baik. Hingga kedatangan Viona meregangkan hubungan mereka. Insiden-insiden terjadi kian memperkeruh hubungan mereka.

Tapi pada akhirnya takdir selalu berjalan jelas. Semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya.

chap-preview
Free preview
1. Si Datar Vs Si Riang
Ada satu ekspresi wajah yang selalu Kai banggakan. Ekspresi yang selalu ia tampilkan pada orang-orang di sekitarnya. Mau senang, sedih, kaget, ataupun bosan, pria itu selalu menampilkan ekspresi andalannya. Ekspresi muka datar. Malam ini, pukul delapan malam. Kai yang telah menunggu berjam-jam itu melirik arloji di tangannya. Sebetulnya ia sedang menunggu pacarnya. Lama sekali, entah telah berapa jam pria itu menunggu kedatangan sang pacar. Dengan ekpresi andalannya itu Kai melirik sekitar. Saat ini ia sedang berada di pasar malam. Kai memperhatikan aktivitas orang-orang disekitar dengan tatapan datarnya. Melihat beberapa orang yang riuh menaiki berbagai wahana di pasar malam itu. Sejenak, pandangan Kai teralihkan oleh sesosok gadis yang berjalan terseok ke arahnya. Tidak! Kai sama sekali tidak mengenal siapa gadis itu. Alisnya bertaut. Siapa gadis itu? Kenapa dia seperti orang gila? Berjalan sempoyongan dengan rambut panjang yang berantakan? Gadis itu semakin mendekat. Kai masih menatap datar, acuh tak acuh dengan kehadiran gadis itu. Hingga gadis itu semakin mendekat, dan hal berikutnya yang terjadi adalah sesuatu yang sama sekali tak pernah terbayangkan oleh Kai. Gadis yang di mata Kai mirip orang gila itu semakin mendekat, lalu tanpa sengaja ... eh, gadis itu muntah di kemejanya. Huek! Kai menatap jerih, ya tuhan! Kemejanya jadi kotor. Siapa sih, gadis gila ini? ***** Mual! Rasanya ia ingin muntah. Sungguh, setelah naik komedi putar beberapa kali perutnya jadi sedikit tergoncang. Gadis berambut hitam pekat itu memegangi perutnya. Rasanya ia tidak tahan lagi. Ingin segera muntah. Nama gadis itu Mei, gadis manis yang kini sedang berjalan terseok dengan kepala pening tujuh keliling. Perutnya mual, ingin sekali segera memuntahkan isinya. Sejenak gadis itu melirik sekitar. Ramai. Pasar malam saat itu sedang ramai-ramainya. Sial! Perutnya bergejolak. Mei sudah tak tahan lagi. Mei berlari, mencari tempat ter-aman untuk muntah. Hingga pada akhirnya Mei sama sekali tak bisa menahannya lagi. Dan hal yang terjadi berikutnya adalah hal yang tak pernah ia bayangkan. Dengan langkah terseok itu Mei akhirnya muntah. Sialnya tanpa sengaja ia muntah tepat di kemeja seseorang ... ***** Kai menatap gadis gila yang baru saja muntah tepat di kemejanya itu dengan tatapan datar. Sudah dibilang, mau apapun situasinya, Kai akan tetap menatap datar. Mukanya sih kelihatan seperti tidak marah. Tapi jauh di dalam hatinya, pria itu teramat sangat ingin marah. "Punya mata?" Itu suara Kai, kalimatnya terdengar tajam. "Maaf, saya nggak sengaja. Maaf banget, tadi nggak liat." Mei menatap lawan bicaranya. Memohon maaf pada pria yang baru saja ia muntahi. "Bodoh! Kalo mau muntah pake mata!" tukas Kai. Namun, masih dengan tatapan datarnya. "Tapi bukannya muntah itu pake mulut?" sanggah Mei membuat Kai terdiam. Benar juga sih, apa yang dikatakan gadis itu. Tapi tetap saja kan ... ah! Muntahnya, Kai baru ingat kemejanya kena muntah. Kai segera melepas kemejanya, membuat laki-laki itu seketika jadi t*******g d**a. Mei menutup mata saat matanya tak sengaja berpapasan dengan perut kotak-kotak pria itu. Masih dengan muka datarnya Kai melemparkan kemeja bekas muntah itu ke arah Mei. Refleks saja Mei menangkapnya, gadis itu kemudian menatap Kai yang berdiri di depannya dengan tatapan bingung. "Eh, ini kemejanya?" Belum sempurna kalimat Mei terucap, pria yang tengah bertelanjang d**a itu telah pergi duluan. Pergi meninggalkannya. Pergi bersama muka datarnya. Ada ekspresi yang selalu tampil di wajah manis itu. Ekspresi yang hampir selalu mendominasi perasaannya. Meski terkadang perasaannya adalah kebohongan sungguhan. Ekspresi itu namanya ekspresi muka riang. Mei, gadis riang yang sejak tadi bersemangat sekali membersihkan kantor perusahaan. Ya, Mei bekerja. Dia tidak lagi sekolah ataupun kuliah. Jangankan kuliah, dulu untuk tamat SMA saja gadis itu mati-matian mencari biaya. Jadi sekarang Mei memutuskan untuk bekerja saja. Sebagai seorang yang hidup sebatang kara dia harus kuat menjalani kerasnya kehidupan. Mei bekerja di Sean Organizer--perusahan yang membantu merencanakan dan mengorganisir pesta pernikahan. Tidak, sebenarnya sih, pekerjaannya bukan pekerjaan penting di perusahaan itu. Ia hanya seorang cleaning servis biasa. Pekerjaan Mei pagi ini cukup mudah, sebagai seorang newbie, Mei diperintahkan Mbak Asti--rekan kerjanya untuk membersihkan semua jendela kantor. Dengan senang hati Mei melakukannya, ia rasa pekerjaan ini cukup mudah dan seru. Namun, rasa seru itu mendadak luntur saat matanya mendadak melihat ... Pria muka datar kemarin malam? ***** Kai berjalan memasuki kantor dengan ekspresi andalannya. Ekspresi muka datar. Setiap pagi memang selalu seperti itu. Memamerkan muka datar. Langkah Kai berhenti sejenak, saat merasakan getaran handphone di saku celananya. Kai segera mengambilnya, lalu mengentuk layarnya. Sejenak, pria itu mendengus malas. Ternyata nada panggil itu berasal dari Viona, pacarnya. Kai malas-malasan mengangkat panggilan telfon itu. Dan saat panggilannya tersambung, Kai menyesalinya, seharusnya ia mengabaikan telfon Viona. Mulai lagi, wanita menyebalkan yang menelfon dari seberang sana itu akan mulai mengomel lagi. ["Kai! Semalam itu kamu kemana? Kok kamu nggak datang? Tau nggak? Aku nunggu kamu lama banget di pasar malam! Kamu bilang katanya kita mau ketemuan, mau jalan-jalan di pasar malam? Kamu janji malam itu bakal datang kan? tapi kenapa kamu malah nggak datang?!"] Siapa sih, yang sebenarnya harus marah? Hei, jangan salah! Tadi malam Kai sudah menungui Viona selama berjam-jam. Hingga pada akhirnya pulang dengan bertelanjang d**a akibat insiden muntah itu. Apa sih, yang ada di pikiran Viona? Kenapa perempuan itu malah menyalahkan dirinya. Baru saja Kai ingin membalas omelan Viona, mendadak saja panggilan telfon itu diputuskan dengan sengaja oleh penelepon di seberang. Sialan! Perempuan menyebalkan itu bahkan tidak memberinya waktu untuk berbicara. "Pasti lagi berantem sama pacarnya? Iya kan?" Kai menilik sumber suara yang baru saja memasuki indra pendengarannya. Berbalik badan untuk menatap siapa orang itu. Begitu melihatnya Kai menghela napas. Hari ini begitu menyebalkan. Terlebih saat tahu jika sumber suara itu berasal dari gadis tukang muntah kemarin malam. Benar, Kai mengingat wajah manusia yang muntah di kemejanya kemarin malam. Entahlah, Kai juga tak tau kenapa gadis itu ada di kantor perusahaannya. s**l! Gadis itu menatap Kai dengan tatapan penuh tanya. "Eh, ini Bapak yang kemarin malam ya? Yang di dekat pasar itu malam kan?" Baiklah, Kai akan mencoba abai. Mencoba menganggap jika tak ada manusia hidup di sekitarnya. Ia terlalu malas menanggapi ocehan gadis aneh itu. "Eh Pak, bapak kerja di sini juga ya? Jadi cleaning servis juga ya?" tanya Mei dengan polosnya. Kai berdecih, cleaning servis katanya? Itu sebuah candaan atau justu hinaan? Memangnya siapa gadis ini? Orang baru kah? Apa gadis itu tidak mengenal siapa dirinya yang sebenarnya? "Sebaiknya kamu jangan ganggu saya!" ketus Kai, seperti biasa muka pria itu masih datar, tapi nada bicaranya terdengar tajam. Mei terpelongo, tanpa menunggu izin Kai sudah duluan pergi dari hadapan Mei. Mei menautkan alis, memangnya siapa sih, dia? Kenapa sikapnya sangat tidak ramah? "Eh, Mei udah selesai bersihin jendelanya?" Mei menoleh ke sumber suara. Terlihat Mbak Asti tengah berjalan menghampirinya. "Udah Mbak, udah selesai," jawab Mei yang dibalas dengan acungan jempol oleh Mbak Asti. "Eh, Mei boleh tanya gak Mbak?" "Kamu mau nanya apa?" "Bapak yang ekspresi mukanya selalu datar itu siapa sih? Kok dia nggak ramah banget?" tanya Mei penasaran. Datar? Mbak Asti segera tau dari kata kuncinya. Pasti yang dimaksud Mei adalah Kai. "Itu namanya Pak Kai, dia manajer pemasaran. Anak CEO dari Sean Organizer. Dan dia itu calon CEO juga sih," jelas Mbak Asti runtut. Mendengarnya, Mei langsung membelalakkan mata.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook