bc

Lost Star in Uninhabited Island

book_age18+
2.8K
FOLLOW
19.1K
READ
family
self-improved
drama
bxg
realistic earth
first love
self discover
love at the first sight
colleagues to lovers
engineer
like
intro-logo
Blurb

18 +

Spin Of Fat In Love & My Baby Girl

WARNING! Sedia Tissue sebelum Membaca

Di Update setelah My Baby Girl Tamat

Terjebak di pulau tak berpenghuni dengan mantan pacar?

Iya kalau putusnya baik-baik kalau nggak?

Seperti itulah yang dirasakan Rona Mentari, keputusan nya untuk membantu pelaksanaan pernikahan saudara iparnya di pulau pribadi milik mereka membawa bencana. Ia kembali bertemu dengan orang yang dulunya telah mengisi hari-harinya.

Keputusan itu membuatnya kembali terjebak dipulau berpenghuni dengan Bintang yang notabene mantan pacarnya. Bagaimana jika masih banyak masalah yang belum selesai diantara mereka? Akankah mereka menyelesaikan masalah mereka jika pertengkaran dan perselisihan selalu terjadi. Lalu apakah mereka akan saling membuka diri di pulau yang notabene hanya ada mereka berdua untuk saling bergantung?

Sebuah cerita Absurd tentang cinta pertama, kesakitan dan kesalahpahaman yang terangkum menjadi satu.

chap-preview
Free preview
Stars 1 - The Story' Begin
“hal yang paling aku sesali adalah datang ke pulau ini dan akhirnya bertemu denganmu”   ~ Rona Mentari Ruangan itu terlihat seperti ruangan dokter pada umumnya. Warna putih mendominasi dengan beberapa rak berisi buku kedokteran dan beberapa benda berupa struktur rangka manusia yang menghiasi beberapa sudut ruangan. Di sisi yang lain terlihat sangat kontras. Sketsa-sketsa rancangan gambar gedung yang dibingkai menghiasi dinding membuat ruangan ini menjadi tak biasa. Meja dengan papan nama yang terbuat dari Kristal berada di tengah ruangan dengan dua layar computer lumayan besar yang menempati sudut tersendiri. Mata perempuan cantik khas Indonesia menatap salah satu layar computer yang sengaja diperlihatkan untuknya. Melihat dengan seksama gambar layaknya sebuah klise yang berbentuk seperti tulang kaki manusia. Matanya yang berwarna cokelat tua itu membulat, terus meneliti apakah ada kelainan di foto ronsen kaki kanannya. “it’s much better than before.” Suar dokter Orthopedi pribadinya membuat perempuan itu tersenyum cerah. Dia berdiri saat dokter itu menyuruhnya duduk di ranjang pemeriksaan sementara dia mengambil beberapa alat yang diperlukan. Kening dokter itu berkerut saar melihat sepatu hak tinggi yang perempuan itu gunakan. Delikan mata yang dia berikan hanya dibalas kerlingan seolah perempuan itu tau bahwa sebentar lagi dia akan menegur, atau bahkan memarahinya karena melanggar perintah untuk berhenti menggunakan sepatu hak tinggi seperti ini. “Don’t you remember that I command you to not use those ‘things’ anymore?” ucap dokter itu geram. Rona tesenyum kaku menatap dokter tampan yang umurnya tak jauh berbeda dengan kakak sepupu dan saudara tirinya. Senyuman kaku itu berubah menjadi senyuman manis saat mata dokter itu mendelik. “Hal itu tak akan berpengaruh apapun pada kakiku,” balas Rona dengan ceria membuat dokter itu ingin membalas, namun terhenti saat mendengar dering suara handphone. Dokter tampan itu menatap Rona yang memberi kode dengan jarinya. Keningnya berkerut saat melihat perubahan mimik muka Rona dengan cepat. Wajah ceria yang dia perlihatkan tadi berubah menjadi sendu seolah apa yang dia coba lupakan dulu kembali muncul. “My brother has found his wife,” ucap Rona dengan mata menerawang. “So … bukankah seharusnya kau senang mendengar berita itu.” “I … I have to come back to Indonesia,” jawabnya lirih. Gigitan di ujung bibir menandakan perasaan gundah yang dia rasakan. Rasa tak nyaman untuk kembali ke negara asalnya mulai bermunculan, belum lagi ketakutan akan masa lalunya yang terus menghantui. “Tar…” Sapa dokter tampan itu. Dihembuskan napasnya dalam sebelum akhirnya mencoba tersenyum menatap dokter pribadi sekaligus orang terdekatnya di negara asing ini. “Perlu aku temani kembali ke Indonesia?” tanyanya, disambut dengan gelengan lemah. “Kau tidak bisa meninggalkan pasienmu. Mereka lebih membutuhkanmu ketimbang aku. Aku bisa menjaga diriku sendiri.” Dokter itu terlihat ingin membantah, namun hanya bisa menghela napas saat melihat mata Rona melotot. “Ahhh…” desah Rona sembari turun dari ranjang. “Berikan aku resep obat pereda nyeri itu lagi. Aku masih merasakannya,” ucapnya cepat saat dokter itu akan menanyainya. Dokter tampan itu menatapnya dalam sebelum akhirnya beralih menatap pergelangan kakinya yang kembali menggunakan sepatu hak tinggiu. Dia menggelengkan kepala sebelum akhirnya mengambil sesuatu yang ada di salah satu sudut ruangan. “Pakai ini,” pinta dokter itu meletakan sneaker ke depan kaki Rona, “setidaknya dengan menggunakan ini akan mengurangi rasa sakit yang terkadang kau rasakan,” ucap dokter itu dengan nada perintah saat melihat Rona ingin kembali membantah. Rona menatap sebal, lalu melepaskan hak tinggi yang dia gunakan, menggantinya dengan sneaker mahal yang diberikan dokter itu, “Aku pergi dulu,” ucapnya memasukan sepatu hak tinggi ke dalam tas tangan besar yang dia bawa. “Kau yakin aku tak perlu menemanimu?” ucap dokter itu khawatir. Rona berhenti sejenak, membalikan badan sebelum akhirnya tersenyum simpul. Dia menelan ludah membasahi kerongkongannya yang kering sebelum akhirnya menghela napas dalam. “Seperti yang aku katakana tadi. Banyak orang yang memerlukanmu di sini. Lagipula .. aku tak bisa bersembunyi di sini terus. Aku harus menghadapinya … masa lalu itu, sooner or later.” Rona kembali tersenyum manis membuat dokter tampan yang sedari tadi menatapnya berjalan dengan edua tangan di saku celana sehingga membuat jas putih khas seragam dokter yang dia kenakan berkibar. Hanya bisa berdiam diri saat tubuh tegap dokter tampan itu memeluknya, tak merasakan apapun. Seolah kehangatan yang diberikan dokter tampan itu tak mampu menyentuh hatinya. “I have to go. I’ll promise you that everything is gonna be alright.” Rona tersenyum sebelum akhirnya benar-benar keluar dari ruangan. Mengucapkan salam kepada perawat yang telah begitu dia kenal. Wajahnya kembali muram memikirkan saat dia kembali ke Indonesia, negara asalnya yang selama empat tahun terakhir ini berusaha dia hindari. Dia kembali menghela napas dalam, sembari berdoa berharap kedatangannya kembali ke Indonesia, tak akan membuka kembali luka yang selama ini sudah dia kubur rapat-rapat. Sedangkan, dokter tampan itu ikut menghela napas dalam memikirkan kekeras-kepalaan pasie sekaligus perempuan satu-satunya yang bisa menggetarkan jiwanya itu. Berjalan menuju meja kerja dan kembali menatap lekat layar komputer yang menampilkan hasil ronsen kaki wanita itu. Sampai kapan masa lalu itu terus menghantuimu dan membuatmu merasakan rasa sakit yang seharusnya tak kamu rasakan? Ruangan itu terlihat indah. Taburan kelopak bunga mawar putih dan pink yang menghiasi lorong dari pintu masuk di temani lilin-lilin kecil dalam wadah kaca di kanan dan kiri nya membuat kamar ini semakin mempesona. Ranjang besar yang terletak di tengah ruangan terlihat menakjubkan dengan bed cover putih. Seorang gadis menahan napas, mencoba meletakkan kelopak bunga mawar merah terakhirnya di atas hiasan kelopak bunga mawar yang dia bentuk menjadi hati besar. Perlahan, dia menurunkan kakinya dari Rajang. Merapikan gaun putih panjangnya yang menjutai kemudian bergumam, ”Perfect.” Senyum bangganya terukir, puas atas semua kerja keranya dua hari terakhir untuk merubah kamar yang awalnya terlihat begitu mainly ini menjadi sedikit feminism dengan warna-warna pastel yang menyegarkan mata. Tatapan matanyta beralih pada meja mini yang menghadap laut lepas. Makanan kecil dan red wine yang tersaji di sana dia yakin akan menambah sensualitas melam pengantin Kakak tirinya tertunda. Rona –nama gadis itu menggelengkan kepala geli saat ingat bagaimana Mama tirinya meminta untuk meyiapkan kamar pengantin bagi sepasang suami istri yang akhirnya bsia kembali menyatu itu. Kesalahan besar yang dilakukan Alfian dengan meminta istrinya menggugurkan kandungan dulu, telah dia bayar dengan penyesalan yang luar biasa. Bagaimana sakitnya Deeva bisa mengetuk pintu hatinya dan menghancurkan gunung es yang sengaja dia ciptakan setelah kepergian Rani dulu. Sebagai seorang adik, Rona tau sifat Alfian. Kakak tirinya itu memang terlihat kaku dan dingin, namun  saat ada yang bisa mengetuk pintu hatinya dia akan berubah menjadi orang yang berbeda seratus delapan puluh derajat.Alfian akan menjadi orang yang hangat dan menjaga orang yang dia sayangi sepenuh hati, seperti dia menjaga Rona yang hanya adik tirinya.  “Not first but forever.” Ucapan Mama Ambar kembali terngiang di telinganya membuat Rona kembali tersenyum.  Senyuman lembut yang akhirnya berubah menjadi beku saat mengingat tindakan semena-mena yang dilakukan Alfian. Setelah ini, dia harus memastikan untuk meminta bayaran setimpat atas kerja rodi Alfian. Hardikan bahkan kecaman tak cukup untuk mengungkapkan kekesalan Rona. Bagaimana mungkin Kakaknya itu memberi berbagai macam tugas yang menguras tenaga dan pikirannya tak lama setelah kedatangannya kembali ke Indonesia. Banyak hal yang telah Rona lakukan untuk keluarga kecil Kakaknya itu. Mendesain kembali salah satu kamar apartemennya khusu untuk Deeva, putri cantik mereka, merubah interior rumah baru yang akan mereka tempati hingga yang terakhir yang harus membuat dia dan adik bungsunya, Bianca bekerja keras merancang pernikahan super romantis di pulau pribadi miliknya. Desahan napas kesalnya mulai kembali keluar. Semua hal yang berhubungan dengan Alfian membuatnya kesal. Dengan sedikit tertatih, dia meraih sepatu putih yang senada dengan gaun putihnya sembari menggeleng saat mendengar hentakan stiletto mendekat dengan langkah yang tergesa. “Hati-hati!” tegur Rona saat melihat adik bungsunya hampir saja menabrak salah satu lilin di lorong depan pintu. ‘Ups.. Sorry,” ucapnya dengan penuh keceriaan membuat Rona mendelik. Rona menghela napas memperhatikan penampilan Bianca yang mempesona dengan gaun rancanganya sendiri. Atasan gaun yang berbentuk sweetheart dengan bagian rok yang menggembang layaknya rok tutu terlihat begitu cantik membalut tubuh jenjangnya. Tanpa sadar, Rona memperhatikan penampilan dirinya. Gaun yang dikenakannya terlihat lebih simple dengan rok yang lebih panjang untuk menutupi kaki jenjangnnya Rasa iri kembali merasuki dirinya jika dia membandingkan diri dengan Bianca. Dia terlihat berbeda jika di sandingkan dengan kedua saudaranya itu. Wajah Alfian dan Bianca yang memiliki garis keturunan dari Ambar berbeda dengan dirinya yang seratus persen asli Indonesia. Tatapan matanya terhenti saat menatap stiletto berhak sepuluh cm yang dikenakan Bianca. Dia mengangkat sedikit gaunnya dan tersenyum sendu menatap sepatu ruby slipper berhak dua senti yang dia kenakan. Dokter pribadinya melarang Rona menggunakan sepatu hak tinggi yang dulu sering dia gunakan di masa pemulihan, yah walaupun larangan itu lebih sering dia langgar. Banyak dari keluarganya yang menyadari perubahannya. Rona yang dulu tak pernah bisa memakai sepatu hak tinggi sekarang begitu tergila-gila dengan sepatu tersebut. Sepatu yang dia pikir bisa menutupi kekurangan pada kakinya. Dia tak habis pikir bagaimana mama tirinya dan Bianca bisa menyembunyikan seluruh koleksi sepatunya saat dia baru kembali ke Indonesia. Sudah cukup banyak tempat yang dia jelajahi untuk menemukan sepatu-sepatu kesayangannya di seluruh rumah, namun tetap saja gagal. Mama Ambar seperti mempunyai ruang rahasia sendiri dan hanya dia yang tau, “Lo lama amat, sih. Udah ditunggu dari tadi juga,” dengus Bianca kesal membuat Rona tersadar. “Ye.. mama nyuruh dekor ini.” Rona menaikan dagunya ke atas memberi kode pada Bianca yang mengalihkan pandagan menatap apa yang baru saja kakaknya lakukan. Bianca mengumamkan kekaguman sejenak sebelum kembali mendengus kesal. “Ini lagian mama aneh – aneh aja deh. Udah tau kalau mereka sering kawin, masih aja minta dibikinin kamar pengantin sebagus ini,” dengusnya sebak membuat Rona tertawa. “Lo kira mereka kucing pake kawin segala,” kekeh Rona. “Lo ngapain?” “Ah iya, lupa.” Bianca menepuk keningnya pelan. “Lo dicarrin karyawan lo tuh. Pada ribut semua. Nanyain masalah bagusan manalah, diletakin di mana lah, pake yang mana lah, pusing gue dengarnya.” Rona meruntuki kebodohannya. Bagaimana mungkin dia lupa dengan seluruh karyawan yang dia pekerjaan agar menunggu perintah darinya sebelum melakukan sesuatu. Dia mulai panic mencari Walkie-Talkie yang dia taruh sembarangan. “Nih, Walkie-Talkie lo.” Bianca melemparkan benda itu ke Rona yang ditangkapnya dengan sempurna. “Bisa nggak sehari aja nggak pelupa?” dengusnya kesal. “Nggak.” Balas Rona cepat membuat Bianca melotot menatap kakak perempuannya itu. “Udah ah, ayo jalan. Masih banyak yang harus kita urus.” Rona menarik Bianca lalu menggandengnya keluar dari kamar pengantin ini. Rona mendesah. Benar yang diucapkan Bianca tadi. Selepasnya dia keluar dari kamar, hampir seluruh karyawannya tergopoh-gopoh mendatanginya. “Mbak, ini mana yang duluan diletakkan ya? Sweet pea atau White rose?” Tanya salah satu karyawan wanita dari team dekor yang tergopoh membawa dua vas bunga dengan dua jenis bunga yang berbeda. Rona menatap kedua vas bunga itu, mengeryitkan kening berpikir keras mana bunga yang cocok digunakan terlebih dulu. “Sweet pea,” tunjuknya. “pastikan nggak tertukar ya,” ucapnya lagi sembari terus melangkah menuju ruang rias kakak iparnya. “Mas Afi harus membayar mahal lo untuk ini semua,” geleng Bianca melihat kakak perempuannya bekerja terlalu keras. “gue udah mikir buat minta bagian dari pulau pribadi atau apartemen dia buat komisi,” ucapnya menarik tangan Bianca memintanya agar berjalan lebih cepat “Ah..” rintihnya saat merasakan pergelangan kaki kanannya mulai kembali sakit. Langkahnya terhenti, tangannya berpegangan pada dinding di dekatnya. Dia mengigit ujung bibirnya saat kesakitan di pergelangan kakinya semakin menjadi-jadi.  “Sakit lagi?” “Nggak pa-pa kok. Duluan aja.” Bianca menatap Rona dengan tatapan khawatir. Dengan rasa enggan, dia berjalan meninggalkan Rona setelah mendapat delikan tajam dari kakaknya itu. Rona menatap kepergian Bianca. Dengan cepat, meraih botol painkiller yang selalu dia bawa kemanapun. Obat dalam botol kaca itu selalu menjadi satu—satunya hal yang dapat membuatnya bertahan sekarang. Dia menenggak obat itu tanpa air, membiarkan rasa pahit obat itu menjalar ke kerongkongannya. Tangannya memijat kecil pergelangan kaki mencoba membuatnya sedikit rileks. Saat merasa sudah baikan, dia menenggapkan tubuh lalu menghembuskan napas lega sebelum kemudian kembali berjalan menuju kamar rias saudari iparnya. “Mbak, buket bunganya mau yang mana?” Tanya karyawannya lagi mencegat saat Rona ingin memasuki ruang rias. Matanya menatap buket bunga mawar pink dan baby’s Breath. Tersenyum mengingat bagaimana bahagianya Alfian saat mengetahui dia akan kembali menjadi seorang ayah. Rona mengambil bunga baby’s breath yang begitu cantik itu. Seperti namanya yang berarti napas bayi. Dia berharap napas bayi yang berada di kandungan kakak iparnya akan memberikan kebahagiaan dan menghapuskan kesalahan yang Alfian perbuat. “Hai, Mbak.” Sapa Rona tersenyum menatap kakak iparnya yang terlihat begitu cantik dengan gaun yang Bianca rancang khusus untuknya.Rani membalas senyum. Raut wajah bersalah karena terus merepotkan membuat Rona tersenyum lalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja. “Seharusnya Mbak nggak usah khawatir karena ini bukan pertama kalinya kalian akan melakukan akad, kan?” guyon Rona. “Anggap aja ini sebagai pengulangan akad kalian dulu. Mas Afi kelihatan tampan dengan tuxedo putihnya,” goda Rona membuat wajah kakak iparnya bersemu merah. “Deeva ikut Aunti, yuk!” ajak Rona membawa Deeva, keponakan cantiknya keluar dari ruangan. Deeva mempunyai peran penting setelah ini. Keponakan cantiknya ini terlihat begitu riang saat Rona menggandeng tangannya. Inilah yang begitu dia sukai dari keponakan tersayangnya ini. Senyum yang dia pancarkan seolah tak pernah padam meskipun di tengah rasa sakit yang dia rasakan dulu. Baginya, Deeva adalah anak kecil yang paling dia kagumi. Gadis kecil yang telah meyadarkannya bahwa dia perlu bersikap tegar di tengah penderitaan dan rasa sakit yang dulu dia rasakan. Mata Abunya selalu memancarkan sinar yang membuat semua orang akan ikut berbahagia bersamanya, termasuk Rona yang menganggap dirinya sendiri sebagai wanita yang hidup tanpa kebahagiaan.. ☆☆☆☆☆ “Aunti, Bukannya sekarang acara ngelepas balon?” Tanya Deeva membulatkan mata membuat Rona gemas sehingga tanpa sadar mencubit pipi gembulnya. “Aunti sakit…” rengeknya membuat Rona terkikik geli. “Auntii… balonnya,” rengek Deeva sekali lagi membuat Rona tersadar, menatap jam tangan yang melingkar di  tangan kirinya. “Ah, iya. Aunti lupa,” Rona menepuk kening. Meruntuki kebodohannya yang bisa melupakan salah satu bagian acara terpenting. Rona menarik tubuh Deeva ke belakang guna mengambil balon-balon yang telah ia persiapkan. Entah bagaimana caranya Deeva bisa meyakinkan Rona dan Alfian untuk melepaskan merpati dan balon di resepsi pernikahan Daddy dan Mommy-nya. “Biar semuanya jadi lebih indah dan bermakna, Dad,” ucap Deeva yang langsung membuat Alfian dengan mudahnya menyetujui permintaan Deeva dan membuat tugasnya semakin bertambah. Rona memerintahkan para pegawai untuk membagikan balon berwarna putih dan pink itu ke tamu lalu mengambil beberapa buah sebelum akhirnya malaikat kecil itu menarik tangannya menuju tempat pesta. “Va … pelan-pelan. Kaki Aunti sakit,” ucap Rona tersengal saat Deeva terus menariknya. “Nggak bisa, Aunti. Kita harus cepat kasih balon ini ke Mommy sama Daddy.” Deeva terus menarik tubuh Rona dengan begitu kuat. “Mom, dad. Ini balonnya.” Deeva melepaskan tarikan tangannya lalu memberikan balon itu ke kedua orang tuanya. Rona bisa sedikit bernapas lega. Menegakan tubuh sembari merapikan gaunnya yang sedikit berantakan. Ia menatap bingung saat melihat kaki seseorang berada tepat di depan tubuhnya. Perlahan ia mengangkat wajah lalu menatap laki-laki itu. “Hai, Rona …,” sapa Pria itu membuat tubuh Rona menegang. Tubuhnya berubah kaku saat kembali menatap mata coklat itu. Balon-balon yang tadi seadanya akan ia berikan ke tamu mulai terlepas dari cengkramannya. Dadanya berdegup kencang. Jantungnya seakan ditikam ratusan pisau tajam saat mata mereka kembali bertemu. Perlahan Rona menatap wajah pria itu. Wajahnya masih sama seperti dulu, begitu tampan dengan kulit tanned yang membuatnya begitu seksi. Rona menutup mata saat tatapan dingin pria itu kembali menatapnya lekat. Dia ingin menjauh dari seseorang yang menghancurkan hirupnya dulu. Pria yang menatapnya seperti sampah tak berguna yang bisa seenaknya dibuang saat tak diperlukan lagi. Orang yang sama yang dulu memberinya semua kebahaguaan dan penderitaan dalam hidupnya. Orang yang terus memanggilnya dengan nama yang paling ingin dia lupakan. Bintang Timur. Pria yang dia harapkan menjadi orang terakhir yang akan dia temui di dunia ini dan orang yang paling bertanggung jawab atas semua hal menyakitkan yang terjadi kepadanya selama empat tahun terakhir ini.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
4.5K
bc

The CEO's Little Wife

read
622.7K
bc

After That Night

read
7.2K
bc

BELENGGU

read
63.3K
bc

Revenge

read
11.9K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
50.5K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook