bc

Teror

book_age18+
1.7K
FOLLOW
6.3K
READ
tragedy
scary
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Dita pulang ke kampung halamannya dengan tujuan menjual rumah peninggalan kakeknya.

Namun, apa yang ia temukan di sana tidaklah seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Rumah itu memiliki misteri yang harus dipecahkan.

Bersama temannya, Dita berusaha memecahkan misteri itu. Sementara kejadian-kejadian gaib terus mewarnai petualangan mereka.

chap-preview
Free preview
Berawal dari Sini
Ada yang diam-diam memerhatikan .... *** Gadis bernama Dita hanya bisa diam membeku ketika rumah yang kini berdiri tepat di hadapannya benar-benar seperti rumah hantu. Sungguh, ini tak seperti perkiraannya semula. Bayangan mengenai uang banyak yang mungkin segera berada di genggaman, kini menguap tak bersisa. "Ya, ini rumah peninggalan kakekmu." Ucapan pamannya semakin membuat semangat Dita surut. "Lokasinya cukup terpencil, apa jika rumah ini dijual, akan cepat laku?" "Dijual? Kamu ke sini dengan tujuan itu?" Dita mengangguk. "Iya, Paman. Aku kan lagi butuh uang." "Tapi, menurut Paman, sebaiknya tidak dijual. Biarkan saja." "Ha? Dibiarkan? Dibiarkan bagaimana?" "Ya, biarkan saja. Lihat saja, Ta. Memangnya, rumah ini bisa laku?" "Ah, pokoknya aku akan jual. Laku gak laku, itu urusan belakangan. Jaman sekarang, apa-apa itu pasti laku. Di aplikasi online aja banyak yang jual barang-barang aneh, dan laku-laku aja, Paman. Nah, apalagi rumah. Meskipun udah lama gak terawat, bukan berarti gak layak, kan?" Pamannya hanya diam. Ia sebenarnya benar-benar tidak setuju jika rumah tersebut dijual dan lebih jauh lagi, ditinggali oleh manusia. "Gimana, Paman? Aku bisa benahi rumah ini." "Enggak, Dita. Jangan, mending jangan dijual. Kamu tinggal bareng paman sama bibi aja untuk sementara. Soal modal, nanti paman akan cari pinjaman." Dita menggeleng cepat. "Enggak, Dita gak mau ngerepotin terus. Paman tenang aja, aku bakalan bikin rumah ini jadi lebih bersih dan layak. Aku yakin, rumah ini akan terjual nantinya." Pamannya bingung harus mengatakan apa. Sebuah alasan kuat yang ingin disampaikannya, seakan diam saja di kerongkongan, tak bisa mulutnya mengucapkan. Ia sudah berjanji kepada kakek Dita untuk tidak mengatakan apa-apa. Dan lagi, itu memang sudah hak Dita sebagai pewaris rumah. Kakeknya hanya ingin Dita yang memiliki rumah tersebut. Itu bahkan sudah ditulis dalam sebuah surat. "Nanti aku mungkin bakalan pinjem alat buat bersih-bersih ke paman. Atau di rumah ini udah ada, ya?" "Kayaknya kalau sapu, atau barang-barang kebutuhan masih ada. Cuma mungkin udah kotor semua, atau udah lapuk." "Ah, gak apa-apa, Paman. Yang penting masih bisa digunakan. Ntar aku pikirin caranya biar semuanya lebih gampang lagi." "Oke, Paman bantuin kamu buat beres-beres, ya?" "Ah, gak usah. Paman pulang aja. Biar aku yang urus." Pamannya menatap cemas kepada Dita. Akan tetapi, Dita memasang wajah ceria dan segera melangkahkan kaki hingga mencapai pintu utama rumah. "Udah, Paman. Paman pulang aja!" Pamannya mengangguk dan berbalik. Ia terus melangkah dengan pikiran yang entah ke mana. Ada sesuatu di rumah itu. Dan sayangnya, Dita tidak tahu apa-apa. Dita melangkah santai dan tepat ketika ia memasukkan kunci, membuka pintunya, Dita merasakan hal lain. Hawa dingin menyeruak sampai ke tulang. Aroma khas ruangan yang telah lama ditinggalkan begitu tercium dengan jelas. "Dita ...." Dita menengok ke belakang. Kembali ke luar. Memastikan bahwa suara tadi berasal dari pamannya. "Paman?" tanyanya sedikit lebih keras. Namun, tak ada jawaban. Pamannya memang tidak mungkin masih berada di sana. Lokasi rumah sang paman pun memang cukup jauh. Dita yang masih berada di luar, mencoba menelaah lebih jauh ke sekitar. Tak ada satu pun rumah yang berdekatan dengan rumah kakeknya itu. Dita melihat lebih jauh lagi, ada satu rumah, dan itu sedikit membuatnya cukup lega. Ya, setidaknya dia masih memiliki tetangga. Lagipula, selama ini, Dita bukanlah gadis cengeng yang penakut. Ia sudah terbiasa hidup mandiri di ibukota. Ia bahkan merasa lebih takut dengan ulah jahat manusia dibandingkan dengan ulah hantu. Lebih jauh lagi, gadis itu sebenarnya tidak percaya akan kehadiran sosok mahluk halus. Baginya, semua hal di dunia ini pastilah realistis. Semua hal yang sering digembor-gemborkan orang-orang tentang hantu dan semacamnya, bagi Dita tidaklah masuk akal. Dita kembali masuk ke dalam rumah setelah yakin kalau suara ada orang yang memanggil namanya, murni hanya salah dengar belaka. Tidak ada siapa-siapa di rumah itu selain dirinya. *** Dita mendapatkan sapu di sudut ruangan. Semua perabotan rupanya tidaklah terlalu berdebu. Ini dikarenakan hampir semuanya, seperti kursi, lemari, bahkan beberapa barang elektronik ditutupi oleh kain putih. Gadis itu memasukkan baju dan barang-barangnya ke dalam lemari di salah satu kamar. Ada sekitar tiga kamar di rumah tersebut. Sebenarnya, isi rumahnya betul-betul masih sangat bagus. Lantai keramiknya juga begitu mewah. Hanya saja, debu dan kotoran yang menutupi cukup tebal. Dita merasa ia tidak bisa membereskan semuanya sekaligus. Ia kelelahan, padahal ia hanya menyapu ruang tamu dan kamar depan yang kini ditempati olehnya. Dita menyibak kain yang menutupi tempat tidur. Kemudian ia juga mengganti seprainya, menyemprotkan pengharum ruangan ke sekeliling kamar, dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Dita menghela napas dan menatap langit-langit kamar. Dita kembali meyakinkan dirinya bahwa rumahnya ini bida dijual. Toh, hanya bagian luarnya saja yang harus dibenahi. Bagian dalamnya masih sangat bagus. Hanya perlu dibersihkan saja. Namun, mengingat Dita hanya sendirian dan tak mau merepotkan sang paman, tentu saja itu akan memakan waktu yang tak sebentar. Apalagi setelah perjalanannya dari Jakarta, Dita masih kelelahan. Gadis itu hampir memejamkan matanya ketika sering ponsel membuatnya sedikit terkejut. "Halo, Ren." Dita menyapa seseorang yang menghubunginya. Di layar ponsel tertera sebuah nama, 'Rena'. "Udah nyampe, Ta?" "Iya, udah. Tadi ke rumah pamanku sebentar buat makan dan ngobrol-ngobrol, terus aku langsung minta buat nunjukkin rumahnya. Ini aku lagi di kamar rumahnya. Agak sejuk, loh. Malah kelewat sejuk. Soalnya mungkin deket sama pohon-pohon." "Wah, terus-terus? Kira-kira bakalan cepet laku, gak?" Dita mengembuskan napas berat. "Belom tahu, lah. Lagian kayaknya bakalan agak lama prosesnya." "Loh, kok lama? Kenapa?" "Gini loh, Ren. Rumah ini tuh udah gak keurus. Mungkin sekitar dua apa tiga tahunan lah, ya. Banyak debu-debu. Pokoknya di luarnya tuh gila banyak banget lumut sama tanaman liar. Tapi aku kaget di dalemnya tuh ternyata masih bagus." "Oh, iya. Tapi kan kalo orang lihat sesuatu yang mau dijual, pasti yang dilihat luarnya dulu, kan." "Iya, itu maksudku. Apalagi aku belum lihat bagian belakangnya juga. Pokoknya aku bener-bener belum secara menyeluruh lihat-lihat rumahnya." "Oh, oke kalau gitu. Baik-baik di sana ya, Ta. Kabarin aku lagi nanti. Jangan lupa." "Iyaa. Kamu juga sehat-sehat sama debay yang di dalem perut." "Iya. Udah dulu, ya." "Oke." Telepon ditutup. Dita kembali mencoba memejamkan mata. "Dita ...." Suara itu datang lagi. Kali ini, lebih jelas. "Siapa?" tanya Dita, disusul suara barang jatuh terdengar dari arah dapur. []

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
835.7K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Hubungan Terlarang

read
500.2K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

LIKE A VIRGIN

read
840.2K
bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

YUNA

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook