bc

Prince of Avilla : Cinta Sang Pangeran

book_age18+
82
FOLLOW
1K
READ
badboy
goodgirl
heir/heiress
drama
sweet
city
small town
enimies to lovers
intersex
like
intro-logo
Blurb

Menjadi pewaris kekayaan De Avilla, membuat Farrel hampir bisa memiliki segalanya.

Mobil? Barang antik? Barang limited edition? Jalan-jalan? Semua bisa Farrel dapatkan. Bahkan hidupnya tidak pernah sepi, banyak wanita silih berganti mengisi hatinya.

Sungguh menyenangkan!

Namun, siapa sangka semua harta dan tahta yang dimilikinya tidak sanggup membuat seorang gadis bernama Siska silau. Gadis itu terang-terangan menolak cinta, status, dan fasilitas yang diberikan oleh Farrel!

Penolakan Siska, membuat Farrel gusar! Hingga sebuah ide liar dari Wisnu--sahabat Farrel, harus dilaksanakan demi mendapatkan hati Siska!

chap-preview
Free preview
The Prince
“Sayang,” suara lembut itu begitu menenangkan, membelai indera pendengaran pria yang masih berbaring miring hanya memakai bokser. Seprainya tidak pernah rapi semenjak dia duduk di bangku kuliah dan mengenal yang namanya wanita. Bukan berarti sebelumnya dia tidak mengenal, tapi umurnya saja yang waktu itu belum cukup untuk melakukan kegiatan orang dewasa ini. “Aku harus balik ke kosan.” “Di sini aja.” “Farrel, enggak bisa. Cowok aku pasti curiga kalau besok pagi aku enggak ada di kosan. Ntar kita ketahuan.” Farrel menggeram, lalu bangkit sambil menyambar kaosnya. Tidak memedulikan wanita yang sepanjang sore tadi memberinya kehangatan. Playboy kampus satu ini tetap melangkah ke dapur dan mengambil sebotol wine untuk dinikmatinya sembari menonton acara teve. “Aku pulang dulu. Besok pagi kita ketemu di kampus,” pamit wanitanya, lalu memberikan kecupan perpisahan. “Enggak usah, kita udah selesai.” “Tapi—” “Lo tahu reputasi gue, kan? Enggak ada yang namanya ‘ceweknya Farrel’, semua hanya one night stand atau kalau beruntung jadi friend with benefit gue. Tapi itu juga enggak gampang. Untuk kasus lo, cuma ons aja,” kekeh Farrel sambil melambaikan tangan pada teman wanitanya, yang kemudian membanting pintu apartemen Farrel. Setidaknya untuk saat ini, tenang kembali menyelimuti Farrel, atau tidak? Karena tiba-tiba saja ponselnya berdering dan nama Rendra hadir di sana. “Apaan?” “Jadi dateng? Gue udah minta cewek gue buat ngajak gebetan lo.” “Pasti dateng dianya?” “Babik lah lo, dateng kumpul-kumpul, tapi mesti nungguin cewek.” “Suka-suka gue.” “Iya, dia dateng. Pasti!” Farrel segera melompat dari sofa dan berlari ke kamarnya kembali untuk bersiap menuju kelab ONE. Menjadi pemuda dengan nama belakang De Avilla, memberikan Farrel akses tanpa batas untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Frans? Papanya hanya bisa mengelus d**a—masih mending dia tidak mati muda. Berbeda dengan Frans yang sering kali menasihati putranya, mertua dan pamannya justru sangat memanjakan Farrel. Jika sudah seperti itu, Frans tidak bisa melakukan apapun. Pria yang tidak lagi muda itu hanya bisa berpesan agar Farrel tidak menyalahgunakan kebebasan yang diberikan padanya. Bukan Farrel jika dia menuruti ucapan papanya. Namun, lagi-lagi pemuda yang mengambil double degree diam-diam itu berhasil menutupi sifat urakannya dengan sikap manis yang ditampilkannya khusus untuk keluarganya. “Woi, akhirnya nyampe juga,” tegur Wisnu yang baru kembali dengan sebotol bir di tangannya. “Mana?” “Woelah, sabar ngapa. Bentar lagi juga nyampe,” sambung Rendra yang mendorong tubuh Farrel agar bergabung bersama mereka dan beberapa teman wanita yang sudah lebih dulu sampai. Farrel menepis tangan Rendra. “Awas aja kalau—” Kalimat Farrel terputus saat netranya menemukan seorang gadis yang berhasil memiliki hatinya sedang berdiri di antara banyak orang di lantai dansa. Gadis itu terlihat risih berada di sana, tapi untung saja kedua temannya—yang salah satunya adalah kekasih Rendra—segera menariknya menuju meja Farrel dan sahabatnya. Bukan senyuman, apalagi panggilan sayang yang diberikan gadis itu. Namun, hanya senyum sinis dan sikap tak acuh. Sungguh, gadis ini berbeda dengan gadis-gadis lainnya. Jika kebanyakan gadis akan dengan senang hati menyodorkan tubuhnya untuk dinikmati oleh Farrel demi status sosial dan fasilitas yang didapatkan oleh mereka selama menjadi wanita penghibur Farrel, gadis satu ini berbeda. Dia terang-terangan menolak Farrel! “Hai, Cantik,” sapa Farrel dan tanpa peduli penolakan Siska, menariknya untuk duduk bersamanya. Farrel merangkul pundak Siska, sembari membisikkan kata-kata manis yang justru membuat gadis itu risih dan menghindar. “Dea, apa-apaan ini? Lo bilang ini acaranya Rendra, dan si belagu curut ini enggak bakalan dateng.” Siska mengalihkan pandangannya pada Farrel yang meringis. “Karena sibuk sama pelacurnya.” “Kok kamu ngomongnya gitu? Mereka bukan p*****r, mereka itu temen-temen kamu lho. Temen yang—” “Bego. Mau aja lo tidurin demi duit. Apa namanya kalau bukan p*****r?” “Friends with benefit? Kami sama-sama diuntungkan. Gue dapet seks yang memuaskan, mereka dapet apa yang dipengen, kan?” “Gila!” Farrel terbahak, lalu meraih kedua tangan Siska dan mengecupnya. “Aku janji, kalau kamu mau nerima cintaku, aku bakalan setia sama kamu. Kamu adalah yang terakhir buatku. Janji.” “Minggir!” kesal Siska seraya menepis kembali tangan Farrel yang terus menggelayutinya. “Ketemu lo di sini, cuma buang-buang waktu!” Tanpa peduli dengan panggilan Farrel, Siska terus melangkah keluar, dan langsung pergi meninggalkan kelab ONE. “Mau taruhan, Ndra?” tanya Wisnu yang duduk di antara Farrel dan Rendra. “Casanova kita ini enggak akan bisa dapetin Siska.” “Gue pegang omongan Wisnu. Siska terlalu high class untuk Farrel yang middle cenderung lower class,” kekeh Rendra. “Tungguin aja. Dia bakalan bertekuk lutut di depan gue. Ngerengek buat jadi cewek gue.” “Bacot doang lo! Dari setahun lalu juga lo ngomongnya gitu,” tukas Wisnu. “Kali ini beda, gue bakalan bawa dia ke Barcelona.” “Lo pikir dia enggak punya duit buat ke sana sendiri? Dia itu model.” “Eh tunggu-tunggu,” potong Rendra. “Lo enggak cuma ajak dia aja, kan? Lo enggak lupa dengan janji lo pas kalah taruhan dulu, kan? Bawa kita seangkatan berangkat magang di kebun anggur keluarga lo yang ada di Barcelona?” Farrel menggeleng. “Gue inget, tapi kayaknya enggak bisa semuanya. Soalnya kakek sama paman gue enggak kasih izin. Maksimal 15 orang, sisanya bakalan magang di Buleleng.” “Sob! Kalau gue sama Wisnu, pasti ikut yang Barcelona, kan?” “Iya kan, Rel?” pasti Wisnu. “Lo berdua tenang aja, spot lo di rombongan magang ke Spanyol bakalan aman, kalau lo bisa mastiin Siska ikut juga.” “Yaelah, Siska lagi Siska lagi. Udah nyari aja yang lain. Kayak cewek cuma satu doang!” kesal Rendra. “Enggak ada Siska, enggak ada Barcelona,” yakin Farrel, lalu menandaskan sesloki minuman di hadapannya. __________________ Entah siapa yang datang, tapi sepertinya orang tersebut tidak sabaran. Terbukti dari caranya menekan bel apartemen Farrel berulang kali, tidak peduli penghuninya sudah berteriak marah menyuruhnya berhenti. Dengan wajah kesal, Farrel membuka pintu dan mendapati adik perempuannya berdiri dengan wajah kesal. “Kenapa lagi? Berantem sama papa?” Flora tidak menjawab, gadis itu langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. “Ini hampir subuh, lho. Lo bilang orang rumah enggak kalau ke sini?” “Enggak perlu bilang juga pasti mereka mikirnya ke sini. Emangnya gue bisa kemana lagi?” Farrel mendesah pelan. Dia butuh tidur setelah seharian bercinta, tapi adiknya yang tidak tahu diri ini malah memaksanya bergadang mendengarkan keluhannya. “Berapa kali gue bilang? Itu artinya, papa sama mama sayang sama lo.” “Tapi ini acara perpisahan gue sama geng gue. Apa sih yang mungkin kejadian kalau gue pergi ke Singapura bareng temen-temen gue?” “Banyak, dan gue juga tahu kalau lo enggak cuma pergi sama geng lo doang. Lo juga pergi sama Raka, kan? Cowok begajulan, anak geng motor, yang enggak punya masa depan.” “Hey, look who’s talking? Kayak lo bener aja,” ujar Flora seraya memutar matanya malas. “Kelakukan lo aja tiap—wait!” Flora beranjak dari duduknya, melangkah mendekati lemari buku dan meja belajar Farrel yang kebanyakan berisi tentang buku pertanian dan bisnis. Matanya memicing tajam, fokus pada satu buku tebal di sana. Namun, belum sempat tangannya meraih buku itu, Farrel sudah lebih dulu mengambilnya. “Lo! Selama ini lo juga …” “Ini enggak seperti yang lo kira. Ini bukunya Wisnu.” “Wisnu enggak kuliah di FK!” “Maksud gue sepupunya.” “Sepupunya? Terus ngapain bukunya dia ada di sini?” “Itu …” “Jawab! Lo bohongin papa sama mama, kan? Lo diem-diem ngambil kuliah kedokteran, kan? Ngaku!” “Ck! Bukan!” Farrel meletakkan kembali buku tebal tentang anatomi itu di meja. “Lo tahu, kan gimana reputasi gue?” “Tau! Bahkan peraturan enggak akan meniduri keluarga dari sahabat sendiri yang ada di geng sinting lo itu, gue juga tahu! Jadi mending lo jawab jujur sekarang juga.” Farrel menghela napas pasrah. Kebohongan yang disimpan rapat-rapat ini akhirnya terbongkar. “Iya, gue juga ngambil kedokteran.” “Papa sama mama pasti kecewa. Apalagi Kakek sama Paman Uta.” “Flo.” Farrel meraih kedua tangan adiknya. “Jangan bilang ke siapapun, ini rahasia kita, ok?” Flora menggeleng. “Gue tahu, lo sebenernya pengen berada di posisi gue. Maksud gue belajar agribisnis. Lo pengen meneruskan usaha keluarga kita, kan?” “Jangan asal ngomong!” “Gue enggak asal ngomong! Gini aja, lo diem tentang ini, gue akan bantuin lo dapetin izin biar bisa ke Singapura. Gimana? Deal?” Tawaran yang sangat menggiurkan, dan tentu saja Flora tidak akan melepaskannya. Akhirnya seminggu kemudian Flora pergi ke Singapura bersama teman-temannya, ‘ditemani’ bodyguard-nya, Rimba yang kebetulan menghadiri seminar tentang kesehatan reproduksi wanita di Singapura. Meninggalkan Farrel yang pusing dengan permintaan dosennya yang terus bertanya terkait program magang. Semakin runyam saat Rendra dan Wisnu tidak bisa menjaga mulut mereka dan membeberkan janji Farrel untuk mengajak teman sekelasnya magang di perkebunan anggur De Avilla—tentu saja minus taruhan ‘ingin mendapatkan Siska’. “Iya, Bu. Kakek sama Paman saya sudah setuju dan mengizinkan untuk magang di sana. Terserah mau yang di Barcelona atau Bali.” “Bagus. Ini kesempatan bagus yang harus kalian manfaatkan. Untuk fasilitasnya bagaimana, Farrel?” “Keluarga saya hanya menyediakan akomodasi dan transportasi selama di sana. Tapi tidak dengan biaya tiket pesawat.” “Kalau begitu, kalian bisa pikirkan baik-baik. Kalau ada yang keberatan dengan biaya transportasinya, mungkin kalian bisa meneliti perkebunan yang ada di Puncak. Tapi saya rasa, kalian semua yang ada di kelas saya ini bisa membeli tiket pesawat ke Barcelona ataupun Bali, kan? Ok, kalau begitu, kelas bubar.” Well, ibu dosen tidaklah salah! “Satu masalah beres! Sekarang tinggal masalah satunya,” gumam Rendra. “Ngajak Yang Mulia Ratu Siska,” lanjut Rendra saat mendapati tatapan bingung Farrel. “Yuk, cabut ke tempatnya dia!” ajak Farrel pada kedua sahabatnya. “Sayang, mau kemana?” “Rita, kenapa lagi, sih?” Rita mengalungkan kedua lengannya di leher Farrel, sembari sesekali menciumi pipi Farrel. Sikap yang berhasil membuat Farrel jengah dan mendorong tubuh mungil Rita menjauh darinya. “Aku ikut ke Barcelona, lho. Nanti di sana kita main sepuasnya ya?” Tanpa memedulikan Rita yang menggeliat seksi seperti cacing kepanasan, Farrel dan sahabatnya melangkah keluar kelas menuju gedung fakultas seni yang berada di belakang fakultasnya. Di sana, di bangku yang berada di bawah pohon rindang, Farrel menemukan gadisnya sedang sibuk menggambar. Tanpa permisi, Farrel langsung duduk di sebelah Siska. “Daripada ngegambar parkiran motor, bagusan juga gambar gue,” ucap Farrel seraya melongok pada hasil gambar Siska. Gadis itu buru-buru menutup buku sketsa dan mengambil tasnya untuk segera pergi. Tapi Farrel langsung menahan lengannya. “Gimana kalau gue ajak lo ke tempat yang di setiap sudutnya penuh dengan karya seni? Tempat indah yang pasti menginspirasi lo.” “Makasih!” “Barcelona. Sebulan. Ikut gue bareng anak-anak magang di perkebunan keluarga gue.” “Lo pikir gue enggak bisa ke sana sendiri? Sampe harus ngemis ke lo?” Farrel menggeleng. “Lo bisa pergi dengan uang lo. Tapi gue ragu orang tua lo bakalan kasih izin.” “Maksud lo?” “Dea cerita tentang gimana overprotective-nya orang tua lo. Orang tua gue juga sama, tapi untungnya bukan ke gue, tapi ke adek gue.” “Dea cerita apa aja sama lo? Ngomong!” “Wow … wow … easy, Picasso! Dea enggak cerita apa-apa. Dia cuma bilang itu doang. Makanya pas di kelab kemarin, gue enggak yakin lo bisa dateng tanpa bantuan—” “Dijebak!” “Ya, baiklah. Lupakan yang kemarin. Gimana dengan tawaran gue?” “Lo pikir dengan gue pergi rombongan, orang tua gue bakal ngizinin? Dasar bego!” “Pertanyaan menarik. Tapi gue udah nemu solusinya.” Kening Siska mengerut mendengar ucapan Farrel. Dia tahu, cowok di depannya ini memiliki pengaruh besar di kampus ini, apalagi keluarganya sering memberi sumbangan dana untuk pembangunan fasilitas kampus—lihat saja gedung perpustakaan yang megah itu. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh seorang Farrel, cowok yang bisanya hanya gonta-ganti cewek untuk membebaskan dirinya dari jeruji orang tuanya sendiri? Dan akhirnya terjawab sudah kebingung Siska, saat Farrel memberikan selembar kertas pada Siska. “Surat magang dari kampus untuk anak-anak seni. Enggak semuanya tentu saja, cuma buat lo dan Dea. Gue yakin, orang tua lo pasti ngizinin kalau ada Dea ikut. Gimana? Take it or leave it? Tapi apa lo mau ngelewatin kesempatan ini? Belum tentu dateng lagi, lho.” Siska terdiam sesaat dengan pandangan yang tak lepas dari kertas di tangannya. Ada namanya dan beberapa nama teman sekelasnya di sana, tapi Siska tahu nama-nama temannya itu hanya formalitas. Karena untuk bisa pergi, Siska hanya butuh orang tuanya melihat nama Dea di sana. Terlebih lagi dengan iming-iming seluruh biaya ditanggung oleh pihak kampus. Orang tuanya yang protektif dan perhitungan itu, bisa jadi mengizinkan Siska pergi. “Gimana?” tanya Farrel sekali lagi. “Wanna go on adventure with me?” lanjut Farrel sembari mengulurkan tangannya. Siska menatap bergantian tangan besar di hadapannya itu dengan kertas di tangannya. Lalu netranya memandang lurus pada manik mata Farrel yang menawarkan kebebasan padanya. “Gue …”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Papah Mertua

read
530.0K
bc

Crazy Maid ( INDONESIA )

read
206.3K
bc

JODOH SPESIAL CEO JUDES

read
288.3K
bc

A Secret Proposal

read
376.3K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.2K
bc

Mafia and Me

read
2.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook