bc

After 9 Years

book_age18+
15.5K
FOLLOW
94.2K
READ
arrogant
manipulative
sensitive
independent
CEO
drama
sweet
bxg
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Sekuat apapun sepasang kekasih saling mengikat, akan sia-sia jika salah satu melepaskannya.

Kekuatan cinta dinilai bukan hanya dari lamanya sebuah hubungan. Namun, sejauh apa komitmen dua insan yang sedang merajut aku dan kamu menjadi kita. Waktu 9 tahun dengan ritme hubungan yang naik turun tak juga membuat mereka berjodoh di pelaminan.

Definisi menjaga jodoh orang lain patut disematkan kepada Rara, panggilan akrab Alana Liora Gantari. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 28 tahun, ia mendapatkan kado sebuah kartu undangan pernikahan dari mantan pacarnya. 

Bukan perkara kandasnya hubungan yang Rara permasalahkan, tetapi dengan siapa Nanda akan menikah membuatnya merasa telah menjadi orang terbodoh di dunia. Adalah Prita, sahabatnya sejak di bangku sekolah yang akan menjadi pendamping hidup Nanda. 

Bagaimana Rara menjalani hari-harinya dengan keterpurukan yang menemani sepanjang langkahnya? Apakah kehadiran seorang Tara, pemilik perusahaan tempat Rara bekerja akan mampu mengobati luka hati yang terlanjur dalam?

chap-preview
Free preview
Resah dan Gelisah
Siang itu, Rara sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Dia pun mengabaikan beberapa notifikasi pesan singkat yang masuk ke ponselnya. Ketika rasa lapar mulai menyerang perutnya, Rara pun memutuskan untuk mengajak sahabatnya makan siang dulu. Ia mendatangi kantor Prita yang berada di lantai tiga. Kebetulan mereka bekerja di gedung yang sama, walaupun berbeda lantai. Prita yang merupakan sahabat Rara sejak SMP, tampak fokus di meja kerjanya. Kedua tangannya masih sibuk memilah kertas-kertas yang berantakan di atas meja. Rara pun tanpa ragu mendekatinya sambil menenteng dompet dan ponselnya. “Ta, makan siang ndek mana?“ tanya Rara sambil melirik layar ponselnya. Ada beberapa pesan singkat dari seseorang yang memenuhi hatinya beberapa tahun ini. Senyuman tipis menghiasi wajah cantik Rara. “Aku pengen lalapan di belakang, yang pedes gitu. Piye?“ tanya Prita meminta pertimbangan Rara. “Oke, pas banget lagi ngantuk,“ ucap Rara. Ia dan Prita berjalan keluar kantor, beriringan menuju lobby belakang gedung berlantai delapan tersebut. Terdapat banyak warung makan yang bisa dipilih untuk keduanya makan siang. “Jumat juga akhirnya, mau kemana sama Nanda?“ Prita seperti biasa menanyakan jadwal weekend sahabatnya. “Gak tahu, Mas Nanda belum ngomong apa-apa,“ jawab Rara. Mereka sudah duduk di kedai lalapan langganan para karyawan yang bekerja di sekitar tempat tersebut. Entah mengapa, Rara mulai curiga terhadap sahabatnya. “Beneran gak bisa cuti ya, Ra?“ Prita mempertanyakan rencana cuti bulan depan. Kebetulan keduanya berasal dari kampung halaman yang sama. “Gak bisa, kerjaan numpuk dan boss minta stay dulu,“ jawab Rara sedih. Sejatinya ia juga ingin pulang ke Malang untuk melepas kangen dengan ibu dan adiknya. Rara menjeda makannya karena Nanda sudah kesekian kalinya mengirimkan pesan singkat. “Lagi makan sama Prita, di lalapan belakang. Mas jangan telat makan,“ jawab Rara mengakhiri rentetan pesan yang dikirimkan oleh Nanda. “Ya udah, nanti aku jemput mau makan dimana?“ tanya Nanda kepadanya. “Mie ramen, tempat biasa,“ jawab Rara. “Oke.“ Nanda mengakhiri obrolan pesan singkatnya dengan Rara. Sementara itu, Prita pun juga melakukan hal yang sama. Ia ingin memastikan janji pria yang dicintainya bukan hanya bualan semata. Ia mengirimkan pesan singkat sekedar mengingatkan. Namun bagi pria tersebut seperti sebuah tekanan. “Pokoknya Mas harus cepet putusin, gak mau tahu!“ pesan singkat Prita kepada kekasihnya. “Kamu kasih saya waktu, jangan seperti anak kecil dong,“ jawabnya kepada Prita. “Udah terlalu lama waktunya, orang tua kita udah sepakat juga, lalu apa yang Mas tunggu?” Akhir-akhir ini, Rara melihat ada yang berbeda dengan sahabatnya, namun ia enggan untuk bertanya jika Prita sendiri tidak memberitahu terlebih dahulu. Hatinya gelisah entah karena apa, Rara pun masih mencari tahu ada apa dengan perasaannya. Ia merasakan sesuatu yang berbeda antara Nanda dan Prita, tapi ia tidak mau berpikir yang tidak-tidak. Rara yakin, keduanya tidak akan mengkhianatinya. Obrolan di sela waktu makan siang seperti ini sudah lama mereka lakukan. Rara yang sedang sibuk dengan jabatan barunya dan Prita yang baru saja mendapatkan kenaikan gaji. Keduanya sukses di bidang masing-masing dengan cara yang berbeda, Rara harus jungkir balik untuk mendapatkan jabatannya dan Prita yang mendapatkannya dengan mudah karena relasi orang tuanya turut membantu kariernya. Jam makan siang pun usai, Rara dan Prita berpisah di lift lantai 3. Rara yang kantornya berada di lantai 7 kembali ke ruangannya, menyelesaikan pekerjaan. Hingga menjelang sore, Rara yang lebih sering lembur memilih pulang tepat waktu. “Pak, saya duluan. Data udah saya email lengkap,“ kata Rara kepada atasannya melalui sambungan telepon. “Trims, Ra. Happy weekend.“ Vano adalah atasan langsung Rara di kantor. Nanda sendiri, ia sudah menunggu kekasihnya di parkiran gedung. Mereka sudah terbiasa menghabiskan waktu bersama sewaktu pulang kerja. “Makan malam dimana sayang?“ Nanda membantu Rara membukakan pintu mobilnya. “Apa aja lah, terserah.“ Rara tersenyum salah tingkah dengan perlakuan manis Nanda. “Kayaknya capek banget kamu,“ kata Nanda. Ia mengelus puncak kepala Rara. Keduanya sudah dalam perjalanan menuju salah satu mall. “Aku pengen spa, Mas. Besok kemana?“ Rara bertanya mengenai acara weekend nya kali ini. “Di apartemen aja gimana? Aku kangen sama masakan kamu,“ jawab Nanda. “Ya udah besok dibuatkan makan siang, mau dibuatin apa?“ Rara terlihat antusias, rasanya ia sudah dua bulan lebih tidak melakukan kegiatannya yang satu itu. “Apa aja lah, terserah kamu. Yang penting dimasakin,“ kata Nanda. Ia sedang bergumul dengan padatnya jalanan ibukota. Tiba di mall, keduanya bergandengan tangan memasuki kedai mie ramen favorit Rara. Mengantri beberapa waktu, akhirnya mereka mendapatkan makan malamnya. “Kamu beneran gak bisa cuti? Bukannya janjian sama Prita?“ tanya Nanda basa-basi. “Ya gimana, Pak Vano minta stay dulu. Lagian masih banyak kerjaan dari orang lama yang gak bener, mau gak mau,“ kata Rara sebelum menyeruput kuah mie nya. “Kamu dekat juga ya sama Vano?“ pertanyaan bernada cemburu dilontarkan Nanda kepadanya. Rara hanya menanggapi santai, waktu hampir sembilan tahun bersama membuatnya memahami karakter pasangannya. “Ya seperti Mas Nanda sama Prita, kayak gak tahu aja sih,“ ucap Rara santai. Deg… Hati Nanda bergetar ketika Rara menyebutkan nama Prita. Namun, sebisa mungkin ia mengendalikan diri. Ia memutuskan akan berbicara dari hati ke hati dengan Rara esok hari di apartemen miliknya. Sepertinya Nanda gagal lagi menyampaikan keinginannya, malam ini ia tidak akan merusak suasana nyaman diiantara mereka. **** Hari yang cerah, setelah pulang dari pasar tradisional, Rara segera bersiap ke apartemen Nanda. Ia sudah mempersiapkan bahan untuk menu makan siang kekasihnya itu. “Masih tidur pastinya,“ gumam Rara ketika memencet tombol sandi masuk ke apartemen Nanda. Ya betul, waktu sudah hampir jam 10 pagi, namun Nanda masih bergelut dengan kasur dan selimutnya. Rara hanya menengok sedikit ke dalam kamar pria tersebut lalu menuju dapur, mempersiapkan makan siang dengan menu yang sudah disepakati dengan Nanda semalam. Rara mulai memasak, aroma bumbu rempah-rempah menyeruak di ruangan tersebut. Kamar Nanda yang sengaja Rara buka lebar-lebar belum menunjukkan tanda-tanda pemiliknya sudah bangun. Tiba-tiba sebuah pelukan dari belakang mengejutkan Rara, ia terlalu fokus memasak sehingga tidak menyadari kehadiran Nanda. “Mas!“ Rara berteriak terkejut. “Maaf-maaf,“ ucap Nanda sambil tertawa puas. “Mandi sana! Bentar lagi matang ini makan siangnya, cepat.“ Rara mengusir Nanda dari dapur. “Siap kanjeng ratu,“ kata Nanda. Ia berlari masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Makan siang bersama keduanya jalani untuk menjaga kualitas hubungan yang sempat naik turun. Kepastian yang ditunggu oleh Rara kembali akan ia pertanyaan. Umur dan desakan ibunya turut mempengaruhi keputusannya kali ini.“Mas, gimana?“ tanya Rara memulai obrolan serius. Keduanya berada di balkon untuk menikmati cemilan yang dibawa Rara dari apartemennya. “Kamu gak percaya sama aku? Aku dah minta sebagai kado ulang tahunku bulan lalu. Tapi kamu nolak, Ra!“ seru Nanda. Rara memang wanita konvensional yang masih memegang adat ketimuran. Hal yang menurut Nanda sudah Kuno. “Mas Nanda masih mempermasalahkan hal itu? Kita udah sama-sama berapa tahun? Apa gak sebaiknya kita akad dulu?“ tanya Rara memandang intens Nanda yang memalingkan wajahnya. Ia menatap langit siang hari yang masih terik. “Justru udah lama, Ra. Dengan cara ini aku berharap orang tuaku setuju dengan pernikahan kita. Sedikitlah berkorban untuk kita,“ ucap Nanda. Ia duduk memegang kedua tangan Rara yang saling bertautan karena cemas. “Aku udah janji sama ibu, Mas. Maaf, Rara gak bisa untuk yang satu itu,“ kata Rara lirih. Ia menunduk tak kuasa membayangkan wajah kecewa Nanda. “Aku juga terdesak, Ra. Ibu sudah siapkan wanita yang harus kunikahi. Makanya mas minta kamu berkorban sedikit, toh mas akan nikahin kamu,“ kata Nanda meyakinkan Rara kembali. Rara menggeleng, ia tidak mau melanggar janjinya kepada sang ibu. Sekelebat wajah sayu ibunya hadir membuatnya tidak bisa menuruti keinginan pria yang sudah bersamanya sejak masih sekolah. “Maafin aku, Ra. Sepertinya hubungan ini gak ada harapan. Kamu gak mau berusaha dan aku terjepit keadaan.“ Nanda menghela napasnya berat. Sepertinya kata-katanya sudah ia susun lama namun sulit untuk ia ucapkan agar terdengar tidak menyakitkan. “Jadi, Mas terima perjodohan itu?“ tanya Rara dengan suara bergetar. Air matanya keluar tanpa permisi membasahi pipi mulusnya. Keluarga Nanda memang tidak menyukai Rara karena tidak sederajat dengan Nanda yang berasal dari keluarga pejabat tinggi di daerahnya. Inilah yang Rara takutkan, hubungannya sia-sia dan dia sebagai wanita dirugikan. “Maaf, Mas sudah terlalu lelah meminta restu orang tua, jalan pintas yang kutawarkan pun kamu tidak mau, lalu apalagi yang harus dipertahankan,“ ucap Nanda dengan berat hati. “Mas jahat!“ Rara tak kuasa menahan tangisnya, Nanda yang berusaha menenangkan ingin memeluk pun ditolaknya. Sekian waktu Rara berusaha menguasainya dirinya, hingga dia siap untuk meninggalkan apartemen kekasihnya. “Aku antar pulang ya?“ Nanda berusaha meraih jemari tangannya namun Rara menghempaskan. “Gak usah, aku bawa mobil.“ Rara berdiri dari duduknya dan mengambil handbag miliknya, ia ingin segera pergi dari apartemen Nanda. “Ra, jangan gini. Kamu gak boleh nyerah, percaya sama aku ya?“ Nanda berusaha menahan kepergian Rara. “Gak, Mas. Maaf, aku gak bisa,“ ucap Rara melepas pegangan tangan Nanda. Akhinya, ia bisa keluar dari apartemen pria yang sudah sembilan tahun bersamanya. Rara berjalan gontai setelah keluar dari gedung apartemen menuju parkiran. Ia merasa Tuhan tidak adil padanya, banyak pertanyaan berkecamuk di hatinya. Apakah Nanda selama ini menyayanginya atau tidak ataukah memang dia yang terlalu naif. Rara sampai di apartemennya disambut oleh derasnya hujan yang mengiringi, semesta seakan tahu apa yang ia rasakan. Lamunannya dibuyarkan oleh sebuah notifikasi pesan singkat dari ponselnya, ia duduk di sofa sudut yang dianggapnya ruang tamu, apartemen studio miliknya memang tidak seluas milik kekasihnya ataupun Prita sahabatnya, namun cukup nyaman untuk ditempati. “Siap, Pak. Saya siap gantikan Bapak ke Singapore,“ jawab Rara kepada Vano. General manager di kantornya memintanya menggantikan untuk menghadiri meeting dengan pemilik perusahaan. Rara memilih menghindar sejenak, hatinya hancur. Bahkan, ia berencana meminta waktu cuti kepada atasannya. Perjalanan dinas ke Singapore dapat ia manfaatkan untuk sejenak menjauh. “Extend dua hari boleh ya Pak? Saya butuh liburan,“ kata Rara keesokan harinya menjawab pesan singkat dari Vano. “Kamu bilang sendiri sama Pak Tara, kalau dia ijinkan, silahkan,“ jawab Vano kepadanya. “Oke, makasih, Pak,” jawan Rara kepada Vano. Kini, Rara sudah berada dalam perjalanan ke bandara.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook