bc

Lullaby of Woe

book_age18+
25
FOLLOW
1K
READ
dark
reincarnation/transmigration
brave
self-improved
witch/wizard
bxg
mystery
supernature earth
another world
dragons
like
intro-logo
Blurb

Ekspetasi awal mulanya karena ingin mengarungi Lembah Kematian bersama sang sahabat, Freya, demi menuntaskan rasa penasaran sekaligus membuka lembaran dunia baru setelah klan Lavka terkikis karena sikap arogan kaum Tatia.

Realitanya, Aster terdampar di sebuah tempat bernama kegelapan bersama The Darkest, kegelapan abadi yang menjadi penguasa absolut Lembah Kematian bersama para budaknya, Rodan.

Pria itu mengenalkan diri sebagai Sebastian, si Jenderal bengis yang ingin mengurung dunia bersama kegelapan selamanya.

chap-preview
Free preview
1 - The Story Begins
Tell me Atlas, what's heavier? The world or it's people's hearts? . . . Kehidupan bermula saat Votterdam terkutuk menjadi negara dengan berbagai klan menarik. Manusia menyebut mereka sebagai kutukan, iblis yang menyamar serupa tubuh manusia biasa berkekuatan super. Sebuah negara kelam yang dihuni berbagai jenis klan. Dengan populasi terbesarnya ada pada manusia. Yang memilih untuk mengasingkan diri demi keselamatan serta keberkahan hidup mereka. Masa depan bisa saja tercabik jika para iblis ini meradang, marah dan mampu melukai mereka secara brutal. Tiga klan yang saling menyimpan benci satu sama lain. Masing-masing dari mereka yang terpilih, mewariskan kekuatan leluhur berusaha sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik. Menjadi penerus dengan mengabdikan diri sebagai pahlawan klan, berjuang atas nama sejarah dan generasi leluhur serta penerus. Votterdam aman selama raja yang mengabdi pada manusia membagi wilayahnya secara aman. Menjadikan para Lavka, klan yang diisi oleh penyihir sebagai penjaga dalam. Kemudian Orchid, sang ahli kutukan berada di garis tengah serta Tatia, si ahli senjata berada di garda depan. Yang akan melindungi istana dari segala bahaya mengancam. Mereka yang terpilih mengikuti serangkaian pelatihan tak berseri milik Jenderal Kegelapan, The Darkest. Yang terkenal angkuh, gemar mencari masalah dan tidak segan membunuh anggota klan terbaik jika mereka mencari kekacauan dengan penduduk lain. Jenderal, sebagai satu-satunya tangan kanan raja hanya menginginkan kebebasan. Kebebasan agar manusia dan para manusia pilihan bisa hidup berdampingan. Tanpa rasa benci. Tanpa rasa dendam. Berguna bagi satu sama lain. Tidak pula cacian serta makian yang mereka terima. Terutama pada kaum Orchid, yang menderita karena mereka mempunyai kemampuan khusus dalam menetralisir kutukan. Seperti membuat racun, penawar serta dapat membunuh hanya menggunakan akar atau ranting pohon. Votterdam yang damai, mungkin belum benar-benar terealisasikan. Sementara raja masih berusaha keras menyatukan dua manusia yang berbeda. Manusia biasa pantas hidup, pantas dilindungi. Dan mereka-mereka yang terpilih akan melakukannya. Tetapi pembantaian besar-besaran pada kaum Lavka dan Orchid yang membuat anggota tersebut murka, mendendam, hingga ketakutan. Sebagian lagi berusaha untuk menghilang. Dan sebagian lagi memilih mati karena tidak sanggup menahan derita. Perjuangan panjang selama seratus tahun dalam menghadapi gempuran manusia lain. Klan penyihir, klan kutukan dan klan senjata yang diberi kelebihan sesuai porsi, harus menahan diri untuk tidak melukai satu sama lain. Namun, itu dulu. Dulu sekali. Sebelum perang satu malam berhasil menghancurkan tatanan klan dengan sempurna. Genosida Sang Jenderal berhasil membuat ketiganya habis, tergempur pasukan gelap menakutkan. Yang mereka sebut sebagai The Black Dragon, atau naga hitam. Salah satu pengikut setia milik Jenderal Kegelapan yang abadi, tidak tersentuh. Kendati demikian pun, raja dengan bijak berusaha merangkul semua elemen manusia untuk saling bahu-membahu. Menuntaskan masalah yang sempat timbul hingga terciptalah Lembah Kematian. Berujung pada lembah gelap tak berujung. Satu-satunya pembatas paling berbahaya dan gelap antara manusia dengan ketiga klan besar manusia pilihan. Tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil melintasi Lembah Kematian dengan selamat. Mereka yang berhasil, hanya menyisakan kapal tanpa awak. Sisa-sisa tengkorak karena terkoyak berkat penunggu kegelapan. Tidak ada yang berhasil, tidak ada yang selamat. Seratus tahun lalu, semuanya bermula dari sana. Kehidupan manusia berubah menjadi tenteram. Sementara raja yang baru tidak berhasil mengatasi masalah Lembah Kematian hingga detik ini. Sampai semua membesar, bersembunyi dari balik dalamnya lembah dan siap meledak. . . . What is infinite? The man with his ego. . . . "Kau serius?" "Aku serius." "Kau bisa terbunuh di sana, Aster." Sahabatnya menekan kedua pundak rapuhnya agak keras, mengguncang. Agar kepala itu tersadar dan tidak banyak meracau. "Yang kita hadapi adalah Lembah Kematian. Lembah gelap tidak berujung. Kalau aku mati, kau akan melindungi penyihir di tempat ini." Aster menatap datar ke dalam birunya laut milik sang sahabat. Teman masa kecil yang benar-benar membawanya pada kehidupan realita. Aster kecil tidak lagi kesepian. Tidak lagi merasa tersudut hanya karena tidak sehebat anak-anak lainnya. Sebagai anggota klan Lavka yang seharusnya menguasai ilmu sihir sampai tahap tinggi, Aster hanya bisa menguasai ilmu tersebut di tingkat rendah. "Kau tidak akan mati," kata Aster seraya berlalu, mengemasi tasnya. Ia membawa anak panah kecil bersama busur secara diam-diam. Untuk disembunyikan. "Aku yang paling lemah di antara kita. Aku yang akan terbunuh lebih awal." "Oh, aku tidak akan menerimanya." Bola mata hijaunya bergulir malas. Aster mendengus kecil, menaruh tas berisi cairan obat ke meja. "Aku serius, Freya. Jangan cemaskan aku. Kau akan berhasil melintasi lembah dan bertemu raja. Kau akan bertemu Sang Kegelapan. Jenderal bengis itu." "Kau tidak bisa menyebutnya begitu," tukas Freya tajam, membekap mulut sahabatnya. "Kalau anggota lain mendengarnya, kau tidak akan selamat. Mereka tidak senang kalau junjungan diolok-olok sembarangan." "Oh, aku tidak peduli." Freya mendesah berat, menatap Aster yang keras kepala sedang bersiap-siap. Gadis itu menyiapkan semua keperluannya dengan sangat bijak. Termasuk membawa lentera biru, lentera yang hanya tersedia di Lavka sebagai penerangan saat malam tiba. Freya mencibir dengan dingin. "Aku juga. Kalau aku berhasil melewati lembah, yang kutemui pertama kali adalah The Darkest. Aku tidak peduli dengan yang lain. Terutama kaum Tatia." Aster bergeming. Menatap lentera biru miliknya dengan sedih. "Apa mereka akan menyerang kita lagi? Seperti dulu?" "Orchid dan Lavka hancur karena Tatia, si pemburu bersenjata. Mereka tidak tertandingi, benar?" "Raja dan Jenderal memuja mereka layaknya klan terbaik. Klan paling unggul," balas Freya masam. "Mereka menaruh Lavka pada bagian belakang, membiarkan kaum Tatia unjuk gigi dengan senjata mereka. Sementara kita? Oh, ya. Kita lemah karena senjata. Banyak penyihir terbunuh karena mereka." "Sebagian besar penduduk Tatia berperang. Tidak seperti penyihir, bukan?" Aster menatap cemas sahabatnya. Meski tidak ada satu pun dari tiga klan unggul berhasil menerjang lembah, klan Tatia berpotensi akan mampu melakukannya di masa depan. "Kenapa kita selalu diremehkan? Sejarah berbohong tentang Orchid yang hidup sengsara!" Freya berseru marah, menaruh lentera miliknya ke dalam tas. "Aku benci mengakuinya." Sahabatnya mendesah panjang, diam-diam memijit pelipisnya. Saat Freya menyatukan tangan, membukanya perlahan, cahaya biru bundar berpendar dari kedua telapak tangan. Cahaya milik klan Lavka, penyihir paling terkenal seantero Votterdam. Hanya ada dua cahaya milik pewaris Lavka yang terkenal. Biru dan hijau. Bagi penerus murni, mereka akan mendapatkan cahaya itu sejak lahir dan hanya perlu berlatih menggunakannya. Penyihir bisa melakukan apa pun, kecuali memegang senjata. Tetapi Aster pengecualian. Ia bisa menguasai panah dan busurnya saat usianya sepuluh tahun. Terus mengasah kemampuannya secara diam-diam hingga usianya dua puluh lima. "Oh, bel berbunyi. Ayo, kita pergi." *** Dari barak besar, tempat para klan berkumpul sebelum melintasi Lembah Kematian, banyak dari mereka berlatih keras. Kapal-kapal telah siap untuk membawa mereka melintasi lembah. Demi menantang Sang Jenderal, kegelapan abadi yang membatasi kehidupan Lavka, Orchid serta Tatia. Hanya mereka yang terpilih mampu melintasi lembah dan bertemu raja. "Ada tiga kapal di sana," tunjuk Freya. "Kapal milik Lavka, Orchid dan Tatia. Yang Tatia paling besar. As i expected, mereka adalah the only exception." Satu-satunya yang bisa membunuh klan Lavka. Aster menarik napas, memperbaiki ikat rambutnya yang berantakan karena tertiup angin. Suhu udara di sekitar lembah kerap berubah-ubah tidak menentu. Terkadang dingin, sangat panas atau rasanya membeku. Begitu kontras dengan lembah yang gelap dan tidak berdasar. Terlalu dalam dan mencekam. "Orchid pernah nyaris berhasil melintasi lembah sebelum naga hitam memakan mereka sampai habis. Sayang sekali, Lavka tidak pernah melakukannya. Tidak ada gunanya penyihir itu tetap hidup." Freya mendesis dingin. Meremas tasnya dengan dengusan sebelum berlalu. Ketika Aster melihat anggota Tatia sedang mengasah senjata mereka, tampak terkekeh senang karena berhasil mencela mereka. "Mereka pikir yang terhebat?" Freya terdengar ketus. "Aku benar-benar ingin mencongkel mulut mereka agar tidak asal bicara." Aster hanya tersenyum, menepuk lengan sahabatnya dan meminta Freya untuk masuk ke tenda. Tenda milik klan Lavka. "Kita terlahir sebagai kebanggaan leluhur dan panutan untuk penerus." Aster mendengar ceramah dari pemimpin tim yang selalu berjaga di tenda. Penyihir bercahaya hijau yang berhasil mundur dari pertempuran mematikan Lembah Kematian. Dia tidak berhasil menemui Jenderal Kegelapan, tetapi berhasil membawa mundur kapal dan membuat seluruh tim Lavka selamat dari kematian. "Kalau kalian mati di tengah lembah, akan selalu ada penerus Lavka yang baru. Yang memiliki tekad murni demi memenangkan kebebasan." Freya dan Aster mendengarkan dalam diam. Mereka duduk di sudut tenda, menatap rekan-rekan seperjuangan yang sama seriusnya demi melintasi Lembah Kematian. "Kita akan tergantikan," ujar Freya parau, menatap telapak tangannya sendiri. "Begitulah kehidupan. Akan selalu ada yang baru, yang berhasil meneruskan impian dan mimpi leluhur." "Kita juga sama, bukan?" Senyum Freya terkulum manis. "Aku beruntung bertemu denganmu. Kuharap kita sama-sama selamat dari lembah ini dan bertahan hidup." Aster mengangguk. Meremas tangan mereka yang terjalin satu sama lain. Mata biru Freya bersinar cemas serta penuh tekad. Mereka terlahir sebagai penerus Lavka, berjuang atas nama klan dan keadilan. Demi kebebasan yang mereka kehendaki sebagai merdeka. "Karena sejatinya tidak ada yang tahu kehidupan baru setelah berhasil melewati Lembah Kematian. Kehidupan para manusia," ujar si pemimpin dengan sendu. "Para manusia membenci kami, tiga klan dengan kemampuan hebat. Mereka melihat kami sebagai jelmaan iblis, kutukan dari neraka. Kami melihat diri kami sebagai kelebihan, pelindung umat manusia dan bumi." "Berhentilah menyimpan dendam pada orang lain." Ekspresi Freya terlihat keras. Saat tangannya terangkat naik, mengusik semua atensi di dalam tenda, termasuk pada Aster. "Bagaimana dengan klan Tatia? Kami baru saja mendapat cemoohan. Terutama mereka bilang, penyihir tidak seharusnya hidup." "Tidak ada dendam, paham?" Freya mendengus pelan, mengatupkan bibirnya dengan dingin. *** Dari tempatnya sekarang, Aster bisa melihat jelas bagaimana luasnya Lembah Kematian yang membatasi mereka dengan dunia manusia, dunia tanpa batas. Votterdam akan terlihat sangat jelas jika mereka berhasil melewati lembah dalam keadaan utuh. Anggota yang siap melintasi lembah sedang berlatih keras. Termasuk klan Orchid. Yang sedang mencoba memanipulasi darah dengan akar tajam pohon Uranus, pohon keramat yang hanya hidup di distrik Orchid. Mereka akan menyerang anak buah naga hitam dengan racun mematikan dan kutukan berbahaya yang terkandung dalam akar pohon. "Aku membawa roti untukmu," ucap Freya senang setelah berhasil menyusul sahabatnya ke mercusuar, memandang para klan yang sibuk berlatih. "Kita perlu makan sesuatu agar tetap hidup sampai kapal siap berlayar." "Aku harus berlatih." Aster menaruh roti isinya, menjalin kedua tangan sebelum mendorongnya menjauh. Yang terlihat hanya cahaya kehijauan kecil, samar dan menghilang. Lenyap tak berbekas. Kekuatan penyihirnya tidak sekuat itu. "Kau bisa membunuh anak buah naga hitam dengan busur panahmu," sahut Freya menyemangati. "Jangan cemas, Aster. Aku akan melindungimu." "Kau sudah banyak membantu." Aster menggeleng pelan, memakan habis roti isinya dan memandang sedih pada rekan-rekan sesama penyihir yang sedang berusaha keras. Dengan kekuatan mereka, timbul api dan air. Lalu hembusan angin yang kencang. Penyihir bisa melakukan apa saja selama menguasai elemen alam. Freya ikut menatap rekannya yang sedang berusaha mendatangkan hujan sesaat untuk memadamkan kobaran api yang melalap api unggun. Penyihir Lavka berkekuatan hijau berhasil mendatangkan angin kencang, yang membuat seragam mereka tertiup angin. "Kita akan berhasil. Kalaupun tidak menyentuh dataran Votterdam lain, kita akan kembali ke Lavka dan menjadi pejuang klan. Itu bukan masalah besar. Aku bersamamu." Aster menatap Freya dalam diam. Mengulurkan tangan untuk memeluk sahabatnya. Mereka bersahabat sejak kecil. Sebatang kara dan hidup dalam pengasingan karena tidak dikenal asal-usulnya. "Bahkan kita tidak tahu siapa Jenderal Kegelapan sebenarnya. Siapa dia, apa elemen yang dia miliki dan berasal dari klan mana? Sangat misterius." Aster mengangguk, menyetujui ucapan sahabatnya. Sang Jenderal berhasil mematahkan banyak asumsi tentangnya. Mereka menyebutnya kegelapan karena pakaian Sang Jenderal begitu gelap, seperti malam tanpa bintang. Sang Jenderal yang hidup abadi. "Kalau aku melihatnya, mungkin aku akan langsung mencaci-maki dirinya. Berkatnya, kita semua hidup kesulitan. Kedamaian apa yang berusaha dia berikan? Tidak ada." Aster mendesis, meluruskan kedua kakinya ketika mendengar suara kayu yang terbelah cukup keras karena ulah anggota klan Tatia. "Naga hitam yang tinggal di Lembah Kematian. Cukup aneh terdengar, kan?" Freya mengernyit, memandang lembah yang dingin dengan erangan kecil. "Mau sampai kapan kita terkurung hanya karena menjadi Lavka?" Bel berbunyi cukup keras. Aster dan Freya menunduk menatap lapangan yang luas. Para pemimpin tenda segera meminta mereka berkumpul. Dan Aster tergesa-gesa untuk turun. Sementara Freya melompat, mendarat dengan bantuan sinar biru dari tangannya. Yang membuat Aster tersenyum, memuji kemajuan sihir sahabatnya. Yang semakin membaik dari hari ke hari. "Aku perlu memeriksa kekuatan sihir kalian. Barang siapa yang tidak memberikan hasil memuaskan, kalian tidak akan bisa ikut menumpangi kapal dan melintasi lembah bersama rekan Lavka yang lain." Mata biru Freya membulat. Sedangkan Aster membeku, merasakan kesempatannya telah pupus. *** "Mia, hentikan. Kau mencoba membunuhnya?" Aster beralih menatap tenda milik klan Orchid saat seseorang dari mereka mencoba membalas sakit hatinya karena diolok-olok oleh kaum Tatia, yang mendominasi adalah para pria. Digadang-gadang sebagai pasukan kuat, membuat mereka terlihat sombong dan angkuh. Sering mencela klan lain, menganggap mereka rendah dan tidak setara. "Mia!" Teknik gadis itu lumayan, pikir Aster sedih. Karena melihat bagaimana caranya memanipulasi darah setelah menggores luka pada bagian leher, dia mencekik anggota klan Tatia dari kejauhan, membuatnya nyaris mati karena kehabisan napas. Pertikaian pun selesai saat pemimpin dari kedua belah pihak sama-sama meminta maaf. Saling membungkuk satu sama lain dan mundur. Seketika juga kericuhan berangsur padam, tidak lagi bergejolak. "Giliranmu, pirang." Aster melihat Freya bangun dari tanah. Mencoba fokus dan melempar lirikan yakin padanya. Freya menuju depan barisan, memamerkan kebolehannya. Sebuah cahaya biru keluar dari kedua telapak tangannya. Saat Freya menggerakkannya ke atas, mendung tiba-tiba datang dan hujan turun. Lalu perlahan angin berembus sangat kencang, yang membuat tenda terguncang. "Great. Kau bisa melintasi lembah nanti." Senyum Freya merekah manis. Tidak lupa membungkuk dan mendapat sambutan tepuk tangan dari anggota Lavka lain. Saat Freya kembali duduk, Aster memberinya rangkulan bangga. Sahabatnya telah berlatih keras dan dirinya berhasil. Kalau benar Freya mampu melewati lembah, dia akan menjadi harapan Lavka untuk memperjuangkan kebebasan. "Bagaimana cara kami memanggil phoenix?" Phoenix, legenda burung besar yang turun dari langit bersama naga putih suci. Leluhur Lavka menuliskan cerita tersebut ke dalam buku kuno untuk diwariskan pada penerusnya. Sampai seratus tahun datang, kebenaran itu tidak pernah terbukti. Burung yang menjadi lambang Lavka dan naga putih suci tidak pernah terlihat. Langit tidak pernah mencoba mengeluarkan mereka untuk membuat klan Lavka menang dari sistem tertindas Votterdam. "Hanya penyihir yang bisa melakukannya," sahut pemimpin tenda muram. "Tetapi yang terpilih. Hanya benar-benar yang terpilih. Dan kita belum menemukannya sampai sekarang." "Kau percaya burung itu ada?" Aster mengangkat alis, menggeleng pada Freya. "Aku pikir itu hanya dongeng sebelum kita tidur?" Freya merespon dengan kekeh kecil. "Kalau kita tidak bisa memanggil phoenix, kita juga tidak akan bisa memanggil naga putih suci." Sang pemimpin berkacak pinggang, mengangguk setuju. "Kalian benar. Benar-benar hanya anggota Lavka terhormat yang mampu memanggil mereka. Dan setelah beratus tahun, itu tidak pernah ada." "Dan mereka abadi." Freya menyambung dengan serak. "Aku ingin melihat mereka hadir untuk membantu kita melewati lembah." "Menurutmu, naga putih suci bisa menghancurkan naga hitam di dalam lembah?" tanya Aster pada sahabatnya. "Kegelapan hanya bisa terkikis oleh cahaya. Dan naga putih memilikinya." "Itu cerita kuno," sahut Freya pelan. "Kau percaya itu? Sampai sekarang lembah itu masih ada. Dan banyak korban berjatuhan karena tidak bisa menyeberang." "Hampir mustahil. Penyihir tidak abadi. Pemanggil phoenix dan naga putih sudah lama tiada," pemimpin tenda menjelaskan. "Hanya penyihir putih mampu melakukannya. Sementara Lavka identik dengan biru dan hijau." Anggota yang bersiap melintasi lembah mendengarkan dengan baik. Sampai terdengar gemuruh keras dari dalam lembah. Membuat semua orang mundur, memekik terkejut. "Apa itu?" "Rodan," si pemimpin tenda mencoba mengenali suara gemuruh dan menahan napas. "Anak buah naga hitam. Kami menyebutnya sebagai Rodan, naga kematian dari neraka. Tercipta dari lahar gunung merapi." Aster membeku. *** Freya melihat Aster yang sudah siap sekali lagi. Matanya menyorot sedih, memandang sahabatnya lekat sebelum membuang muka. "Kau tidak perlu ikut, Aster. Hiduplah untukku." "Kau ini bicara apa?" Aster menghampiri Freya yang melamun. "Kita sama-sama berusaha mencari kebebasan dan mengarungi lembah bersama. Kalau kau pergi sendiri, aku akan sangat sedih." Manik birunya terlihat sakit. "Di sana sangat berbahaya, bukan? Mendengar jeritan Rodan membuat bulu kudukku merinding. Bagaimana bisa lembah itu hadir? Tercipta di antara mimpi buruk kita?" Aster meneleng. "Aku tidak tahu. Sang Jenderal membuatnya agar kita tahu siapa lawan sebenarnya. Manusia terlindungi dari anggota klan terpilih." "Kepalaku sakit," keluh Freya sedih. "Tetapi aku tidak bisa menyerah sekarang. Aku harus berhasil. Kalaupun tidak ada kesempatan, aku bisa mundur dan berlari ke tenda sebelum Rodan menyantap tubuhku." "Semoga ada keajaiban di sana." Senyum Freya mengembang. Mereka berpelukan sebentar sebelum bersiap pergi. Melakukan ritual untuk menghormati anggota Lavka yang lebih dulu gugur di dalam lembah. "Semoga berhasil." Setiap kapal hanya mengangkut sepuluh orang. Tidak kurang dan tidak lebih, hanya sepuluh. Termasuk Orchid dan Tatia. Semua anggota klan menaiki kapal, mengikat kencang sabuk seragam mereka sebelum membungkuk, mengucapkan salam perpisahan. Tangan Aster terasa dingin. Telapak tangannya berkeringat cukup banyak. Sebelum kapal menyentuh ujung lembah, udara yang berembus terlalu dingin dan kencang. Suhu berubah drastis, menukik turun dengan tajam. "Nyalakan lentera biru kalian!" Aster dan Freya membuka tas, mencari lentera biru mereka dan mulai memasang di sisi badan kapal. Semua terlihat gelap, tetapi lentera biru berhasil menerangi jalan dengan samar. Suara menukik tajam hadir dari Rodan. Jelmaan naga hitam yang berukuran lebih kecil dan memiliki dua kaki serta sayap besar. Diperkuat dengan gigi-gigi tajam yang mampu mengoyak mereka menjadi serpihan kecil, tak bersisa. "Agnia!" Salah seorang anggota berseru. Melihat bagaimana Rodan terbang menurun untuk menyerang kapal mereka. Para anggota bersiap melakukan serangan balasan. Berusaha agar Rodan tidak mencabik dan merusak kapal mereka. "Kita harus bertahan!" Aster mendengar jeritan dari belakang kapal. Rodan berhasil mengambil dua orang anggota mereka dan mengoyaknya di langit. Sementara kapal masih terus berjalan, melewati Lembah Kematian dengan tempo pelan. "Tenang. Tetap tenang. Fokus dengan kekuatan kalian!" Aster tidak bisa melihat apa pun. Bahkan suara napasnya terdengar sangat keras dan kasar. Tubuhnya menggigil. Rekannya mulai membalas serangan dengan membakar Rodan, melempari naga kecil itu dengan batu yang terbuat dari api. Freya memulai serangan dengan memunculkan cahaya biru, kemudian mendatangkan angin yang cukup kencang. Berhasil mengempaskan kapal sampai ke tengah lembah, mendorong Rodan mundur. "Kau berhasil!" Sementara Aster bersiap dengan busur dan anak panahnya. Ia bergegas membuka tas, memasang anak panah dan mengarahkan busurnya ke arah Rodan yang terbang di atas kapal mereka. "Kita pasti bisa, Aster." Suara Freya terdengar lantang, menyemangati. Saat jeritan demi jeritan melengking keras, memenuhi lembah yang senyap dengan teriakan kesakitan serta tangisan. "Awas!" Freya mendorongnya menjauh saat Rodan bersiap menariknya. Aster terhuyung jatuh, melihat bagaimana cakar kaki Rodan mencengkeram tubuh Freya, hampir membawanya terbang. Aster melepaskan dua anak panah dan berhasil menusuk leher Rodan. Membuat naga hitam itu menjerit, memekik kesakitan sebelum memgeluarkan sihir lemahnya, membunuh Rodan sebagai upaya terakhir. Freya terlempar jauh dengan luka berat. Ketika sepuluh anggota Lavka satu-persatu lenyap, yang tersisa hanya dirinya dan Freya, bertahan di kapal yang separuh terkoyak. "Freya?" Sahabatnya terbatuk mengeluarkan darah kental. Lentera biru perlahan mulai meredup. Rodan mengamuk, semakin gencar menyerang mereka dengan brutal. "Kau harus ... selamat." Napas sahabatnya terdengar lemah. Aster memukul lantai kayu kapal dengan keras, menarik busur dan anak panah, mengarahkannya ke arah langit lembah yang pekat. Kemudian mengeluarkan sihir dari kedua tangannya. Cahaya kehijauan berbentuk samar muncul, perlahan-lahan sampai membesar. Dan warnanya berbeda. Aster tersentak ketika kekuatannya melebar, memenuhi dirinya dengan tingkat pengendalian yang tinggi. Ia terhuyung, merasakan sapuan angin yang kencang dari dalam lembah. Lalu bayangan Rodan tampak jelas. Cahaya kehijauan itu berubah warna, tak lagi berbentuk hijau samar, melainkan putih. Putih yang melambangkan suci. Mengempaskan sihirnya pada anak panah yang melesat bebas. Cahaya putih itu bergerak melingkari, membelah langit kelam lembah yang mencekam, mematikan semua harapan. Langit terbuka lebar. Aster merasakan pandangannya memburam hebat. Seberkas cahaya putih muncul dari sepasang bola matanya. Sinarnya terlalu terang, membuat Freya membeku, hampir kehabisan napas. "Aster?" Lalu mendengar pekikan keras dari langit. Seperti sebuah suara burung yang sangat besar, membelah awan dengan kedua sayap membentang lebar. Seolah menutupi ujung bumi. Tidak terbatas. Phoenix. Yang Aster rasakan setelahnya adalah dunianya mulai memutih. Sementara Freya mencoba bangun, melihat bagaimana Rodan terbang ketakutan. Menopang tubuh Aster yang lemas dan darah mengaliri kedua lubang hidung sahabatnya. Pemandangan Phoenix yang bisa terlihat jelas dari tenda tiga klan terpilih. Semua orang membeku, melihat bagaimana burung itu membunuh Rodan dalam sekali sapuan sayap sebelum menghilang dan langit di Lembah Kematian meledak. Semua orang terguncang. Siapa yang melakukannya?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook