bc

Steal My Heart

book_age18+
6.8K
FOLLOW
58.8K
READ
billionaire
possessive
dare to love and hate
CEO
sweet
bxg
office/work place
enimies to lovers
first love
assistant
like
intro-logo
Blurb

#officeromance

Sblm baca, jgn lupa tekan love pada cerita ini agar tersimpan di pustaka kalian. Follow akun author jg agar dpt notif kalau ada cerita baru yg update ya ^^

Pertemuan kedua insan yang memiliki perbedaan karakter melahirkan sebuah magnet cinta. Seperti sebuah magnet yang berbeda kutub, tetapi tidak bisa melepaskan diri dari satu sama lain. Begitulah kisah cinta Ruby Xiao dan Wilson Xia. Awal pertemuan pertama Ruby dan Wilson diwarnai dengan kesalahpahaman, sehingga membuat mereka saling membenci. Namun, tanpa mereka sadari, hati mereka telah dicuri sejak saat itu.

Ruby Xiao tidak menyangka dirinya akan mendapatkan sebuah tawaran yang cukup mengejutkan di saat dirinya sedang berada dalam kesulitan keuangan. Ia mendapatkan tawaran menjadi istri dari cucu pemilik perusahaan tempat dirinya melakukan wawancara. Padahal Ruby melamar menjadi sekretaris CEO, bukan istri CEO!

Sementara itu, Wilson Xia, pria yang ditawarkan menjadi suami Ruby adalah pria tampan nan angkuh. Wilson tidak setuju dengan cara kakeknya yang terus menjodohkan dirinya dengan wanita-wanita yang dipikirnya hanya mengincar hartanya. Apalagi Wilson telah memiliki tambatan hatinya sejak kecil, tetapi sayangnya Wilson tidak mengetahui keberadaan gadis itu.

Apakah Ruby akan menerima tawaran yang diberikan kakek Wilson? Apakah dirinya mampu menahan pesona pria yang mendapat julukan ‘Gunung Es’ itu?

Akankah Wilson menerima Ruby menjadi istrinya dan melupakan masa lalunya? Apa yang akan terjadi ketika gadis yang dicari Wilson selama ini tiba-tiba kembali di hadapannya?

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Pertemuan
Seperti biasa keramaian Kota Shanghai pagi ini begitu menyesakkan. Kota yang terletak di tepi delta Changjiang itu merupakan kota pusat ekonomi, perdagangan, finansial dan komunikasi terpenting di negara China. Berbagai bentuk gedung pencakar langit menghiasi kota tersebut. Menara oriental Pearl setinggi 468 meter yang menjulang tinggi di tepi Sungai Huangpu itu menjadi ciri khas kota ini. Suara bising dari knalpot kendaraan roda empat dan roda dua telah menghiasi jalanan kota. Beberapa dari mereka sedang berjuang untuk melawan arus untuk mencapai tempat mereka mengais rejeki. Namun, ada juga beberapa para pejuang malam yang baru saja pulang dari medannya. Mereka ingin segera melepas lelah di rumah mereka. Untungnya terik matahari pagi itu tidak begitu menyengat sehingga kesabaran orang-orang yang menikmati kemacetan kota cukup stabil. Namun, tidak semua orang dapat melaluinya dengan santai. Langkah tergesa-gesa dari seorang gadis belia menyusuri pertikungan jalan menjadi perhatian orang-orang yang dilaluinya. Pasalnya ia menabrak hampir semua orang yang dilewatinya. Tentu saja ucapan permintaan maaf terlontar dari bibir berwarna merah muda milik gadis itu. Mereka hanya bisa mengumpat gadis itu di dalam hati karena waktu sangat berharga di pagi hari. Langkah gadis itu terhenti ketika telah berada di depan perhentian bus. Ia membungkukkan tubuhnya sambil memegang kedua lututnya sebagai tumpuan untuk mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Pandangannya tertuju kepada bus yang sedang berhenti di depannya. Namun, beberapa detik kemudian bus itu mulai melajukan rodanya. "Ya ampun … Hei, Tunggu!" teriak gadis itu sambil berlari kecil mengejar bus tersebut. Nasib baik bagi gadis itu, si pengemudi bus mendengar teriakannya dan menghentikan busnya sehingga gadis itu dapat segera masuk berhimpitan dengan para pejuang rejeki lainnya. Beberapa menit kemudian, bus berhenti sejenak di dua halte. Gadis itu pun turun di halte kedua. Akhirnya dia bisa bernafas lega setelah berada di luar bus karena keadaan bus yang sangat sumpek dan tentunya berbagai aroma yang bercampur di dalam bus yang membuatnya sedikit pusing. Namun, hal itu sudah makanan sehari-hari bagi gadis yang memiliki nama Ruby Xiao. Bagi Ruby, itu hanyalah segelintir hal biasa dibandingkan harus dikejar-kejar penagih hutang setiap hari. Ruby kembali melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah setia menemaninya selama lima tahun itu. Wajahnya berubah pucat ketika melihat jarum jam yang mulai berubah posisinya. Ia pun segera melangkahkan kakinya kembali ke tempat tujuannya dengan tergesa-gesa. Hari ini gadis cantik itu harus menghadiri wawancara kerja setelah sekian lama dia menjadi pengacara alias pengangguran banyak acara, tetapi sialnya dia malah terlambat bangun hari ini karena jam wekernya kehabisan baterai. 'Bisa-bisanya aku kesiangan hari ini! Haish! Ini gara-gara jam sialan itu!' umpat Ruby berulang-ulang di dalam hati. Gadis itu berlari cukup kencang untuk mencapai tempat wawancaranya. Rambut panjang berwarna hitam legam milik gadis itu pun menjadi berantakan karena tergerai akibat tertiup sapuan angin, tetapi tidak dipedulikannya. Baginya yang terpenting adalah sampai di tempat tujuan terlebih dahulu. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan itu karena King Group merupakan salah satu perusahaan konstruksi, properti dan real estate paling bonafid di Kota Shanghai. Selain itu, King Group sendiri memiliki mall dan hotel yang tersebar di beberapa kota di China dan di luar negeri. Banyak pencari kerja yang berusaha melamar ke King Group dan kali ini Ruby mendapatkan kesempatan itu. Mungkin ini satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tetap baginya. Sesampainya di dalam lobi perkantoran King Group, Ruby terpana dengan arsitektur bagian dalam gedung yang begitu mewah dan interior di dalamnya yang semua didesain khusus. Mata gadis itu melebar dan mulutnya menganga melihatnya. Baru kali ini dia memasuki tempat yang sedemikian menakjubkan. Bagi orang seperti dirinya mau makan saja harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Ruby menggeleng kepalanya pelan untuk menyadarkan dirinya dari keterpesonaan bangunan tempat ia berpijak saat ini. "Bukan saatnya aku terpesona seperti ini," gumamnya seraya melangkah menuju lift. Ruby bersama beberapa rombongan karyawan yang lain menunggu di depan lift yang tidak kunjung turun. Gadis itu gelisah sambil sesekali melirik kembali ke jam 'antik' di pergelangan tangannya. "Lama sekali sih lift ini," gumamnya sambil menggembungkan kedua pipinya dan memajukan bibirnya. Pandangan gadis itu beralih ke arah lift di samping yang terbuka. Ia tersenyum lebar. "Ah, itu ada lift yang terbuka!" Tanpa berpikir panjang lagi, Ruby segera menahan pintu lift yang hampir tertutup dengan salah satu tangannya. (Jangan ditiru ya, readers karena tindakan ini cukup berbahaya lho!) Semua orang yang menunggu bersama gadis itu tadi menatap Ruby dengan tatapan tak percaya. Mereka hanya bisa diam karena gadis itu sudah melangkah masuk ke dalam lift itu terlebih dulu. Ruby tidak mengetahui bahwa lift yang ia masuki adalah lift yang dibuatkan khusus untuk direksi dan pejabat tinggi King Group. Padahal di atas pintu lift sudah tertulis jelas, tetapi gadis itu tidak membacanya. Ia hanya berpikir dapat segera sampai ke tempat wawancara tersebut. "Fiuh, untung saja belum tertutup!" ucapnya lega setelah berada di dalam lift itu. Pintu lift pun tertutup. Ruby mengibas-ngibaskan kerah kemejanya untuk mengambil udara di dalam lift yang adem. Tidak lupa juga ia menyibakkan rambut panjangnya yang berantakan dan merapikannya dengan jemari kedua tangannya. Berlari dari rumah hingga ke tempat itu cukup melelahkan, belum lagi berdiri di dalam bus yang menyesakkan. Akan tetapi, bagi Ruby hal itu tidak membuat dirinya mengeluh dengan keadaannya. "Ehem!" Terdengar suara deheman seorang pria di samping gadis itu. Ruby berbalik dan menoleh ke arah pria itu. Ia menggigit bibir bawahnya dan terpana dengan ketampanan sosok makhluk yang hampir sempurna baginya. Seorang pria dengan manik mata coklat gelap dengan ekor mata yang tajam; alis yang hitam dan tebal; rahang kokoh dan tegas; hidung mancung bak perosotan dan bibir tipis yang seksi. Tidak sampai di situ saja, pandangan Ruby teralih pada tubuh ateltis pria itu yang tampak mempesona dalam balutan setelan jas berwarna biru navy. 'Ya ampun, kenapa ada pria tampan di sini?' batin Ruby menjerit kegirangan di dalam hati. Siapapun pasti akan menjerit kegirangan seperti Ruby saat ini, melihat sosok makhluk tampan layaknya titisan Dewa Yunani di hadapannya. Jadi wajar jika dia berada di alam lamunannya saat ini. "Nona?" panggil suara bass yang seksi dari makhluk tampan itu. Ruby masih menatap pria itu tanpa berkedip membuat pria itu sedikit risih. Ia menjentikkan jarinya di depan wajah Ruby sehingga gadis itu kembali ke alam sadarnya. "Nona?" panggil pria itu lagi. "I-iya," sahut Ruby gugup karena masih terpesona pada makhluk tampan itu. "Silahkan Anda turun sekarang!" perintah pria itu dingin. Pria itu menekan tombol lift agar terbuka di beberapa lantai sebelum tujuan lantai Ruby tercapai. Ia menatap Ruby tajam dan menggerakkan dagunya ke arah luar untuk menyuruh gadis itu segera keluar dari lift. "Ha?" Ruby masih berdiri dengan bengong. Tidak paham dengan maksud pria itu menyuruhnya keluar dari tempat itu. "Apa Anda tidak punya telinga?" tanya pria itu sinis. Ucapan dingin dari makhluk tampan itu membuat Ruby terperangah dan semakin menghancurkan image pria tampan nan baik di dalam benak gadis itu sampai ke titik nol bahkan minus! "A-apa maksudmu?" balas Ruby bingung. "Selain tuli, ternyata otakmu juga lemot," sindir pria itu. Mulut Ruby menganga dan mata besarnya membulat. Ia tak menyangka pria tampan itu memiliki mulut yang super pedas jika berbicara. "Turun!" perintah pria itu kali ini dengan tegas. Ruby tidak terima dengan perkataan pedas pria itu padanya. Ia pun mencebikkan bibirnya sebal dan melipat kedua tangannya di d**a. Ia enggan menuruti perintah pria itu. "Huh!Cakep-cakep, tapi belagu," gumamnya. "Apa katamu?" tanya pria itu tak percaya mendengar gumaman perempuan asing di sampingnya. Baru kali ini ada yang berani menghinanya secara langsung seperti itu. Ruby tersenyum sinis dan mendengus pelan. "Apa Anda tidak punya telinga?" balasnya atas perkataan kasar pria itu tadi kepadanya. Makhluk tampan itu membelalakkan matanya dan mengerjapkannya beberapa kali mendengar sindiran yang ditujukan kepadanya. 'Sial! Baru kali ini aku dipermalukan seperti ini. Berani-beraninya dia membalas perkataanku! Apa dia tidak tahu siapa aku?' batin pria tampan itu kesal. Ruby tersenyum sinis melihat pria di sampingnya yang tidak bisa membalas ucapannya bahkan terlihat jelas kekesalan di wajah pria itu. "Kenapa? Apa kamu kira cuma kamu yang bisa meremehkan orang seperti itu? Bagaimana? Apa enak diperlakukan seperti itu, Tuan?" sindir Ruby dengan penuh percaya diri bahwa dirinya sudah memenangkan adu mulut dengan pria itu. Rahang kokoh pria itu mengeras. Ia mengepalkan kedua tangannya erat untuk meredam amarah di dalam dirinya. Belum sempat bibir pria itu membalas sindiran gadis itu, gadis itu telah lebih dulu menyelanya. "Lagian tujuan kita juga sama. Apa salahnya kita berbagi lift, Tuan?" Ruby melirik tombol lift yang menyala di lantai 38, tempat dirinya akan melakukan wawancara nanti. Pria itu hanya memutar bola matanya jengah. Ia sudah malas meladeni gadis itu dan memutuskan untuk tidak mengubris ucapannya, tetapi tiba-tiba Ruby memegang lengannya dan berucap, "Kamu juga mengikuti wawancara kan? Aku tahu kamu pasti gugup juga." Pria itu menatap tajam tangan Ruby pada lengannya. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!" serunya sinis dan menepis tangan Ruby dari pergelangannya. Ruby kembali berdecak sebal melihat perlakuan pria asing yang baru ditemuinya itu. Ia berpikir bahwa pria itu sudah tidak bisa 'diobati' lagi. Padahal Ruby bermaksud meredakan kegugupan pria itu. Ia mengira pria itu bersikap seperti itu karena gugup dengan wawancara yang akan dilakukannya. Namun, ternyata kebaikannya malah dibalas dengan kasar. Raut wajah Ruby pun berubah sangat kesal. Ia menyenggol tubuh pria itu dengan pinggulnya. Gadis itu tidak segan-segan lagi kali ini. "Minggir!" serunya dan menggeser tangan pria itu yang menekan tombol lift sedari tadi. Pintu lift pun akhirnya kembali tertutup. "Aku tidak ingin terlambat untuk wawancara. Kalau kamu mau terlambat, jangan ajak-ajak aku. Jadi jangan egois!" ungkap Ruby kesal. Ia meniup rambut poninya dengan udara yang dihembuskan dari mulutnya untuk menetralkan emosinya. Pria tampan itu hanya bisa diam menghadapi gadis barbar di depannya saat ini. Ia tidak ingin berdebat dengan gadis itu dan menghabiskan waktunya yang berharga. Ruby merapikan rambut poninya di depan pintu kaca lift dan tersenyum lebar memperlihatkan barisan giginya yang tertata rapi. "Nah begini kan aku jadi cantik," ucapnya narsis. Dengusan pelan terdengar dari pria tampan itu, ia pun juga menyunggingkan senyuman mengejeknya melihat kelakuan Ruby yang ternyata meliriknya melalui kaca di pintu lift. "Apa maksudmu berwajah seperti itu?" selidik Ruby tidak senang. "Hanya orang buta yang menganggapmu cantik!" tukas pria itu ketus. "Kau—!" Belum sempat Ruby membalas perkataan pria itu, pintu lift berdenting dan terbuka. Pria itu langsung melengos keluar dari lift tanpa mempedulikan Ruby yang sudah kesal minta ampun padanya. "Hei! Ck, dasar pria sombong! Bisa-bisanya aku menganggap dia tampan tadi, aku pasti sudah buta!" geram Ruby mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Tersadar dengan ucapannya, Ruby menepuk kening sendiri. "Lho, kok aku malah mengatakan diri sendiri sih!" "Ah, liftnya!" Ruby bergegas keluar dari lift sebelum pintu lift tertutup kembali. Ruby menghela nafas lega dan merapikan penampilannya kembali sembari menetralkan emosinya yang meluap-luap. "Fighting, Ruby! Kamu pasti bisa!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri dan menampilkan senyum terbaiknya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Long Road

read
118.3K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
49.9K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.6K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.6K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook