bc

ABANGKU, SUAMIKU

book_age16+
12.9K
FOLLOW
91.3K
READ
revenge
contract marriage
goodgirl
CEO
drama
sweet
heavy
city
like
intro-logo
Blurb

TAMAT (Baca yang gratisnya aja dulu. Ada 14 bab.)

Blurb.

“Fer, aku hamil. Kita akan menikah, kan?”

Tak ada pilihan bagi Naina selain meminta pertanggungjawaban dari Ferry, sang kekasih yang dikencaninya sebulan terakhir. Dia sama sekali tak berpikir bahwa Ferry hanya memanfaatkannya. Tak peduli meski Rion, sang kakak telah menasihati tentang kelakuan Ferry di belakangnya, Naina selalu menyangkal.

Keluarga Kharisma tak ingin menanggung malu dan harus menikahkan Naina sebelum kandungannya membesar. Hingga akhirnya tiba saat pernikahan, Ferry melarikan diri dengan membawa semua tabungan Naina.

Tak punya pilihan sebab takut menanggung malu, Wisnu, sang ayah meminta Rion untuk menggantikan Ferry menikahi Naina. Tak pelak, semua orang terkejut mendengar keputusan Wisnu. Bagaimana seorang abang bisa menikahi adiknya sendiri? Identitas nyata Rion terkuak setelahnya. Siapakah Rion sebenarnya?

cover ABANGKU SUAMIKU by Vithree Rosea

chap-preview
Free preview
1. Rion dan Naina
“Mbak Joya, Orion Narendra Kharisma-nya ada?” “Maaf, Mbak Naina. Pak Rion tadi keluar untuk meeting dengan klien. Kalau nggak salah di café Clarissa, deh.” Naina, si cantik berusia dua puluh delapan tahun itu tersenyum setelah mendapatkan informasi keberadaaan Rion saat ini. Rion, si tampan yang masih melajang di usianya yang ke-31 tahun itu sedang tak berada di tempat. Dia menjadi pusat perhatian para gadis kantor dan klien muda yang berminat menarik perhatian manajer dari perusahaan Kharisma Advertising tersebut. “Ini berisik banget, sih, dari tadi si mama neleponin mulu.” Naina menolak panggilan sang ibunda, lalu masuk ke lift untuk bisa turun ke lantai dasar. Dibacanya pesan yang masuk pada aplikasi hijau tersebut. [Naina, kamu di mana? Hari ini kamu harus check up, kan? Jangan kelayapan, kamu!] Naina mendengkus sebal, berjalan keluar dari lift untuk menghentikan taksi yang lewat di depan perusahaan yang bergerak di bidang periklanan tersebut. “Kelayapan apa, coba? Udah bertahun-tahun dikurung doang. Mau sekolah aja harus homeschooling. Ini cuma selangkah ke kantor aja, langsung dicariin.” Taksi itu pun melaju gesit menuju sebuah café yang tak jauh dari Kharisma Advertising. Sesampainya di sana, Naina tersenyum melihat seorang pria tampan dengan senyum tipisnya sedang menjelaskan perihal kerjasama dengan seorang gadis cantik di depannya. Naina memperhatikan bahwa klien itu sepertinya lebih berminat pada wajah tampan pria bernama Rion itu daripada harus mendengar tawaran kerjasamanya. Dia mengambil duduk tak jauh dari meja mereka. “Jadi ini kalau misalnya budget yang Bu Linda tawarkan seperti ini, kita akan memberikan konsep minimalis saja, tapi tetap berkualitas. Kalau memang nggak mau pakai model orang, nanti kita pakai animasi saja. Kalau soal durasi di televisi, mungkin akan muncul sekitar dua puluh detik,” tutur Rion sambil melepas kacamatanya. Wanita di hadapannya itu hanya bertopang dagu, mengangguk. Dari matanya terlihat jelas berusaha menggoda pria berkulit putih itu. “Soal itu, semuanya saya serahkan pada Mas Rion saja.” “Baiklah. Saya rasa cukup untuk hari ini,” putus Rion, menutup berkasnya. “Saya tunggu file rincian produk yang akan kami buatkan iklan untuk kami pelajari tiap aspeknya.” “Tunggu, Mas!” Saat Rion hendak beranjak, punggung tangannya dipegang oleh wanita bernama Linda itu. Sungkan, Rion segera menariknya dengan sopan. “Mas Rion ada waktu, nggak? Kali aja mau mampir ke rumah saya,” rayunya. “Ah, maaf, Bu. Itu-“ “Sayang!” Rion menoleh saat mendengar suara manis yang memanggilnya dari arah belakang. Naina berjalan dengan nada centil, menyisir rambut terurainya ke balik telinga. Gadis cantik dengan dress berwarna salem selutut itu mendekati meja Rion. Dia sedikit membungkuk untuk mengalungkan lengannya di pundak pria beralis tebal itu. “Sayang, tadi aku cariin kamu ke kantor. Di sini, ternyata!” gerutu Naina. Rion menipiskan senyum getir melihat bias wajah klien-nya itu. Dia tampak malu, sementara Naina cuek saja sambil duduk di kursi samping Rion. Dia sengaja bersandar manja pada bahu Rion sambil mengangkat jemarinya yang tersemat cincin berlian. “Sayang, cincin tunangan kita bagus banget, ya! Kapan kita nikah?” tanya Naina dengan suara manja, lalu sedikit memanjangkan lehernya untuk bisa mencium pipi berlesung pria itu. Sejak tadi Rion menahan senyum, lalu mengangguk saat klien itu pergi meninggalkan mereka. Naina bernapas lega, segera menjauh dari duduk pria itu. “Sayang kenapa nyamperin ke sini? Kangen?” tanya Rion sambil tertawa mengejek. Tadinya si cantik Naina ini mengaku sebagai tunangannya. “Aku telepon dari tadi nggak diangkat! Aku hari ini ada jadwal check up, Bang! Nanti aku aduin ke mama, loh!” Rion tersenyum sambil mencubit pipi Naina yang tengah cemberut itu. Naina, si cantik adik kesayangannya, putri satu-satunya dari Wisnu Kharisma. Rion adalah sang kakak yang begitu menyayanginya. Begitu memanjakan. Rion pun segera menggandeng tangan gadis itu untuk meninggalkan café Clarissa. “Kamu kalau gitu terus kayak tadi, kapan abang dapat jodoh? Digangguin mulu,” oceh Rion sambil terus menyetir santai menuju rumah sakit. “Kayak tadi apa?” “Ya kayak tadi. Kamu selalu usil kalau ada cewek yang deketin abang. Kamu mau abangmu ini jadi lajang seumur hidup?” “Aku takutnya nanti kalau Bang Rion nikah, nggak perhatian lagi sama aku.” Rion mengurangi laju mobilnya, menatap pada adiknya ini. “Aku, kan, penyakitan, nggak ada yang mau. Aku yang nggak akan nikah selamanya. Aku cuma punya Bang Rion. Aku cuma takut Bang Rion pergi dan nggak ngurusin aku lagi.” Naina sedikit tersenyum walau matanya basah. Rion jadi tak tega. Tangannya menghapus pipi pucat yang berair itu, menipiskan senyum untuk menguatkan semangat Naina. “Ya udah, abang tunggu sampai Naina sembuh, baru abang mikirin nikah.” Naina menggeleng, menggenggam tangan kiri Rion yang bebas dari stir itu. “Aku nggak akan sembuh, Bang. Jadi, jangan mikirin aku! Kalau ada yang Abang suka, langsung lamar aja. Tapi harus yang cantik dan baik, ya!” Rion tak menyahut lagi sampai mereka tiba di rumah sakit. Hari ini jadwal Naina kontrol kesehatannya. Sejak kecil, gadis itu memiliki masalah pada sistem pernapasannya. Saat lahir, dia pernah menderita pneumonia hingga sampai dewasa kini, bagian dari sistem pernapasannya itu kurang baik. Pun terakhir kali dokter mengatakan dia menderita asma hingga menyebabkan kesehatannya harus selalu dipantau. Oleh sebab itu, keluarga Kharisma begitu memanjakannya. Pun Rion yang tak bisa jauh darinya untuk menjaga. “Abis check up ini, jangan langsung pulang, ya! Kita main sebentar. Nanti kalau udah di rumah, aku pasti dikurung lagi,” kata Naina saat dia terbaring di kasur. Rion tersenyum sambil menggenggam tangan Naina, mengangguk untuk memenuhi permintaannya. “Kamu mau ngelakuin apa hari ini? Abang temani, ya!” “Nggak ada, sih, mau duduk-duduk aja di taman. Ada banyak kucing lucu di sana. Abang, kan, tau kalau dari dulu, mama ngelarang aku pelihara kucing.” “Bulu kucing nggak bagus untuk pernapasan kamu, Naina.” “Itu aja alasannya. Padahal kucing, kan, lucu.” Rion menatap kasihan pada adik cantiknya ini. Dia mengusap helaian rambut legam Naina, lalu pergi keluar saat dokter memintanya pergi. Naina hanya menjalani check up rutin untuk memeriksa perkembangan paru-parunya dan juga penyakit asma yang terakhir kali kambuh. Gadis itu terkurung dalam istana kasih sayang dan perhatian sejak kecil karena tubuhnya yang cukup rentan. Meski begitu, dia tumbuh menjadi gadis lincah dan ceria. Dia yakin suatu saat akan sembuh dan memiliki kehidupan normal lainnya. “Sus, suatu saat aku bisa nikah, kan? Bisa hamil dan punya anak?” tanya Naina saat suster itu memasangkan infus ke pergelangan tangannya. Suster itu tersenyum, mengangguk singkat. “Ya bisa. Mbak Naina, kan, bukan penderita penyakit kronis. Cuma memang paru-parunya harus selalu dalam pengawasan medis saja. Pemeriksaan rutin. Kan, terakhir kali udah lihat hasil MRI-nya, kan? Sudah lebih baik.” “Jadi aku bisa nikah?” tanya Naina, antusias. Suster itu tertawa kecil, lalu memeriksa tekanan cairan infusnya itu. “Semangat bener, Mbak. Memangnya udah ada calon?” Naina membuang napas gusar, berbaring menyamping. “Belum. Gimana mau punya pacar, keluar rumah satu meter aja udah dicariin. Kenapa, sih, dr. Gunawan nggak bilang aja ke mama-papa kalau aku ini bukan pasien sekarat, jadi jangan diawasi segini banget akunya.” “Ih, Mbak ini. Orangtuanya sayang dan khawatir, kok, malah diomelin gitu.” Di depan pintu, Rion tersenyum miris melihat binar ceria Naina. Adiknya itu sudah berusia dua puluh delapan tahun. Sejak kecil, orangtuanya sangat protektif sebab Naina yang mudah sakit. Bahkan dia tak mengikuti jenjang study normal, hanya berada di rumah saja. Ponsel-nya berdering. Pesan masuk dari ayahnya. [Rion, nanti langsung bawa Naina pulang, ya!] Ini pasti akan menjadi kabar bahagia untuk Naina. Kebebasan. Setelah selesai, Rion membawa Naina meninggalkan rumah sakit. Taman menjadi tujuannya. Dia pun memasangkan masker untuk menutup hidung dan mulut Naina saat si cantik itu hendak bermain dengan kucing-kucing yang berkeliaran di taman. “Kucingnya boleh dibawa pulang nggak, Bang?” kekeh Naina, berniat menyembunyikan kucing mungil jenis persia itu ke dalam jaketnya. “Jangan, ih!” Rion mengambil kucing itu, meletakkannya lagi di tanah. Memang, banyak kucing persia yang sengaja dibiarkan berkeliaran untuk menjadi daya tarik pengunjung taman. Bulunya yang cantik dan polah tingkah menggemaskan itu membuat mereka sangat disukai. Juga ada susunan bunga yang indah, tatanan bangku yang berjejer di sekitar untuk menikmati air mancur yang berada di tengah taman. “Kalau beli es krim, boleh?” pinta Naina, merayu Rion. Rion tersenyum, mengangguk dan beranjak meninggalkan gadis itu sebentar. Dia pun pergi ke market yang berada sepuluh meter dari kawasan taman. Membeli beberapa camilan lain dan juga es krim untuk adik kecilnya itu. “Berapa, Mbak?” tanyanya pada kasir. “Tujuh puluh lima ribu, Bang.” Setelah membayar belanjaannya, Rion menenteng keluar bungkusan dengan berjalan kaki. Tak dia sadari sebenarnya sejak tadi, ada seorang pria yang memperhatikan geraknya. Rahangnya mengetat, segera menarik gas sepeda motornya untuk melaju ke arah Rion. Pria itu tak berniat menabrak, hanya memberikan sedikit pelajaran. Rion jatuh ke sisi samping. Telapak tangannya tergores sisi aspal saat raungan itu mengejutkannya, memepet arah jalannya hingga Rion harus jatuh ke sisi jalan. Tak banyak orang yang melintas. Rion pun menunggu si pengendara sepeda motor itu turun dan membuka helm-nya saat berhenti tak jauh darinya. “Ferry?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook