bc

Dear, Kakak Ipar

book_age16+
1.3K
FOLLOW
11.3K
READ
love-triangle
friends to lovers
goodgirl
CEO
single mother
drama
bxg
city
lonely
wife
like
intro-logo
Blurb

Riri tidak pernah menyangka akan menerima permintaan ibu mertuanya untuk menikah dengan adik iparnya, Rayhan setelah suaminya Arka meninggal dunia setahun yang lalu. Rayhan yang terlihat menyayangi dan begitu menjaga Aira, buah hati Riri dan Arka membuat pintu hati Riri terketuk untuk menerima Rayhan.

Rayhan yang baru saja putus dari mantan pacarnya yang tega meninggalkannya saat mendekati rencana pernikahannya pun merasa trauma. Tapi melihat Riri dan Aira, justru membuatnya bahagia tanpa ia sadari. Rayhan yang tadinya melihat Aira sebagai keponakannya dan melihat Riri sebagai adik iparnya justru mulai merasa menyayangi keduanya dan ingin melindungi keduanya.

Apa Riri dan Ray mampu menjalani pernikahan mereka ditengah kesulitan mereka untuk melupakan masa lalu mereka masing-masing?

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Suara gemericik air terdengar begitu Riri tengah berwudhu selepas memastikan Aira tidur nyenyak di kamarnya. Suara azan magrib terdengar lantang, membuat Riri segera ingin menunaikan sholat untuk melaksanakan kewajibannya. Selepas berwudhu dan berdoa, Riri langsung menaruh sajadahnya diatas lantai. Sajadah berwarna maroon yang menjadi favorit orang spesial di hati Riri. Riri melirik Aira sekilas yang masih tertidur nyenyak. Bayi berumur hampir satu tahun itu tengah tertidur pulas setelah Riri menyusuinya tadi. Riri memakai mukenanya dan mulai menunaikan ibadah sholat magrib. Dirinya begitu khusyuk dari awal hingga salam. Sampai pada ia memohon ampun dan berdoa di dalam hatinya. Aku bukan perempuan sempurna, Bukan manusia tanpa dosa, Bukan ibu yang amat solehah. Aku hanya perempuan yang berusaha lebih baik setiap harinya. Doa ditutup saat Riri sudah meneteskan airmatanya begitu melihat foto yang tergantung di dinding, di hadapannya. Foto kebersamaannya dengan Arkana. Suaminya yang meninggal tepat satu bulan setelah ia melahirkan Aira. Buah hati mereka. Riri merindukan Arka. Riri ingin bercerita pada Arka tentang banyak hal. Tentang kebahagiaannya mengurus dan merawat Aira, tentang bagaimana ia berusaha menjadi wanita kuat disamping hatinya yang rapuh. Tentang bagaimana hidupnya tanpa Arka disisinya. Tapi mungkin, Tuhan lebih menyayangi Arka. ** “Ri….udah makan?” Dewi, Ibu mertua Riri muncul dari balik pintu begitu Riri tengah asyik menatap wajah Aira yang tertidur. Riri langsung bangun dan mendekati Ibu Mertuanya. “Belum, Ma. Mama mau makan sesuatu? Biar Riri masakin.” ucap Riri berinisiatif. Walau dirumah ada pembantu rumah tangga, tetap saja, Riri tak mau banyak merepotkan orang. Apalagi ini rumah keluarga mendiang Arka suaminya. Riri merasa tak enak. “Gausah, Aira nanti gimana?” “Gak apa-apa, Ma. Aira kan udah tidur. Jadi Riri bisa masakin sesuatu buat makan malam.” “Yaudah, nanti gantian Mama yang jaga Aira dikamar gimana?” usul sang Mama mertua. Riri mengangguk lalu mengambil ikat rambutnya yang ada di dalam lemari lalu mengikat rambutnya dengan model ponytail. “Riri masak dulu ya, Ma.” ucap Riri lalu membiarkan Dewi menjaga Aira yang masih tertidur pulas. ** Udang saus padang, cah kangkung, dan cumi asam manis menjadi hidangan makan malam yang sengaja Riri buatkan untuk mertuanya serta adik iparnya, Septrina. Walau sudah merasa lelah karena mengurus Aira seharian, tak serta merta membuat Riri menjadi malas untuk sekedar menyalurkan hobi memasaknya. Riri bahkan sempat bercita-cita ingin membuka sebuah restoran dahulu. Tapi harapannya pupus begitu Arka pergi meninggalkannya untuk selamanya. Hal terpenting untuk Riri sekarang hanyalan Aira. Seluruh hidupnya hanya untuk Aira. Buah hatinya bersama Arka. “Mba Riri masak apa?” Muncul Septrina yang baru saja keluar dari kamarnya setelah seharian belajar untuk ujian masuk universitas. Riri yang melihat wajah suntuk Trina pun langsung tersenyum dan memperlihatkan piring berisi udang saus padang kesukaan Trina. “Wah! Beneran buat Nana?” tanya Trina dengan wajah antusiasnya. “Bagi-bagi untuk Mama sama Papa juga.” kata Riri lalu menaruh piring tadi keatas meja makan. “Mba Riri udah tau belom? Mas Ray besok mau pulang loh! Nana yang bakal jemput ke bandara.” Nana berbicara sambil mengunyah cumi asam manis yang baru diambilnya. Riri mengernyit sebentar. “Loh, cepet banget. Emangnya Ray ada acara apa pulang kesini? Bukannya biasanya pulangnya cuma di akhir tahun aja?” Riri mulai antusias ketika Trina membicarakan Ray. Rayhan Tri Munaf. Adik dari Arka yang bekerja sebagai arsitek di kota Surabaya. Selain seorang arsitek, Ray juga diketahui hobi balapan motor. Ray sendiri adalah teman Riri semasa SMA. Riri dan Ray saling mengenal karena mereka satu sekolah namun berbeda kelas. Ray juga salah satu siswa most wanted zaman SMA dulu. Tapi Ray lulus dan menetap di Surabaya setelah diterima oleh salah satu universitas negeri di kota Jawa Timur. Ray akhirnya meneruskan karirnya disana sampai sekarang. “Mas Ray katanya ada urusan disini. Mungkin dapet project di Jakarta.” jelas Trina. Riri hanya manggut-manggut saja. Riri pernah bertemu Ray beberapa kali setelah lulus SMA. Saat hari pernikahannya dengan Arka dan saat Arka meninggal. Hanya 2 kali. “Mas Ray bilang, penasaran mau ketemu Aira. Masa omnya belum pernah jenguk sama sekali.” celotek Trina lagi. Kali ini sasarannya adalah cah kangkung yang rasanya gurih di lidah yang menjadi santapan Trina. “Jadi repot-repot tuh Na, kakakmu.” kata Riri sambil terkekeh. “Biarin. Nana udah bilang, kalo kesini mbok ya bawa hadiah buat keluarganya. Jangan dateng pake tangan kosong!” kata Trina blak-blakan. Riri hanya tertawa pelan sambil berjalan ke kamarnya untuk memanggil Mama mertuanya. ** Acara makan malam berlangsung ramai karena Trina berceloteh tentang kehidupan di sekolahnya yang menurutnya menyebalkan karena tumpukan tugas. Bahkan Trina sempat mengeluh dan mengatakan ingin menikah saja untuk menyelesaikan segala permasalahan di hidupnya yang kini harus ia jalani. “Nikah, nikah. Emang udah ada jodohnya yang mau ngelamar kamu, Na?” balas Papa Mertua Riri, Rahman. “Ya dicari dong, Pah. Emang Papa sama Mama ngga ada kenalan buat Trina gitu?” tanya Trina balik. “Kalo Mama sama Papa sih cariin calonnya bukan buat kamu. Tapi buat kakakmu! Mama heran, kenapa Rayhan ngga pernah sekalipun kedengeran punya pacar atau kenalin perempuan ke Mama atau Papa.” celetuk Dewi sambil menyantap makanan di piringnya. Riri yang mendengar hal itu otomatis tertawa pelan. “Dulu jaman SMA, yang naksir Ray tuh banyak banget loh Ma.” seloroh Riri. Dewi mengernyitkan dahinya. “Serius? Kok satu pun ngga ada yang nyantol sama si Ray?” jawab Dewi seakan tak percaya. Rayhan adalah anak laki-laki dirumah yang tak pernah sekalipun mengenalkan perihal perempuan kepada keluarganya. Bahkan untuk sekedar bercerita tentang perempuan yang dikencaninya saja tidak pernah. Sampai kedua orangtuanya kebingungan dan sempat berpikir bahwa Rayhan agak melenceng. Tapi Rayhan menegaskan jika ia normal. Buktinya Rayhan nge-fans banget sama Girlband TWICE. Trina tak sengaja memergoki saat Rayhan asyik menonton Music Video milik TWICE di Youtube yang wajahnya berseri-seri. Setelah itu, Rayhan baru mengaku jika dia sudah menjadi ONCE sejak lama. “Iya, bahkan salah satu temen deket Riri pernah nembak Ray waktu di sekolah. Tapi ditolak sih. Ray emang keliatan kejam banget kalo ada perempuan yang nembak dia langsung. Ngga pake babibu, langsung ditolak mentah-mentah sampe cewenya nangis.” jelas Riri sambil mengingat-ingat salah satu temannya yaitu Miranda yang kala itu terang-terangan menyatakan cintanya pada Rayhan saat masa SMA dulu. Riri jadi tertawa sendiri karena akhirnya dirinya menjadi kakak ipar Rayhan sekarang. “Bener-bener ya itu anak. Dari dulu, kalo sama perempuan emang jutek aja. Liat sekarang, mana ada yang mau sama dia kalo dianya jutek sama galak begitu.” cerocos Dewi sambil menggelengkan kepalanya. “Mungkin, Ray lagi cari yang bener-bener cocok di hati. Susah loh, Ma cari orang yang bener-bener klik dan pas untuk dijadiin pendamping hidup.” balas Rahman mencoba membela Rayhan. “Cari yang klik, atau cari yang sempurna sih Pah? Heran Mama.” “Aduh, Mama Papa. Nanti kalo Mas Ray udah pulang jangan diribetin sama pertanyaan macam ini ya. Bisa-bisa Mas Ray ngambek terus langsung pulang lagi ke Surabaya.” Trina terkekeh melihat kedua orangtuanya yang kini saling berdebat perihal jodoh Ray yang tak kunjung datang. Padahal awalnya, mereka sedang membicarakan mengenai kehidupan Trina dan keinginan Trina untuk menikah saja. “Mas mu kalo ngga diomongin, bisa-bisa dia makin lupa.” balas Dewi tak mau kalah. “Ma, jodoh itu akan datang pada waktunya. Tenang aja.” sahut Riri sambil tersenyum. “Kalo ngga berusaha dan cuma mengharap datang, ya sampe kapanpun juga ngga akan ada, Ri.” ucap Dewi lagi-lagi tak mau kalah. Riri hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil dan melanjutkan kegiatan makannya. ** Laki-laki bertubuh atletis dengan warna kulitnya yang sedikit menggelap akibat panasnya udara di Surabaya, berjalan sambil menggeret kopernya untuk keluar dari pintu kedatangan. Wajahnya tegas, tampan, sedikit brewok tipis dan hidung mancung. Tingginya yang mencapai 176cm mungkin bisa menjadi alasan perempuan hobi berada di samping laki-laki ini. Dia Rayhan, yang kini tengah mencari sosok yang akan menjemputnya menuju rumah kedua orangtuanya. Rayhan melepas kacamata hitamnya dan mencari sosok itu. “Mas Ray!” teriak Trina kegirangan setelah berhasil menemukan Rayhan di tengah kerumunan orang. Rayhan tersenyum tipis dan berjalan kearah Trina. “Lama banget!” gerutu Trina sebal setelah hampir 1 jam menunggu. “Bagasinya lama. Oleh-oleh kamu nih.” Rayhan mengacak rambut Trina pelan lalu menunjuk kearah beberapa kardus yang dibawanya yang berisi oleh-oleh titipan Trina. Senyum Trina langsung merekah. “Gitu dong! Diturutin kalo adeknya mau apa-apa.” balas Trina. “Yaudah. Ini kamu sendiri doang?” Rayhan masih mencari sosok lain yang mungkin saja menjemputnya. “Iya. Papa kerja. Mama dirumah bantuin Mba Riri jagain Aira.” jelas Trina. Rayhan sedikit tersentil ketika Trina bicara soal Riri dan Aira.. “Aira…Mas mau liat Aira jadinya.” “Ho iya! Mas kan belum jenguk Aira lagi sejak Mas Arka ngga ada. Tega banget.” Trina membantu Rayhan membawa beberapa barang bawaannya menuju mobil. Rayhan masih terdiam saat Trina berbicara panjang lebar tentang keadaan rumah saat ini. Untunglah, Mama Papanya sudah bangkit setelah terpuruk atas kejadian Arka. “Riri…apa kabar, Na?” Ray menutup bagasi belakang mobil sambil menatap Trina penasaran. “Baik.” jawab Trina singkat. Padahal Ray masih mengharapkan jawaban yang lebih rinci lagi mengenai Riri dengan keadaannya sekarang sebagai seorang single parent bagi Aira. Tentu bukan hal yang mudah. “Mba Riri lagi seneng-senengnya ngurus Aira. Tapi…” “Tapi apa, Na?” Ucapan Trina yang menggantung membuat Ray makin penasaran. Trina mendekatkan dirinya kearah Rayhan sambil sedikit berbisik. “Beberapa tetangga mulai ngusik. Biasa ibu-ibu komplek. Banyak yang bilang Mba Riri numpang hidup dirumah kita. Jadinya, Mba Riri kepikiran buat cari kerja dan mau tinggal berdua sama Aira.” Sepasang mata elang Rayhan terbelalak. Masih ada saja di zaman yang sudah modern dan maju begini, ibu-ibu komplek yang repot mengurusi urusan orang lain dan bergunjing sana sini? Rayhan pikir, spesies semacam itu sudah hampir punah apalagi keluarga mereka juga tinggal di komplek yang cukup elit. Nyatanya, masih ada saja orang-orang sejenis itu yang mengganggu ketenangan batin dan kehidupan orang lain. Sorot mata Rayhan langsung menandakan rasa tak sukanya. “Yaudah, hari ini Mas Ray aja yang nyetir. Mau cepet-cepet sampe rumah.” ucap Rayhan. Rayhan mengambil kunci mobil yang ada di tangan Trina dan berjalan menuju kemudi. Trina hanya melongo melihat tingkah Rayhan yang tak seperti biasanya lalu beralih masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Rayhan. ** “Assalammu’alaikum! Anak Mama sama Papa yang paling cantik pulaaang!” teriak Trina begitu dirinya turun dari mobil dan berjalan kearah pintu masuk. Rahman dan Dewi yang memang sedang menunggu kedatangan Rayhan pun langsung beranjak berdiri dari sofa di ruang tamu dan berjalan keluar untuk mengecek keberadaan Rayhan. “Gaada anak paling cantik itu disini. Ngayal.” ledek Dewi sambil mencibir kearah Trina. Trina langsung memasang wajah cemberut. Tak lama, Rayhan keluar dari mobil dan menatap kedua orangtuanya. Rayhan bisa melihat wajah rindu kedua orangtuanya saat menatapnya. “Ray pulang, Ma, Pa.” ucap Rayhan pelan sambil berjalan memeluk Mamanya yang sudah merentangkan kedua tangannya. Dewi menangis di pelukan Rayhan sambil sesekali mengusap punggung Rayhan. Rayhan yang selalu dirindukannya setiap hari. “Jahat. Kenapa baru bisa pulang sekarang?” ucap Dewi sambil sesegukan. Sejak Arka tak ada dirumah, Dewi benar-benar merasa makin kehilangan anak-anaknya dan merasa kesepian. Apalagi jadwal Rayhan yang super sibuk membuatnya susah untuk pulang setiap bulan ke Jakarta. “Maaf, Ma. Ray lagi ngejar target.” jawab Rayhan yang dibalas tawa pelan oleh Papanya. “Gapapa. Ray lagi ngejar target biar bisa cepet berumah tangga, Ma.” sahut Rahman. Dewi melepas pelukannya lalu menangkup wajah Rayhan. Rayhan semakin tinggi sejak terakhir kali mereka bertemu. Wajahnya juga makin tampan dan kelihatan matang serta dewasa. “Masuk dulu. Di dalem udah di siapin makanan.” ucap Dewi. “Barang-barang aku…” “Udah itu nanti aja.” Rayhan tersenyum lebar sambil menggandeng Mamanya. Trina dan Rahman hanya mengekor di belakang. ** Rayhan berjalan menuju meja makan. Namun, sosok yang dicarinya tak kunjung muncul sejak tadi. “Kenapa, Ray?” tanya Dewi penasaran. Karena sejak tadi, Rayhan seperti tengah mencari sesuatu karena matanya terlihat melirik kesana kemari. Sontak, Rayhan menggeleng lalu duduk di salah satu kursi. “Ngga. Ini makanannya banyak banget, Ma. Emangnya kita lagi pesta ulang tahun?” Rayhan menatap deretan makanan yang tersaji diatas meja makan dengan tatapan takjub. Setelah merasakan rasanya tinggal sendiri, memakan makanan rumahan seperti ini memang terasa seperti surga bagi Rayhan. Sulit mendapatkannya dan Rayhan juga tak terlalu pandai memasak. Rayhan bahkan lebih sering memakan makanan instan atau memesan di aplikasi online. “Mba Riri kemana, Ma?” tanya Trina tiba-tiba. Karena sejak kedatangan Trina dan Rayhan, batang hidung Riri tak terlihat. Rayhan langsung menatap Mamanya dengan tatapan penasaran seakan-akan ia juga tengah mencari keberadaan Riri. “Kayaknya di kamar. Aira rewel sejak pagi. Ini untungnya Riri masih sempet masakin buat Ray. Karena tau pasti Ray bakal kangen masakan rumah. Padahal Mama udah bilang buat pesen makanan aja. Tapi Riri keukeuh mau masakin Ray.” jelas Dewi. Rayhan terhenyak. “Ray jadi gaenak sama Riri, Ma.” sahut Rayhan. “Tapi kayaknya Riri lagi tidurin Aira di kamar.” ucap Dewi. Rayhan mengambil lauk pauk yang ada di hadapannya lalu mencicipinya sedikit. Enak. Bahkan sangat enak. “Kayaknya Riri emang jago masak ya.” gumam Rayhan. Rayhan benar-benar memuji masakan Riri yang notabene orang yang sering pilih-pilih soal makanan. Tapi tangan Riri memang tak diragukan lagi untuk urusan makanan. “Iya, Mas. Nana kenyang kalo lagi libur dirumah. Apa aja dimasakin sama Mba Riri. Dan rasanya lebih enak dari masakan restoran diluar.” timpal Trina. “Arka emang ngga salah pilih orang. Mama juga seneng banget bisa ada Riri disini. Riri bahkan sangat memperhatikan Mama, Papa sama Trina walaupun Arka udah ngga ada.” Dewi jadi menunduk mengingat awal pernikahan Riri dan Arka yang dipenuhi kebahagiaan. Apalagi setelah hadirnya Aira. Tapi kebahagiaan itu sangat singkat setelah kepergian Arka yang terlalu cepat. “Ray mau liat Aira dulu ya, Ma. Kayaknya lagi nangis tuh. Kedengeran.” Rayhan bangun dari duduknya. “Loh, ngga makan dulu?” tanya Dewi dengan wajah kebingungan. “Ray mau liat Aira dulu.” Rayhan berjalan menuju kamar Riri dimana suara tangis Aira terdengar. ** Rayhan mengetuk pelan pintu kamar Riri. “Masuk aja.” ucap Riri dari dalam kamar. Rayhan meraih kenop pintu kamar Riri dan membukanya. Terpampanglah wajah kewalahan Riri yang mencoba untuk menenangkan Aira. “Loh, Ray? Kamu udah sampe? Maaf ya. Aku ngga sempet sambut. Ini Aira rewel banget.” Riri tengah menggendong Aira sambil berusaha menidurkannya namun Aira terus menangis. Rayhan masuk kedalam kamar Riri namun membiarkan pintu kamarnya terbuka sedikit. “Gapapa, Ri. Ini Aira kenapa?” tanya Rayhan penasaran. “Ngga tau. Lagi rewel banget padahal udah minum s**u. Aku juga bingung.” ucap Riri sambil berusaha menenangkan Aira. “Aku…boleh gendong Aira?” pinta Rayhan tiba-tiba. Riri menatap Rayhan kebingungan. “Bo-boleh…” jawab Riri terbata. Riri memberi Aira pada Rayhan kemudian Rayhan menggendongnya. Rayhan tersenyum kearah Aira sambil bersiul sebentar. “Aira…inget sama Om Ray kan? Cantiknya keponakan Om Ray…” ucap Rayhan pada Aira. Rayhan memeluk Aira sambil menepuk pelan punggung Aira. Riri dibuat takjub karena tangis Aira perlahan mereda. Bahkan sudah hampir 30 menit Aira tak kunjung berhenti menangis, tapi begitu Rayhan menggendongnya, tangis Aira langsung mereda. Bahkan senyum kecil Aira sudah tercetak disana begitu Rayhan memanggil-manggil namanya. “Aneh ya. Aira keliatan nyaman banget sama kamu padahal kalian lama ngga ketemu dan kamu juga baru sekali ketemu dia.” ucap Riri sambil terkekeh pelan. “Iya juga ya.” sahut Rayhan. Rayhan menatap Aira dengan perasaan berkecamuk. Di usia sekecil ini, Aira harus ditinggalkan oleh Ayahnya untuk selamanya. Padahal pasti Aira butuh kasih sayang seorang Ayah. Aira bahkan baru merasakan belaian kasih sayang Arka hanya beberapa bulan setelah kelahirannya. Setelah itu, Arka harus menjalani takdirnya untuk pergi selama-lamanya dari kehidupan Riri dan Aira. “Anak cantik. Anak sholehah. Keponakannya Om Ray.” gumam Ray di telinga Aira lalu mencium pipi gembul Aira. Riri menatap miris pemandangan di hadapannya. Aira begitu nyaman di pelukan Ray. Apa mungkin, AIra tengah merindukan Ayahnya dan sosok Ray hadir seolah menggantikan itu di mata Aira? “Mba Riri, Mas Ray, ngga makan?” Tiba-tiba muncul Trina menghampiri mereka berdua. “Iya nanti. Ini Mas Ray masih mau coba tidurin Aira.” jawab Rayhan. Trina menatap takjub kearah Ray dan Aira. Aira begitu nyaman di pelukan Ray. Padahal tadi Trina sempat mendengar Aira menangis. “Widih. Kok bisa langsung diem Aira ya pas di gendong sama Mas Ray?” tanya Trina pada Riri dan Ray. “Ngga tau tuh, Na. Sama Mba Riri daritadi ngga mau diem. Ngga berenti nangis. Eh pas Ray dateng dan digendong, malah langsung diem.” jelas Riri. Trina mendelik kearah Ray dan Riri. Namun sedetik kemudian senyum Trina merekah. “Kalo diliat-liat sih, cocok juga Mas Ray jadi Ayahnya Aira.” ucap Trina sambil tertawa pelan. Riri dan Rayhan langsung bertatapan dan merasa canggung. “Ah kamu, ada-ada aja, Na.” ucap Riri sambil menggaruk tengkuknya. ** Setelah Aira berhasil tertidur pulas, Riri baru bisa keluar dari kamarnya dan ikut makan bersama keluarga Arka yang sudah menunggu di meja makan. Suasana makan siang kali ini terasa berbeda dengan kehadiran Ray. Tentunya, Dewi selaku Mama dari Ray merasa bahagia karena Ray bisa pulang ke Jakarta dan hadir di tengah-tengah keluarga lagi setelah cukup lama tak bisa pulang. “Dimakan lagi itu capcaynya, Ray.” titah Dewi pada Ray sambil menyodorkan sepiring capcay. Salah satu makanan favorit Ray. “Enak banget ini Riri masaknya.” ucap Dewi sambil tersenyum kearah Riri. Riri hanya tersipu malu. “Ah biasa aja, Ma.” sahut Riri tak mau mengiyakan. “Mama tau ngga? Aira hari ini aneh banget. Digendong Mba Riri nangis terus, giliran digendong sama Mas Ray, langsung diem dan senyum. Eh ngga lama tidur sampe sekarang.” celoteh Trina sambil menjelaskan kejadian yang dilihatnya beberapa menit yang lalu. Dewi dan Rahman saling bertatapan dan mengernyit bingung. “Oh ya? Beneran ngga mau sama Riri?” tanya Dewi penasaran. Trina mengangguk cepat. “Ya kan, Mas Ray?” Trina menyentuh lengan Ray dengan salah satu lengannya untuk memastikan ucapannya. “Mungkin karena baru liat Ray makanya Aira jadi lebih tenang kali, Ma.” elak Ray. Padahal Ray bisa merasakan kerinduan Aira terhadap sosok seorang Ayah. Ya…itu hanya di pikiran Ray saja. “Mungkin karena Ray mirip banget sama Ayahnya. Jadi Airanya nyaman.” celetuk Rahman yang dibalas tatapan bingung dari Ray dan Riri. Dewi hanya tertawa pelan sambil menghabiskan buah jeruk yang tengah dikupasnya. “Bukan Mama yang ngomong loh ya.” gumam Dewi. Ray hanya berdehem sebentar lalu melanjutkan makannya. Suasana jadi sedikit canggung. Begitupun dengan Riri yang masih berusaha menutupi rasa canggungnya. -------------------------------------------------------------------------------- Akhirnya author update setelah sekian lama hiatus di Dreame. Hopefully, cerita ini bisa menghibur pembaca semua. Ditunggu next chapternya, jangan lupa klik love dan komen^^

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook