bc

Kakak Cantik

book_age18+
2.8K
FOLLOW
17.1K
READ
drama
like
intro-logo
Blurb

Ceritanya tentang seorang wanita yang memiliki cinta yang disia-siakan oleh seorang lelaki, bahkan ketika ia tengah mengandung.

Ada apa dengan sepuluh lembar uang merah muda ini?

Yuk, kita ikuti kisahnya, tamat hanya 12/13 bab dan gratis.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Karena nila setitik rusak s**u sebelanga. Begitulah hidupku saat ini. Di usir dari keluarga besar tanpa mereka ingat bahwa selama dua puluh lima tahun ini aku selalu menjadi anak yang baik, mandiri, dan berprestasi bahkan sejak sekolah menengah pertama pun aku selalu mendapat beasiswa hingga aku bisa jadi seorang sarjana ekonomi karena beasiswa yang aku dapatkan dan kini bekerja di sebuah bank swasta. Aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk kedua orang tuaku, aku tidak bermaksud sombong tetapi inilah kenyataannya, dari penghasilanku yang sebagian besar aku berikan untuk orang tuaku kini kehidupan kami menjadi lebih layak. Aku pun tidak berniat perhitungan, sungguh aku yakin jika jasa orang tua pada anaknya tidak mungkin bisa terganti dengan apapun begitu juga denganku, rasa kasih dan semua yang orang tuaku berikan tidak mungkin bisa kugantikan dengan sebanyak apapun aku memberi pada mereka. Tapi tidak ... tidak ... Bukan hanya bagai nira setitik, kesalahan yang kuperbuat adalah kesalahan terbesar dalam hidupku, sesaat aku lupa bagaimana orang tuaku menjaga dan selalu berpesan agar aku bisa menjaga harga diriku, aku terlena akan semua keindahan berkedok cinta. Aku hamil di luar nikah. Aku Kinanti Prameswari wanita berwajah cantik, memiliki tubuh indah yang mampu menghipnotis mata setiap lelaki yang melihatku kini hamil 12 minggu tanpa seorang suami. Berpacaran bertahun-tahun bukan jaminan akan berakhir pada sebuah pernikahan, itulah yang terjadi padaku, nyatanya semua impian indah akan terjadinya pernikahan telah menguap begitu saja. Menjalin kasih dengannya sejak kelas tiga sekolah menengah atas, Zaki Prayoga mencintaiku tanpa restu orang tuanya. Perbedaan kasta yang menjadi alasannya, dia dari keluarga kaya raya berbanding terbalik dengan keluargaku, yang sedari dulu memang hidup dalam kesederhanaan. Jika di hitung kekayaan keluarganya yang paling banyak di beberapa desa, termasuk desaku, sebagian besar luas tanah perkebunan dan persawahan di desaku adalah milik juragan Prayoga ayah dari kekasihku. Namun sungguh bukan itu yang membuatku mencintainya, aku sama sekali tidak merasa silau akan hartanya yang membuatku silau selama ini adalah cinta dan kasih sayangnya hingga membuatku buta tidak mampu melihat mana yang baik dan man yang buruk. Sebenarnya orang tuaku juga tidak mendukung sama sekali hubunganku dengan Zaki, "harus tau diri!" begitu kata bapak dan ibuku. Bapak juga takut kalau hubunganku yang jelas tidak di restui dengan Zaki menjadi alasan juragan Prayoga mengambil sawah dan kebun yang bapakku kelola, bisa hilang mata pencarian orang tuaku yang sudah renta tersebut, sedari dulu hanya bertani yang orang tuaku bisa hingga bisa membesarkan kami anak-anak mereka. Juragan Prayoga memang memberikan beberapa petak sawah dan kebun kepada penduduk yang tidak memiliki sawah atau kebun untuk mereka kelola dengan sistem bagi hasil, termasuk bapakku. Itulah yang membuat juragan Prayoga menjadi orang yang sangat berkuasa dan disegani di desa ini. Aku adalah bungsu dari lima bersaudara, kedua kakak lelakiku sudah menikah dan tinggal di desa istri mereka masing-masing. Satu kakak perempuanku sudah menikah dengan seorang perangkat desa di sini, membangun rumah tidak jauh dari rumah kecil kami. Kakak ke empatku juga seorang perempuan usianya dua tahun di atasku, dia seorang pengajar di taman kanak-kanak, sudah bertunangan dengan seorang guru di Madrasah Aliyah rencananya sehabis lebaran tahun ini mereka akan melangsungkan pernikahan. *** Aku wanita yang sudah dewasa, harus bisa bertanggung jawab atas semua yang telah ku lakukan. Termasuk, bertanggung jawab atas kebodohanku mereguk manisnya kenikmatan sesaat sebelum waktunya. Terbiasa bersama selama bertahun-tahun dan atas nama cinta membuatku merelakan Zaki merenggut mahkotaku, hingga bulan ketiga tamu bulananku tak kunjung tiba. "Kinan ... Di toilet lama banget? Kamu kenapa?" pekik Aira rekan kerjaku. "Iya sebentar ... Aku nggak apa-apa." Dia tidak tau, di sebuah bilik berukuran satu setengah meter persegi ini aku membekap mulut sendiri agar tangisku tak di dengarnya, dengan satu tangan menggenggam stik putih dengan dua buah garis terlihat. Positif. "Kinan, kita udah di tunggu buat rapat." Lagi, Aira menggedor pintu menuntutku keluar. Segera ku masukkan benda itu kedalam saku jas, dan merapikan pakaianku, menghapus airmata dan keluar seperti tidak terjadi apa-apa. *** Sudah pukul lima sore saat ku lihat Zaki menungguku di atas sepeda motornya menjemputku seperti biasa. "Langsung pulang?" Tanyanya sembari memasangkan pengait helm di bawah daguku. "Makan di cafe biasa ya, ada yang mau aku omongin." "Oke, sayang." Jawabnya saat menarik tuas gas di stang motornya. Suasana romantis begitu terasa di cafe ini, meja di ujung lorong menjadi pilihan kami, aroma menenangkan dari lilin aromatherapi yang menyala di atas meja menguar, tapi tidak mampu memenangkan kegundahanku ini. Aku berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas dalam-dalam mencoba berfikir positif, bahwa Zaki akan menikahiku karena kehamilanku, toh dia juga sangat mencintaiku, masalah restu keluarganya pasti akan kami dapat, karena mau tidak mau mereka harus merestui kami. Lamunan ini membuat senyum di bibirku terkembang tanpa ku sadari. Sebuah jentikan jari di depan mata mengejutkanku, "sayang, katanya mau ngomong? Malah senyum-senyum sendiri!" "Eh iya, ini ... Sayang aku hamil." Ku ulurkan atas pendeteksi kehamilan yang telah ku gunakan kepadanya. "apa? Kok bisa sih kamu hamil!" "Ya ... Ya aku hamil karena kita telah melakukannya!" "Iya tapi seharusnya kan kamu bisa minum obat atau apa kek biar nggak hamil!" Sebuah ekspresi yang belum pernah aku lihat di wajah Zaki, dia menghela nafas kasar. Aku mulai takut. "Sayang ... Kamu pasti bertanggung jawab kan! Kamu pasti nikahin aku kan!" "Nggak bisa, aku nggak bisa nikahin kamu ... Aku nggak bisa!" "Tapi sayang, kenapa?" "Orang tuaku nggak pernah bisa merestui kita, kata mereka kalau aku nikahin kamu, aku nggak akan dapet sedikitpun warisan dari mereka! Aku nggak bisa hidup susah!" Jika bisa di ilustrasikan, mungkin akan ada sebuah petir yang menyambar di tengah terik matahari, begitulah perasaanku saat ini. "Kalau kamu nggak ada niat menikahiku, kenapa kamu ngelakuin itu sama aku? Kamu udah renggut kesucian ku sampai benih ini tumbuh subur di rahimku!" "Ya kita kan pacaran udah lama, wajarlah kalau kita ngelakuin itu, kita juga ngelakuinnya atas dasar suka sama suka. Kalau masalah kamu hamil ya itu salah kamu!" "Tega kamu ya ... Nyalahin aku! Sekarang gimana dengan anak kamu ini?" "Ya udah kamu gugurin aja." Ringan sekali Zaki mengucapkan kata itu, seringan aku menganggat tanganku dan mendaratkan tamparan di pipinya, Zaki meringis sambil memegang pipinya mungkin sakit, tapi tidak mungkin sesakit hatiku. "Kamu jahat! Kamu boleh membuangku tapi aku tidak akan menggugurkan kandunganku." "Terserah." Hanya itu yang terucap dari mulutnya, menarik jaket dari sandaran kursi tempatnya duduk lalu meninggalkanku, sendiri dalam kubangan penyesalan dan tenggelam dalam airmata. Itulah terakhir kalinya ku lihat dia, kini semua akses untuk menghibunginya telah terblokir sungguh kejam sekali caranya membuangku dan anak yang ada dalam kandunganku. *** Beberapa hari tidak dapat bangun dari tempat tidur terpaksa harus cuti bekerja, tidak bisa mengkonsumsi makanan hanya buah-buahan itupun kadang berakhir ku muntahkan. Memantik kecurigaan orang tua dan mbak Miranti kakakku. "Cepet bawa sini." Mbak Miranti segera merebut alat pendeteksi kehamilan dari tanganku yang setengah gemetar setelah kakak perempuanku itu memaksaku menggunakannya. Aku hanya bisa menelan ludah, tubuhku lemas bersandar di ambang pintu kamar mandi menyaksikan wajah mbak Miranti tiba-tiba merah padam lalu menampar pipiku. Luruh sudah airmata beserta tubuhku, aku bersimpuh di kaki ibu yang sedari tadi berdiri di samping kakakku. Tidak ada kata yang mampu ku ucapkan selain maaf, linangan airmata yang tak kunjung mau berhenti ku harap bisa mencerminkan penyesalan yang tiada tara, penyasalan yang sudah percuma. "Ibu kecewa nduk, kecewa! Kamu kalau di nasehati selalu bilang bisa jaga diri, ini yang kamu maksud jaga diri?" "Hamil di luar nikah! Memalukan! Dari dulu keluarga kita nggak ada yang punya kelakuan seperti kamu. Keluarga kita memang miskin harta, tapi nggak miskin harga diri! Sekarang kamu membuat keluarga kita nggak punya harga diri lagi!" Bapak ku yang sedari dulu tidak pernah mengeluh, kini menitik airmatanya, tersayat hatinya karena harga dirinya telah ku koyak. "Dasar perempuan murahan! Bagaimana kalau nanti keluarga calon suamiku dengar? dan menganggap keluarga kita keluarga tidak bermoral bisa-bisa mereka membatalkan pernikahanku! Ini semua gara-gara kamu tidak punya harga diri." Mbak Miranti terlihat paling emosi, sementara ibu hanya menangis di pelukannya. "Udah... Udah, jangan ribut-ribut lagi nanti malah tetangga pada denger. Sekarang kita istirahat aja udah malem. Besok pagi kita ke rumah juragan Prayoga, menuntut pertanggung jawaban." Bapak tetap terdengar bijak meski nyata hatinya di penuhi keraguan apakah keluarga Zaki akan bertanggung jawab. Terlebih lagi Zaki sendiri sudah menolakku dan anaknya. Malam memang telah larut, tetapi nyatanya mataku masih enggan terpejam, semua pikiran buruk berputar-putar di kepalaku, bagaimana besok saat aku dan bapak ke rumah juragan Prayoga, apa yang akan terjadi di sana.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook