bc

Istri yang Dijual

book_age18+
7.3K
FOLLOW
64.0K
READ
revenge
dark
sex
arrogant
dominant
badboy
CEO
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

Tidak ada yang lebih bobrok dari kehidupan Celline selain dimanfaatkan oleh suaminya sendiri dan dimanipulasi sedemikian rupa.

John adalah simbol suami yang paling b***t. Dia bukan hanya suka berjudi dan minum, tetapi juga memanfaatkan istrinya sesuai dengan apa yang ia mau.

Suatu hari, dia menjual istrinya sendiri kepada seorang CEO ternama.

Tetapi lelaki itu bukan hanya sembarang CEO. Dia adalah lelaki yang pernah ada di masa lalu dan pernah Celline tinggalkan begitu saja. Lelaki yang kini bertekad akan menaklukkan Celline dan membuat Celline membayar apa yang pernah dulu ia lakukan terhadapnya.

Cover by Lana Media

chap-preview
Free preview
Dijual
Celline duduk di kursi kayu ruang tengah flat. Dia menatap suaminya dengan ekspresi takut. Lelaki itu kini memperlihatkan wajah menyeramkan. John, lelaki dengan postur tinggi 185 centi meter dan kulit cokelat itu telah berubah banyak semenjak pernikahan mereka tiga tahun yang lalu. Dulu, dia adalah lelaki humoris dengan sinar jenaka di kedua netra birunya Membuat banyak lelucon kecil dan melakukan hal-hal menyenangkan untuk Celline. Memanjakan Celline setiap saat dan membuat Celline terbang dengan setiap angan-angannya. Kini, lelaki itu menjelma menjadi monster yang berjalan. Kebiasaan judinya membuat Celline harus menghadapi suasana hati John yang seperti gelombang pasang setiap saat. Bisa tiba-tiba membesar dan menghempaskan apa pun yang ada di sekelilingnya. "Aku butuh kau melakukan sesuatu!" kata John dengan suara serak. Rambut pirangnya yang kusut masai seperti tak pernah tersentuh air. Lepek dengan banyak keringat, menunjukkan berhari-hari lelaki itu tidak mandi. Kemeja yang dikenakan John juga asal-asalan. Kancing terbawahnya tidak dipasang. Membuat Celline memiliki tebakan-tebakan buruk tentang aktifitas suaminya tadi malam. Jam baru saja menunjukkan pukul sembilan pagi. Masih terlalu awal bagi John untuk pulang kembali dari aktifitas malam yang biasanya ia lakukan. Lelaki itu sangat keranjingan berjudi dan sering kali menjadi sampah di banyak kasino. Dia memiliki riwayat hutang panjang yang tak bisa Celline tebak total keseluruhannya. Sudah berkali-kali Celline menyaksikan debt collector menggedor pintu rumah ini demi meminta kepastian pembayaran hutang John. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana John bisa bertahan terus dalam kebiasaannya berjudi setelah lusinan kali dia dihajar oleh orang-orang yang menagih hutangnya. Dan hanya Tuhan yang tahu bagaimana bisa kasino-kasino itu tetap memberinya kelonggaran dan mengijinkan John bermain judi, meskipun sering kali lelaki itu berakhir dengan banyak kerugian yang tak bisa ia tutup. Washington D.C. pagi ini cukup cerah. Musim semi telah merayap datang, menyingkirkan dinginnya cuaca musim sebelumnya. Celline, dengan rambut pirang sewarna madunya menatap jendela kecil yang ada di samping kanannya, menatap keadaan luar yang menjanjikan banyak hal. Celline menarik nafas berat. Andai saja hidupnya bisa seindah dan sebebas burung. Terbang ke mana pun ia mau. Hinggap ke mana saja ia ingin. Pasti hari-harinya terasa seperti surga. "Aku sudah sering melakukan sesuatu yang kau mau. Apalagi kali ini, John? Tidak bisakah kau berhenti dari kebiasaan judi dan minummu?" Celline bertanya dengan lelah. Jujur, dia telah rapuh secara luar dalam. Hatinya ringkih. Terlalu sering dijadikan sebagai alat oleh John melakukan apa pun yang John inginkan. Ibarat sebuah batu, Celline telah lama digores dan hanya menyisakan serpihan-serpihan kecil yang mudah dihamburkan oleh angin begitu saja. Eksistensinya sebentar lagi mungkin akan lenyap. Braaaak "Tutup mulutmu, Woman! Jangan sembarangan bicara!" John menggebrak meja ruang makan. Dia membuat kayu murahan itu bergetar rapuh karena tenaga John yang cukup besar dalam memukulnya. Celline mengedipkan matanya dengan mendadak. Dia menyatukan jari-jemari tangannya dengan gemetar. John telah memberi tanda-tanda ia akan kehilangan kendali. Tidak ada yang dibenci Celline kecuali kenyataan itu. Diam adalah hal yang paling baik. Itulah kesimpulan yang dibuat Celline setelah berulang kali dia melihat kemarahan tak masuk akal di kedua mata John. Kemarahan yang akan membawa kerugian besar padanya. "Kau selama ini terlalu tak berguna. Keberadaanmu hanya membuat beban untukku saja. Saat ini, aku memberimu kesempatan untuk melakukan hal yang benar!" John menunjuk wajah Celline dengan ujung telunjuknya. Celline menatap lantai. Memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi. John selalu mengatakan hal ini setiap kali dia ingin Celline melakukan sesuatu. Seperti meminjam uang tetangga flatnya, meminta uang pada mantan atasannya, dan hal-hal lain sejenisnya. Celline lelah kali ini. Dia benar-benar tak ingin terjebak dengan John dalam kehancuran total. Dia tak ingin menjadi wanita yang selalu kalah oleh keadaan. Semenjak menikah, Celline dibatasi ruang geraknya oleh John. Bahkan bekerja saja ia tak boleh. Bagaimana John bisa berkata jika Celline tak berguna? Fungsi Celline sendiri telah dimatikan oleh John. Sehingga mau tak mau ia hanya bisa duduk pasif di rumah, menerima semua takdir buruk yang lama-lama seperti neraka. "Aku tak bisa, John. Jangan paksa aku untuk melakukan sesuatu lagi untukmu." Suara Celline lemah. Campuran antara kelelahan dan keputusasaan. "Kau lupa siapa dirimu, Celline? Kau adalah istriku! ISTRIKU! INGAT ITU! ISTRI YANG SEHARUSNYA MENDUKUNG SUAMI. JANGAN LUPAKAN PERANMU ITU! AKU LELAH MEMILIKI ISTRI SAMPAH SEPERTIMU!" Celline mendongak, menatap John dengan wajah pucat pasi. Sinar wajahnya perlahan hilang, meninggalkan kulit seputih kapas yang seolah akan hancur hanya tertiup angin. John telah menandakan akan kehilangan kontrol lagi. Suara teriakannya menggema di dinding flat mereka, menciptakan teror tersendiri bagi Celline. Celline perlahan berdiri dari duduknya, mencoba mencari jarak aman dari suaminya sendiri. Langkahnya menapak lantai dengan tak yakin. Menikah dengan John telah membuat Celline dipenuhi keraguan dalam setiap tindakannya. Lelaki itu berhasil mempengaruhi psikis Celline dengan cara yang tak pernah ia duga sebelumnya. "John," lirih Celline sambil menenangkan dirinya sendiri. "Kau akan mengikuti semua kata-kataku!" John menunjuk Celline dengan wajah berang. Ia sangat tak suka dengan penolakan istrinya. Hanya wanita yang tak berguna yang menolak bekerja sama dengan suaminya sendiri. "Tidak, John. Tidak lagi. Kumohon …," cicit Celline merasa hampa. Suaranya hampir menyerupai bisikan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali, menolak tunduk pada kemauan John. "Aku sudah berjanji akan membuatmu tidur satu malam dengan seorang CEO ternama. Kau tak bisa membuatku memakan kata-kataku sendiri!" Celline membeku. Semua sendinya seperti tak bisa bergerak secara mendadak. Seluruh tubuhnya bagaikan kehilangan fungsi. Tidak ada yang lebih membuatnya terkejut selain kalimat yang baru saja John katakan untuknya. Sebuah kalimat yang Celline coba tepis dalam-dalam. Tidak. Tidak mungkin. Suaminya tak akan pernah melakukan semua itu. Suaminya tak akan segila itu. Suaminya tak akan sampai hati menjadikannya wanita jalang serendah itu. Ini sangat tidak mungkin. Celline menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat. Dia mencoba menolak semua hal yang ia dengar. Logikanya menentang habis-habisan apa yang dikatakan oleh John. "Tidak, John. Tidak. Kau pasti bercanda. Ya. Kau pasti bercanda!" Celline tertawa miris, mencoba mencari lelucon untuk apa yang baru saja disampaikan oleh suaminya sendiri. Celline harus tetap waras. Jika apa yang ia dengar tak masuk akal, maka ia perlu menggapai pikirannya lebih dalam lagi. "Kau harus membantuku kali ini, Celline. Aku sudah membuat kesepakatan! Aku sudah menerima uang. Dia menyukai wajahmu saat aku tunjukkan potretmu. Hanya satu malam. Kau hanya harus membuka kakimu dan biarkan dia melakukan apa yang dia mau. Bukankah mudah? Dia puas, kau bebas, dan aku punya uang! Lakukan saja!" John berkata seperti orang gila. Wajahnya berbinar senang saat membayangkan dia akan mendapatkan pundi-pundi dollar di tangannya. Senyumnya tersungging seperti pesakitan jiwa. Tetapi bagi Celline, John saat ini terlihat sangat menyeramkan. Tidak pernah ia mendapati suaminya dalam ekspresi seperti ini. Seperti seorang psikopat yang merasa bahagia ketika melihat korbannya tak berdaya dan tersiksa. "Tidak! Kau gila! Demi Tuhan, aku tidak akan pernah mau melakukan hal itu! Tidak akan!" Celline semakin berjalan mundur hingga menabrak dinding. Mata emasnya membulat ketakutan seperti rusa yang terjebak dalam tawanan. Kesadarannya mulai kacau. Celline harus berpegang dengan seutas tali kewarasannya sendiri agar ia tak ikut gila terseret oleh John. "Kau harus! Sudah kukatakan kau harus mau! Jika tidak, akan kupaksa kau dengan caraku sendiri!" Perlahan, John menyentuh ikat pingganya dan melepaskan benda itu dari celana. Benda hitam panjang tersebut melingkar di tangan kekarnya, seolah-olah siap digunakan untuk melakukan apa saja. Celline menjerit. Ketakutannya kali ini sudah berada di atas ambang batas toleransinya. Dia mulai berlari ke ruang depan, menuju pintu flat untuk keluar. …

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

BILLION BUCKS SEASON 2 (COMPLETE)

read
334.5K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Chandani's Last Love

read
1.4M
bc

Destiny And Love

read
1.5M
bc

My One And Only

read
2.2M
bc

PERFECT PARTNER [ INDONESIA]

read
1.3M
bc

YUNA

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook