bc

REPUTATION

book_age0+
1.2K
FOLLOW
9.7K
READ
billionaire
possessive
family
friends to lovers
badboy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Daisy Kaia merasa hidupnya biasa-biasa saja. Setelah lepas dari Osaka yang menjerat dan membuatnya sesak, dia pergi ke Tokyo. Bertarung dengan kerasnya hidup bersama hingar-bingar ibukota yang sesak. Menjadi barista di kafe premium ternamaan, membuat hidupnya berubah. Semula biasa-biasa saja, menjadi luar biasa. Ini karena dua sahabatnya, Rose dan Kairo yang merubah segalanya menjadi lebih berwarna.

Bertahun-tahun berlalu dan saat kedamaian itu lenyap. Terganti dengan rasa asing karena Daisy dan kedua temannya mendapat pengunjung istimewa. Yap, Billionaire’s Boy Club yang terkenal tampan dan berdompet tebal. Diisi lima pria tampan yang punya segudang prestasi. Dari pemain bola, atlit volly nasional, petarung MMA, pembalap Moto GP dan pada pemacu mobil Formula One. Mereka menjadi idola. Dan mereka bukan tipe ideal Daisy yang datar.

Semula baik-baik saja. Sampai Drew Alexander mencoba menarik perhatiannya. Selain karena parasnya yang cantik. Daisy juga terkenal ramah dan hangat. Terkecuali pada buaya darat sekelas mereka yang mencoba bertaruh untuk mematahkan hatinya yang sudah terlanjur rusak. Drew jelas bukan tipe ideal maupun pantas dijadikan kekasih. Mereka adalah alasan klasik. Dan Daisy membencinya.

chap-preview
Free preview
Prolog
Alasan mengapa The Gold Coffee ramai adalah satu; karena dua baristanya terkenal cantik. Dua; karena cita rasa kopi. Dan ketiga; balik ke alasan sederhana yang pertama. Kafe tempat duduk terbaik yang berpusat di jantung kota. Harga yang cukup mahal karena kafe ini mengincar premium class. Untuk mereka-mereka berdompet tebal yang memang menginginkan tempat nyaman untuk duduk bersantai. Ada sekitar dua puluh meja tersedia. Dengan dua sampai empat kursi di setiap meja. Interior di dalam kafe yang didominasi cokelat tua dan putih, membuat kafe ini terasa lebih hidup. Ada panggung kecil yang diisi piano bermerk mahal. Entah, untuk pajangan atau memang si pemilik menginginkan piano itu ada di sana sebagai nilai bonus penyegar mata. Kafe ini buka sekitar jam sepuluh siang sampai jam sebelas malam. Biasanya jam ramai di sekitar pukul tiga sore dan jam tujuh malam. Tidak ada hari libur selain tanggal merah. Terkecuali akhir pekan lebih cepat tutup. Di hari minggu, kafe akan buka sampai jam delapan malam. Daisy menghela napas. Duduk di kursi sembari menyilangkan kaki. Menatap sayu pada papan tulisan yang membosankan dengan kalimat mutiara penuh omong kosong. "Kalau kau membaca tulisan itu, apa semangat hidupmu naik atau semakin mundur?" LivelyRose mengangkat alis. Menaruh botol baru di dalam laci dan mendengus. "Bosan. Tidakkah bos mau mengganti papan kata mutiara yang baru?" Daisy menggeleng pahit. "Tidak ada ide," keluhnya. Saat bangun untuk memutar papan di depan pintu. Dari close menjadi open. "Silakan masuk! Hey, people!" Rose memutar mata. Menukar beberapa uang besar ke dalam uang receh yang ia bawa dari rumah. "Daisy, makan siang nanti mau apa?" Daisy mengangkat alis pada Kairo, teman barista yang sibuk memeriksa mesin kopi. "Aku akan mampir ke kedai pasta di depan rumah sakit. Mereka bilang, kedai itu enak dan harganya miring." "Kau tidak menawariku juga?" Rose mendelik tajam. Duduk untuk menguncir rambut pirangnya tinggi. "Aku juga lapar." "Tidak mau, porsi makanmu banyak." Daisy terkekeh keras. Berjalan untuk masuk ke dalam meja dapur dan mengangkat bahu. "To be honest, aku iri padanya. Sebesar apa pun porsi makannya, ukuran lingkar pinggangnya membuatku iri. Lihat? Menyebalkan, bukan?" Kairo memutar mata. "Dietmu keterlaluan, pirang." "Jaga bicaramu, keju setengah matang!" Kairo melenggok pergi. Menuju dapur untuk memeriksa kulkas persediaan es batu mereka. Daisy mendesah pendek, duduk di kursi dekat meja kasir. "Well, akhir pekan tanggal merah. Mau kemana?" "Belanja. Apalagi memangnya?" "Bisakah aku ikut?" Daisy bertanya. "Of course," Rose bangun untuk menyikut pinggangnya. "Aku akan datang dengan sedan tuaku jam delapan malam." "Kita akan pergi makan malam juga?" "Restauran yakiniku dekat Plaza Tokyo lumayan. Kau mau mencoba? Aku pernah ke sana sekali, harganya cukup menguras dompet." Daisy mengangguk. Mengulurkan jempol saat Rose berjalan ke dapur untuk membantu Kairo memindahkan es batu kristal ke dalam wadah yang ada dibawah mesin kopi. Saat Daisy memainkan mesin kasir dan mendengar lonceng pintu menyapa. Membuatnya menoleh, terpaku siapa yang datang kali ini. "Sialan," Daisy berbalik. Tanpa sengaja menabrak bahu Kairo. Terkejut karena reaksi rekan kerjanya, Kairo memegang lengan Daisy. "Kenapa?" "Kita tidak salah kedatangan pembeli?" "Siapa?" Kairo penasaran. Melongok untuk melihat siapa pembeli pertama mereka di hari sabtu dan terkejut. "SIALAN!" *** Rose menggerutu. Kedua telinganya memerah karena mendengar Kairo histeris di tengah dapur. Tampak bingung sekaligus senang tanpa bisa berkata-kata. "Kau kenapa? Heh! Kerasukan setan mana?" Daisy masuk tanpa membiarkan pelanggan mereka memesan. "Rose, ya Tuhan." "Apa? Kenapa?" Daisy menarik napas. Mengusap pelipisnya dan mendesah panjang. Memainkan rambut panjangnya saat menatap lekat manik biru langit itu. "Kau tahu siapa pelanggan kita?" Rose mengangkat alis. Menatap selidik pada dua sahabatnya. Kairo dan Daisy. Bergantian dengan ekspresi kaku. "Sebentar." Saat Rose membuka tirai dapur, dia nyaris kehilangan napasnya. Mendengar tawa mengalun lembut seakan berasal dari surga menyapanya. Tanpa sadar barista cantik itu kembali mundur, tiba-tiba pucat. "Oke, tarik napas, buang." Rose melompat dari lantai. "Sialan! Itu Billionare's Boy Club, bukan?" "Ah, itu!" Kairo menebak asal. "Peduli setan dengan nama. Tapi, untuk apa mereka datang?" Daisy cemberut. "Mau apalagi selain duduk dan minum?" "Mereka seharusnya pergi ke bar untuk menari bersama penari telanjang," gerutu Kairo. Pria agak nyeleneh berusia sama dengan mereka. Dua puluh lima. Ada KaiaDaisy, LivelyRose dan Regan Kairo yang bekerja untuk The Gold Coffee. Pemilik ini menyayangi ketiganya. Sampai rela berlutut agar ketiganya tidak pergi dari kafe yang membuatnya kaya dalam beberapa bulan. "Haiii? Barista? Kemana kalian?" Daisy memejamkan mata. Seperti gadis kasmaran usia tujuh belas yang berdebar. Karena demi planet pluto yang kabarnya tidak ada, Daisy takut bertemu Rei Zico, pembalap F1 yang super tampan. "Ups, maaf." Daisy berjalan menuju meja kasir. Saat Kairo menyusul dengan dehaman, berpura-pura sibuk dengan botol. Dan Rose berjalan sembari membawa dua teko berisi s**u kental manis. "Ingin pesan apa?" Senyum Dwayne melebar maut. Mencuri satu debaran jantung sialan Daisy yang bekerja ekstra karena kedatangan pembeli tidak terduga. "Hmm, bagaimana kalau yang terbaik di kafe ini? Banyak orang merekomendasikan tempat kalian. Bintang di kafe ini juga lumayan. Padahal, kalian tidak banyak menjual makanan." "Pegawai kami hanya tiga. Ini lebih cocok disebut kedai kopi daripada kafe. Jangan salahkan kami, salahkan owner kafe ini." Dwayne tertawa. Tawa renyah yang membuat lutut Daisy lemas. "Oke. Kalau begitu, berikan aku satu Caramel Machiato. Tanpa gula dan es normal." "Satu Caramel Machiato tanpa gula dan es normal," Daisy bicara pada Kairo yang langsung menuangkan gelas ke atas meja dan menekan tombol kasir. "Sepuluh dolar." "Sebentar." Dwayne mengeluarkan uang dari dompetnya. Dan Daisy menerima dengan senyum ramah. "Terima kasih." "Sama-sama," Dwayne berkedip manis. Kembali ke tempat duduk saat mata Daisy mengikuti. Di meja itu terdapat anggota Billionare's Boy Club. Mereka duduk melingkar dengan pesona masing-masing yang melumpuhkan syaraf perempuan di seluruh kota! Kalau Daisy terus-menerus mendapat serangan misil ini, bisa-bisa dia tidak mampu berjalan sampai satu minggu ke depan. Ada Myoujin Laka, pemain MMA kelas berat yang namanya tidak lagi diragukan. Dalam dunia gelap bawah tanah, MyoujinLaka jelas bukan lawan yang mudah. Lalu, Bloom Orlan. Pemain volly yang Daisy ingat, beberapa kali mengikuti ajang dunia. Membawa nama harum Jepang. Tidak hanya prestasi, tapi tampang pria itu diatas rata-rata mampu membuat gadis mana pun menjerit. Idol? Kalah! Deomy Dwayne. Daisy tahu benar siapa pria yang suka mencuri kedipan mata dari para gadis. Pembalap motor MotoGP itu rupanya suka bermain-main. Reputasi DeomyDwayne terkenal paling buruk dari yang lain. Yang lain, Rei Zico. Idola Daisy sejak dia muda. Sekarang, usianya dua puluh lima. Pria yang menginjak kepala tiga itu telah menjadi pembalap sejak usianya masih dua puluhan. Zico menjadi idola karena prestasinya menyabet juara dunia dalam ajang balap mobil bergengsi. F1. Yang diadakan di Shanghai dua bulan lalu. Dan akan kembali di musim panas mendatang. Dan terakhir tatapan mata Daisy jatuh pada bintang lapangan. Alexander Drew. Penyerang untuk klub Tokyo. Dengan nomor punggung tiga belas, Daisy ingat benar bagaimana ayahnya begitu mencintai sepak bola dan nama Drew selalu menjadi trending. Karena paras, dan kebolehan pria itu menjadi pemain termahal dia tiga musim. Daisy merinding mendengar digit angka yang dihasilkan pria itu karena gaji dan iklan. Di antara mereka semua, mungkin penggemar wanita terbanyak jatuh pada AlexanderDrew. Atau, bisa saja jatuh pada pemilik senyum maut, Dwayne. Atau yang terparah, pada Laka. Si seksi berkulit tan yang terlihat memukau saat dia berkeringat. Oke, pikiran Daisy melantur. Rose dengan sengaja menyenggol bahunya. Membuat lamunan Daisy pecah dan melebar menemukan Drew berdiri di depannya, menatapnya datar yang terkesan bosan. "Kau melamunkan siapa di sana?" Daisy mendengus. Berdeham dengan raut sedatar mungkin. "Bukan urusanmu," balasnya acuh. Kemudian melepas masam dengan senyum menawan, mencoba menatap kalung salib di leher pria itu. "Ingin pesan apa?" Daisy membeku mendengar pria berbadan tegap itu mendengus. Sedikit membungkuk ke arahnya dengan seringai nakal. Yang membuat Kairo mencelos tak percaya dan tanpa sadar memekik kecil. "Kenapa saat bicara tidak menatap mataku, Nona?" Daisy butuh oksigen sekarang!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.2K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.5K
bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Dependencia

read
186.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook