bc

Your Biggest Fan

book_age12+
1.1K
FOLLOW
7.3K
READ
love-triangle
arranged marriage
scandal
drama
sweet
Writing Challenge
city
lies
wife
actor
like
intro-logo
Blurb

Romance-thriller

Sabelle sungguh mencintai Peter Clark, suaminya yang juga merupakan artis beken. Sayangnya peter menikahi Sabelle diam-diam tanpa diketahui publik, itu karena perintah agensinya agar pamornya tidak turun. Karena masih ingin bebas dan terus melanjutkan profesinya tanpa harus memikirkan keluarganya, maka Peter kabur bersama manajernya, meninggalkan Sabelle dan anak laki-laki mereka yang baru berumur 5 tahun, Shalter lil Clark.

Sabelle berusaha mencari Peter dimanapun termasuk di agensinya, namun yang ia dapatkan hanyalah usiran. karena Stress, anaknya hampir meninggal karena kelalaiannya. Setelah melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya, Sabelle akhirnya membuka lembaran baru tanpa Peter di dalamnya.

Namun, setelah 3 tahun peter menghilang dan hanya muncul di TV saja, kini mereka dipertemukan kembali dengan rasa yang berbeda.

lalu apa yang terjadi selanjutnya? akankah Peter kembali ke dalam keluarga kecilnya atau Sabelle yang menolak karena telah memiliki orang baru dalam hidupnya?

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1
Sabelle menghidupkan televisinya. Hal pertama yang ditampilkan oleh televisi itu ialah Peter Clark, seorang penyanyi terkenal yang tengah memuncaki popularitas. "Peter, kemari!" panggil Sabelle pada suaminya yang mana ialah penyanyi terkenal tersebut. "Ya, aku datang," sahut seorang Pria dari kamar. Sabelle duduk di sofa yang menghadap ke arah tv, bersama anaknya yang sudah sedari tadi duduk--Shalter lil Clark--berumur Lima tahun dan sedang mengunyah potato chips. Seorang pria yang bernama Peter Clark mendekati sofa dan menjatuhkan dirinya di samping anakknya. Peter mengambil keripik yang berada di tangan anaknya. "Daddy, itu punyaku!" kesal anak laki-laki itu. Peter tertawa dan mulai nengambil lagi keripik kentang tersebut. Anaknya, Shalter terlihat marah dan menatap Peter kesal. "I dont want to give you a hug anymore!" kesal Shalter. Sabelle melihat anaknya yang tangannya kini tengah berlumuran bumbu dari keripik kentang tersebut. Menghela napas, Sabelle mengambil tisu dari meja depannya dan membersihkan tangan anaknya. "Tentangku lagi?" sahut Peter saat melihat tampilan TV yang tengah menunjukkan penampilannya di konser seminggu yang lalu. "Ya. Kurasa kau harus lihat beberapa penggemarmu bertengkar di konser kemarin. Mereka bilang, kau melemparkan botol minumanmu pada salah satu seorang penggemar yang mana terjadi perebutan di sana," jelas Sabelle tanpa melihat Peter. Peter tertawa mendengarnya. "Benarkah?" Sabelle mengangguk dan mendongkak untuk melihat suaminya. "Kau masih ingin membuat penggemarmu gila karena tingkahmu? Kemarin kau melempar botol minuman, selanjutnya apa?" omel Sabelle. "Melempar diriku, mungkin ... ." Peter langsung mendapatkan tatapan tajam dari Sabelle. "Kau ingin mati sekarang, huh?" desis Sabelle. Peter terlihat takut. "Kau mengerikan jika berkata seperti itu, sweetheart." "Tentu saja, apa aku cocok untuk ikut casting?" tanya Sabelle sembari mengibas rambutnya. "Kau? Hmm ... ." Peter terlihat berpikir tapi setelahnya menggeleng lemah. "Kurasa tidak," jawab peter kecil. "Apa? Bisa kau ulang sekali lagi?" kesal Sabelle yang membuat tawa Peter kembali terdengar. "Astaga, mereka sepertinya benar-benar menyukaiku." "Tentu saja, kau memiliki suara yang indah, Peter," balas Sabelle dan menatap suaminya dengan senyuman. "Entah mengapa jika kau yang mengatakan hal itu, jantungku berdebar dua kali lipat." Peter memegangi dadanya. Sabelle tertawa. "Bukankah itu menakjubkan? Berarti kita memang sangat cocok untuk menjadi pasangan." Peter mengangguk mengiyakan. Ponsel yang berada di atas meja bergetar tanda panggilan masuk. Peter mengambil benda itu dan terlihat tampilan layar tersebut bertuliskan 'Anne' yang mana ialah manajer Peter di agensinya. Sabelle berdehem, membuat Peter menoleh dan meletakkan kembali ponsel itu di atas meja tanpa mengangkat panggilan tersebut. "Kau sudah berjanji untuk tidak pergi lagi, Peter. Setidaknya berikan waktu untuk keluarga kita seminggu saja," ucap Sabelle pada Peter yang kini tengah menunduk. "Ya, maaf. Hanya saja Anne terus saja meneleponku akhir-akhir ini. Aku sudah bilang padanya jika selama seminggu ini aku akan terus di rumah, tapi kau tahu sendiri ia terus saja gencar membuatku terus di depan tv." Sabelle mengangguk mengerti, ia juga tahu jika pekerjaan Peter mengharuskannya terus berada di TV tapi bukan berarti tidak ada waktu untuknya dan anakknya. Sabelle kadang merasa kesepian saat Peter melakukan konser tournya selama sebulan. "Kau tahu, kurasa Anne memiliki perasaan padamu, Peter," ungkap Sabelle yang sering merasakan hal itu semenjak mereka menikah tiga tahun yang lalu. Peter menatap Sabelle tidak percaya. "Kau berasumsi jika dia terus menelponku maka ia menyukaiku? Sabelle, Itu tidak etis. Dia hanya manajerku dan yang terpenting aku tidak menyukainya." "Aku tahu, tapi apa aku tidak boleh cemburu akan kedekatan kalian? Bahkan kau lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya daripada bersamaku." Peter mengusap wajahnya. "Geez! Sabelle, dia manajerku dan harus ikut kemana pun aku pergi karena dia yang mengatur semuanya. Aku tidak mempersalahkan kau cemburu tapi tidak padanya. Kau mengerti?" jelas Peter. Sabelle hanya mengangguk kecil, walau hatinya tidak menerima. Sabelle tahu bagaimana tatapan Anne menatap Peter, itu terlihat berbeda seolah ada binar berlebih di sana saat mereka berbicara berdua. Peter mengambil tangan Sabelle dan membawanya ke bibirnya untuk ia kecup. "Kumohon, Sabelle. Mengerti aku, aku tidak mencintai wanita selain dirimu," bujuk Peter. Sabelle mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sabelle akhirnya menatap Peter dengan tenang, ia sudah bisa mengendalikan dirinya sekarang. "Baiklah, aku percaya padamu. Tapi kumohon jangan hilangkan rasa kepercayaanku padamu, Peter," balas Sabelle dan menatap Peter memohon. Peter mengangguk. "Tenang saja, kau hanya harus percaya padaku." Sabelle tersenyum. "Mommy, chips lagi, please!" pinta Shalter tiba-tiba. Sabelle menggeleng kecil sembari menatap Shalter dengan tatapan 'tidak'. "Please!" bujuk Shalter yang membuat Peter mencubit pipi anaknya gemas. "Sakit, Daddy!" pekik Shalter pada Peter. Peter membawa Shalter ke dalam pelukannya. "Kau tahu, Shalter. Jika kau terus memakan chips, maka gigimu akan menangis karena kau terus memakannya hingga gigimu kelelahan. Kau tidak ingin gigimu marah karena kau terus menyuruhmu mereka bekerja, 'kan?" jelas Peter dengan baik hingga kini Shalter terlihat takut dan menatap Sabelle. Sabelle mengangguk mengiyakan. "Jika gigimu marah maka kau akan merasakan sakit pada gigimu, Sayang." "Aku tidak mau gigiku marah, Mommy," lirih Shalter sembari menggeleng. "Kalau begitu tidak boleh makan chips dengan banyak, oke?" tanya Peter yang disambut anggukan oleh Shalter. "Anak pintar, kalau begitu jangan lupa untuk gosok gigi habis ini dan tidur dengan cepat sebelum gigimu marah," ucap Peter. Shalter mengangguk dengan cepat dan lepas dari pelukan Peter. Shalter turun dari sofa dan berjalan ke arah kamar mandi. "Mommy, Shalter ingin gosok gigi!" seru Shalter dari dalam kamar mandi. Sabelle dan Peter tertawa kecil melihat tingkah putra mereka. "Kau sangat hebat untuk membuatnya berhenti melakukan  sesuatu," ucap Sabelle yang terdengar seperti pujian. "Aku ayahnya, tentu saja aku hebat," balas Peter dengan nada bangga. Sabelle mencibir lalu bangkit dari duduknya untuk menemui Shalter yang tengah menunggu di kamar mandi. Ponsel yang berada di atas meja kembali bergetar. Nama 'Anne' kembali menghiasi layar ponsel milik Peter. Peter mengambil ponsel itu dan mematikan ponselnya sehingga bunyi panggilan itu tidak akan kembali terdengar. Setelah itu ia bergabung bersama Sabelle dan Shalter di kamar mandi. "Daddy, aku bisa menggosok gigi sendiri!" Riang Shalter sembari menunjukkan kegiatannya pada Peter. Peter mengangguk. "High five untuk putraku!" Peter memberikan telapak tangannya pada Shalter yang disambut baik oleh putranya. "Mommy tidak?" tanya Sabelle dengan nada cemburu. Shalter mengangkat tangannya dam Sabelle segera menempelkan tangannya pada telapak tangan Shalter hingga bunyi 'plak' terdengar meriah di kamar mandi tersebut. "Sudah!" pekik Shalter saat ia menyelesaikan gosok giginya. Peter segera membawa Shalter ke dalam gendonggannya dan membawa putranya ke kamar. Peter membaringkan Shalter di kasur dan menarik selimut sampai ke d**a Shalter. "Ingat untuk berdoa sebelum tidur dan jangan lupa untuk ...?!" "Memimpikan Mommy dan Daddy!" balas Shalter. Peter tersenyum. "Great! Seratus untukmu. Sekarang ingin tidur langsung atau ingin Daddy menyanyi untukmu?" "Singing!" ucap Shalter riang. "Baiklah kalau begitu Daddy akan menyanyikan lagu twinkle-twinkle little star, kau mau?" "Yes!" "Baiklah. Twinkle-twinkle little star how are you ... ." Sabelle yang sedari melihat kedekatan Peter dan Shalter membuat hatinya menghangat. Jika saja Peter bisa terus seperti ini setiap hari mungkin Shalter akan terus bahagia. Shalter tampak menutup matanya dan Peter menghentikan nyanyianya. Peter mengecup puncak kepala Shalter sebelum bangkit dan mematikan lampu kamarnya. Peter menutup pintu kamar Shalter dengan pelan dan kini menatap Sabelle dengan pandangan nakalnya. "Tidak ada lagi yang bisa menganggu kita, Sayang," ucap Peter dengan nada tersirat. Sabelle merentangkan tangannya. "I'm yours," ucapnya dan membiarkan tubuhnya diangkat dan dibawa Peter ke kamar. Peter menjatuhkan tubuh Sabelle di kasur. "Wait for me," ucap Peter. Peter berjalan mematikan lampu juga menutup pintu dan mereka memulai permainan nakal mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

My One And Only

read
2.2M
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook