bc

The Wife of Darrel

book_age18+
2.8K
FOLLOW
25.7K
READ
dark
sex
love after marriage
pregnant
arrogant
dominant
bxg
mystery
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Bagi Darrel, Lindsey hanyalah wanita dangkal, munafik, pengecut, yang mempermainkan ikatan pernikahan sesukanya. Di mata wanita itu, perkawinan hanyalah ikatan rapuh yang bisa diinjak-injak sesuka hati. Dia istri yang tak tahu diri.

Bagi Lindsey, Darrel adalah lelaki kompleks yang memiliki sisi gelap dan kejam. Ada rahasia kelam yang lelaki itu sembunyikan dari dunia dan tak ia ijinkan siapa pun tahu. Dia adalah suami yang menakutkan. Lelaki yang memiliki wajah iblis.

Lindsey menginginkan perceraian dari Darrel. Tetapi lelaki arogan itu selalu mempersulitnya.

Hingga kemudian, Darrel memberikan sebuah kesepakatan. Dia akan menyetujui gugatan perceraian Lindsey, asalkan wanita itu bersedia memberikannya seorang anak dalam rentan waktu satu tahun.

chap-preview
Free preview
Gugatan Perceraian
Lindsey Anderson menatap pengacara di depannya dengan mulut terkatup rapat. Dia mengusap wajahnya yang lembut dengan gerakan sedikit kasar. Peluhnya mulai muncul perlahan di ujung dahi. Siang ini Manhattan cuacanya lumayan panas, membuat banyak orang ikut terkena efek sehingga emosinya mudah naik di titik tertinggi. Lindsey contohnya, dia mengepalkan kedua tangan, mencoba sekuat tenaga menahan diri mendengar kabar yang disampaikan oleh Jefferson Smith, sang pengacara. Rambut gelap Lindsey yang bewarna cokelat tampak sempurna membingkai wajah ovalnya. Air mukanya yang gelap tak memudarkan kecantikan yang ia miliki. Setiap ekspresi kemarahannya terpancar samar melalui netra silver yang menawan. "Pengadilan menolak gugatanku lagi?" Lindsey menatap Jefferson dengan pandangan tak terima. Dalam setahun ini, Lindsey telah melayangkan gugatan perceraian ke pengadilan negara bagian dengan alasan perbedaan yang tak dapat didamaikan. Dia telah mengganti pengacaranya sebanyak tiga kali berturut-turut dan hasilnya tetap nihil. Gugatan itu tertolak karena Darrel Vranzerlin, lelaki yang masih menyandang status sebagai suaminya secara hukum, melawan gugatan tersebut dan melemahkan alasan perceraian yang coba dilayangkan Lindsey. Selain kaya dan dominan, lelaki itu cukup licik dalam menghadapi semua serangan Lindsey. Secara hukum, Darrel masih menafkahinya dengan rutin, mencoba melakukan komunikasi, dan tidak melakukan apa pun yang termasuk ke dalam kekerasan rumah tangga. Sehingga alasan gugatan cerai Lindsey terasa mengada-ada. Lindsey-lah yang kemudian diserang balik. Dia dianggap menentang usaha dalam melakukan mediasi, menolak semua konseling pernikahan, menutup semua akses komunikasi, dan melalaikan kewajiban sebagai seorang istri. Lindsey lama-lama kehabisan akal. Dia merasa buntu setiap kali memikirkan ke mana tujuan hidupnya ke depan. Satu-satunya ikatan yang ingin diurai, kini terasa semakin membebaninya setiap saat. Seperti dosa lama yang coba ia tinggalkan tapi tak pernah bisa. "Mrs. Vranzerlin, anda harus mulai—" "Berhenti menyebutku dengan nama itu. Aku sudah menanggalkan nama belakang lelaki itu saat aku memutuskan untuk meninggalkannya. Panggil aku Lindsey Anderson." Mata Lindsey berapi-api. Dia memotong perkataan Jefferson, merasa tak terima dengan panggilan nama belakang yang saat ini tak ingin dia dengar lagi. "Baiklah. Ms. Anderson, jika anda masih ingin menggugat cerai kembali suami anda, pikirkanlah alasan lain yang lebih kuat dari sekadar ketidakcocokan." "Bukan ketidakcocokan, tapi perbedaan yang tak dapat didamaikan." Lindsey meradang. Dia menghentak-hentakkan ujung hillsnya di lantai ruang kerja milik pengacara itu dengan gerakan tak sabar. "Apa pun itu istilahmu. Dalam hal ini, aku hanya mengingatkan gugatan perceraian dengan alasan itu cukup lemah, kecuali disetujui oleh dua pihak yang sebelumnya melakukan mediasi terlebih dahulu. Jadi, jika ada kasus lain yang lebih kuat, kekerasan dalam rumah tangga, misalnya. Anda bisa menambahkannya." Jefferson menggeleng lemah. Kaca mata tebalnya yang terlihat telah dipakai puluhan tahun melorot ke bawah, mengenai pangkal hidungnya yang gendut. Wajah bulatnya yang berusia di pertengahan lima puluh tahunan tampak mengeriput di beberapa tempat. Perut buncit lelaki itu bahkan bisa menyentuh ujung meja kerja setiap kali lelaki tersebut duduk. Lindsey curiga lelaki itu tak pernah melakukan diet khusus. Lemaknya ada di mana-mana. Lindsey terdiam lama. Keningnya berkerut menahan rasa kesal, merasa terjebak oleh keadaan. Jefferson benar. Dia tak memiliki alasan perceraian yang kuat. Gugatannya selalu mental di pengadilan melawan suaminya yang ahli dalam mengendalikan banyak situasi. Terkadang muncul rasa putus asa dalam hatinya. Setiap langkah yang ia ambil serasa percuma. Lindsey hanyalah seorang penulis novel dan seorang jurnalistik yang gajinya tak menentu. Sekali pun dia memiliki simpanan uang yang cukup, tetap saja kemampuannya terbatas selama ia melawan arogansi Darrel. Lelaki itu seperti tembok besar yang sulit ia hancurkan. Melawannya adalah kesia-siaan belaka. Ya Tuhan. Dia hanya ingin lepas dan bisa hidup tanpa bayang-bayang lelaki tersebut. Kenapa sulit sekali bercerai darinya? Pernikahan mereka adalah sandiwara dan kepalsuan belaka. Seharusnya lelaki itu tak mempersulit mereka seperti ini. "Ms. Anderson," kata pengacara tersebut. Suaranya terdengar samar-samar, seolah tak yakin dengan apa yang akan ia sampaikan. "Ada apa? Kau memiliki jalan keluar lain yang bisa membuat pengajuan ceraiku lolos?" Mata silver Lindsey berbinar, menampakkan sinar familier yang selalu muncul ketika ia merasa bahagia terhadap sesuatu. "Ehm." Jefferson berdeham. Dia membenarkan kacamatanya yang kian melorot dan memandang Lindsey dengan tak yakin. "Sore kemarin, aku mendapat pesan dari pengacara Mr. Vranzerlin. Dia menyampaikan jika kau masih berkeras menginginkan perceraian, Mr. Vranzerlin bersedia menciptakan kesepakatan." "Kesepakatan?" tanya Lindsey tak mengerti. Darrel adalah orang yang sulit untuk bernegosiasi kecuali untuk melindungi kepentingannya sendiri. Egonya terlalu besar untuk mengalah. Rumus dalam hidupnya adalah tentang kemenangan diri. Jika ia sampai menawarkan kesepakatan, pasti hal itu cenderung berpihak pada keuntungan Darrel. Tapi meski begitu, Lindsey masih penasaran. Apa yang telah lelaki itu coba tawarkan untuknya. Mungkinkah sesuatu itu adalah hal yang bisa Lindsey lakukan? "Katakan!" Lindsey menyipitkan kedua matanya, menahan nafas. "Selama kau bersedia memberinya seorang putra dalam rentan waktu satu tahun, dia berjanji akan menyetujui gugatan perceraian kalian." … Darrel Vranzerlin berdiri di balik jendela kamar. Dia menatap ke luar menuju kegelapan malam. Wajahnya yang terpahat sempurna tampak menguarkan aura kejam. Garis rahangnya keras. Tulang pipinya tinggi sesuai dengan hidungnya, menunjukkan darah latin yang ia dapatkan dari sang ayah. Kedua matanya laksana coretan tinta malam, setajam elang dengan sorot mengintimidasi yang tajam. Kamar ini berubah auranya menjadi kelam ketika Darrel berada di sini. Seolah kegelapan telah menjadi wujud eksistensi keberadaannya. Darrel menoleh saat mendengar suara ketukan pintu. "Masuk!" titahnya datar. Seorang lelaki berpakaian hitam berusia sekitar setengah abad memasuki ruang kamar dengan tatapan menunduk ke bawah. Seolah-olah dia terbiasa melakukan hal ini sebagai bentuk penghormatam terhadap majikannya. "Tuan," sapa Wesley Martinez degan takdzim. Dia merendahkan bahunya sedemikian rupa, melakukan penghormatan layaknya pelayan. "Ada apa?" tanya Darrel dingin. "Aku membawa kabar tentang istri anda." Perkataan Wesley mampu membuat Darrel memfokuskan perhatiannya dua kali lipat. Kedua matanya menyipit, membentuk satu garis lurus. "Sudahkah kau sampaikan kesepakatan dariku?" tanya Darrel menuju pokok pembicaraan. Lelaki itu termasuk orang yang tak suka basa-basi. Dia mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat itu juga. "Sudah kusampaikan melalui pengacaranya," jawab Wesley masih dengan posisinya semula. "Bagaimana jawabannya?" Darrel menunjukkan ketidaksabaran. Wesley terdiam untuk sejenak. Dia mencoba merangkai kata-kata di dalam otaknya. Bagaimana pun juga, pengacara sekaligus pelayannya itu telah lama mengabdi untuk keluarga Vranzerlin. Dia terlalu mengenal karakter majikannya dengan baik. Termasuk setiap kemarahannya pada sesuatu yang tak sesuai dengan kemauannya. "Istri anda belum memberikan jawaban." Tak ada tanggapan yang keluar dari mulut Darrel. Lelaki itu memilih diam dengan tatapan yang semakin kelam. Dia membiarkan pikirannya berputar dalam kepalanya, tanpa membiarkan seorang pun tahu. Pemikiran Darrel itu seperti labirin yang kompleks. Penuh lika-liku dan mengandung banyak misteri. Hanya Tuhan yang tahu apa yang ia sembunyikan dalam otaknya yang licik. "Buat janji temu dengannya. Katakan jika dia masih ingin bercerai dariku, dia harus menemuiku besok. Akan kubahas kesepakatanku dengannya secara langsung." Darrel membalikkan tubuhnya begitu saja. Dia kembali menatap langit malam. Tak ada sinar apa pun di sana, hanya kerlip-kerlip lampu dari kota yang tak pernah mati. Manhattan. Kota dengan sejuta aktifitas. Menyimpan banyak cerita dan riwayat. Ujung bibir Darrel tertarik ke samping, menciptakan seringaian kecil yang telah menjadi kebiasaannya. Tanpa suara, bibirnya membentuk sebuah kalimat singkat. "Lindsey, mari kita lihat siapa di antara kita yang akan menang." …

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Secret Proposal

read
376.3K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

Dependencia

read
186.2K
bc

T E A R S

read
312.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook