bc

Bisik-Bisik Tetangga

book_age16+
287
FOLLOW
1K
READ
billionaire
possessive
playboy
goodgirl
badgirl
bitch
CEO
mistress
humorous
evil
like
intro-logo
Blurb

Kalau tukang sayur sudah muncul, di situ ibu-ibu berkumpul.

Kisah ibu-ibu RT 3 Kelurahan Ghibatun Kecamatan Terserah Saya yang disponsori oleh kang sayur bernama Soleh.

RT 3 mulai gempar sejak kemunculan seorang janda cantik bertubuh sintal yang mendadak tinggal di kontrakan milik Pak Aji. Para ibu-ibu semakin merapatkan barisan untuk menjaga suami masing-masing.

Namun ternyata, cobaan tidak hanya datang ke ibu-ibu saja. Para bapak-bapak mendadak rutin olahraga sejak kemunculan pemuda bertubuh model majalah olahraga yang menjadi tetangga mereka.

Masalah tidak hanya itu saja. Sejak hadirnya dua warga baru itu, seorang pria berambut gondrong terlihat sering mondar-mandir di sana.

Apa yang sebenarnya terjadi? Ada kaitan apa si janda, pemuda, dan pria gondrong itu hingga RT 3 jadi lebih waspada daripada biasanya?

Temukan sendiri jawabannya di kisah Bisik-Bisik Tetangga ini.

Cover: Canva

chap-preview
Free preview
1. Tetangga Baru
“Maaakkk... Sayur, Maakkkk...” jerit Mang Soleh sambil mendorong gerobaknya. “Maakkk... Sayuurrrr... Yuhuuuu...” Bibirnya dimonyongkan dari rumah ke rumah di sisi kiri dan kanannya secara bergantian, biar mirip toa masjid. Kreeet... Salah satu pagar besi digeser. Seorang ibu-ibu dengan daster bunga-bunga selutut berwarna merah dan rambut penuh roll muncul di sana. Langkah kakinya gegas mendekati Mang Soleh. “Pesanan saya ada kan, Mang?” tanyanya seraya mendekat. Bunyi klepek-klepek sendal jepitnya yang kebesaran bersahutan. “Ashiappp... Ada, Bu Puji. Ready,” jawab Mang Soleh, namun terus saja mendorong gerobaknya. “Maaakkk... Sayur, Maakkkk... Yuhuuuu...” Dua ibu-ibu lain muncul hampir bersamaan dari dua rumah di sisi kanan. Keduanya sama-sama mengenakan daster serupa dengan Bu Puji, namun dengan warna berbeda. Hijau dan kuning. “Pagi Bu Neneng, Bu Leni,” sapa Bu Puji. “Pagi, Bu,” sahut keduanya kompak. Satu rumah lainnya di sisi kiri terbuka. Seorang ibu-ibu berhijab dan mengenakan masker muncul dari sana. Ia menurunkan maskernya, lalu tersenyum pada ibu-ibu lainnya. “Assalamua’alaikum, ibu-ibu, Mang Soleh,” ujarnya sambil menutup kembali masker dan bergabung dengan barisan ibu-ibu lain yang mengekor gerobak Mang Soleh yang belum berhenti. “Wa’alaikumsalam, Bu Dariah,” jawab mereka kompak. “Mang... Mang... Hei, kelewatan. Biasa juga nongkrongnya di sini,” panggil Bu Neneng. Mang Soleh menoleh, lalu menyadari kesalahannya. “Eh, iya,” jawabnya sambil nyengir, menampilkan barisan giginya yang tumpang tindih. Mang Soleh menarik mundur gerobaknya, lalu memarkirkannya di bawah pohon rambutan sebuah rumah bercat ungu. “Bu Susi... Mang Soleh udah datang nih,” teriak ibu-ibu itu. “Maaakkk... Sayur, Maakkkk... Yuhuuuu...” Mang Soleh kembali meneriakkan dagangannya. Seorang ibu-ibu lain dengan daster bunga-bunga berwarna biru muncul dari sana. “Pagi ibu-ibu...” sapanya. “Duh, Bu Dariah, masih aja pakai masker. Kayak kita-kita ini bawa virus aja.” Mata Bu Dariah melengkung dari atas puncak maskernya, menandakan bahwa ia tersenyum. “Bukan bermaksud begitu, Bu. Justru saya yang takut sudah membawa virus untuk ibu-ibu lainnya.” “Duh, Bu Dariah. Kita kan di rumah aja. Nggak mungkin lah bawa virus,” sahut Bu Puji. “Betul...” Sahut Bu Leni dan Bu Neneng bersamaan. “Nggak begitu, Ibu-Ibu. Bisa aja nih, naudzubillah, suami kita yang kerja tiap hari bawa virus dari luar. Atau gini nih, Mang Soleh yang tiap hari jualan sayur, tahu-tahu bawa virus,” jawab Bu Dariah. “Astagfirullah... Bu, Mang Soleh rajin cuci tangan dan pakai masker, Bu,” kata Mang Soleh tak terima. “Lha, ini Mang Soleh nggak pakai masker tapinya,” ujar Bu Dariah. “Pakai, Bu. Nih...” Mang Soleh merogoh kantongnya dan mengeluarkan sehelai masker kain. Ia menunjukkan ke ibu-ibu yang mengitarinya. “Ada, kan?” “Kok dikantongin sih, Mang? Dipake dong,” kata Bu Dariah. Mang Soleh seketika memakai maskernya. “Tadi Mamang pakai kok, Bu. Cuma terpaksa mamang lepas karena harus teriak-teriak sayur. Kalau pakai masker jadi teredam suara Mamang mah.” “Udah cuci tangan?” tanya Bu Dariah lagi. “Sudah dong, Bu. Sebelum masuk ke sini tadi, di depan Mamang sudah cuci  tangan pakai sabun di keran sono.” “Sudahlah, Bu Dariah,” sela Bu Susi yang mengenakan daster bunga-bunga biru. “Pasrahkan saja semuanya sama Tuhan. Semoga kita terus dilindungi dari virus ini.” “Aamiin...” jawab Bu Dariah yang malas memperpanjang debat. “Oh ya, omong-omong stok daster terbaru akan datang akhir minggu nanti. Ibu beli ya, biar bisa samaan dengan saya, Bu Puji, Bu Leni, dan Bu Neneng. Biar lengkap kayak Charlie’s Angel kita tuh.” Bu Susi memulai teknik marketingnya. “Chalie’s Angel cuma tiga, Bu,” sahut Bu Puji sambil memilah-milah sayur di gerobak Mang Soleh. “Nggak pa-pa. Saya maunya lima,” sahut Bu Susi sambil tersenyum. “Power ranger aja, Bu,” sambar Mang Soleh. “Power ranger ada lima.” “Nggak mau, ah. Power ranger kan laki-laki,” kata Bu Susi sambil meraih bayam. “Ya sudah, pelangi aja, Bu,” sahut Bu Leni. “Pelangi itu kan indah. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru. Pas sama warna daster kita.” “Tapi Bu Dariah belum kebagian,” sambar Bu Neneng. “Oh, iya,” kata Bu Leni. “Makanya, Charlie’s Angel aja, Bu-Ibu. Biar saya merasa kayak Cameron Diaz,” kata Bu Susi sambil mengibas rambut sepundaknya. “Ya sudah, saya Drew Barrymore,” kata Bu Neneng. “Saya Cameron Diaz dua,” kata Bu Leni. Bu Dariah, yang biasanya lebih sabar dan tenang dari ibu-ibu lainnya hanya menggeleng-geleng melihat tingkat tetangganya. Ibu-ibu itu terus saja berceloteh sambil memilih sayur, sementara gerobak Mang Soleh semakin ramai dengan kedatangan ibu-ibu lainnya. “Bu-Ibu, sudah dapat kabar terbaru soal tetangga baru kita belum?” tanya seorang ibu-ibu lain yang baru bergabung dengan geng ibu-ibu power ranger. “Belum, kenapa memangnya, Bu?” tanya Bu Susi yang antena gosipnya selalu lebih tinggi. “Kabarnya nih ya, penghuni baru kontrakan Pak Aji itu janda seksi yang menggoda iman banget.” “Benar, Bu. Kemarin saya sama suami lihat pas dia baru pindahan. Mata suami saya ndak berkedip, sampai akhirnya saya tabok pipinya baru dia sadar,” kata ibu-ibu berambut keriting seperti pegas. “Suami saya semalam ke sana bantu masangin lampu,” sahut ibu-ibu lainnya. “Ngeselin banget lho, Bu. Harusnya tuh kan lapor ke Pak Aji aja ya perkara lampu itu, toh dia yang punya kontrakan. Masa minta bantuan ke suami orang. Alasannya karena rumah kami deket sama kontrakan dia. Lha, apa kabar Pak Aji yang juga sebelah sama kontrakan itu?” “Duh, Bu. Kita kan sama-sama tahu kalau istri Pak Aji itu super duper galak. Mana berani dia ngeganggu pemilik kontrakan.” “Pokoknya ya, Bu-Ibu, mulai sekarang kita harus pantau suami masing-masing, sebelum—“ “Selamat pagi, Ibu-Ibu.” Seorang perempuan yang mengenakan pakaian ketat tiba-tiba muncul dan bergabung dengan mereka. Wajahnya tertutup masker, membuat para ibu-ibu penasaran. “Perkenalkan, saya Julia, kemarin baru pindah ke sini. Saya tinggal di kontrakannya Pak Aji di sana.” Para ibu-ibu saling lirik. Dari lirikan itu, isi kepala ibu-ibu tersebut sudah selaras dan sepaham. Inilah janda seksi yang barusan mereka bicarakan. “Salam kenal, Bu. Saya Dariah.” Fokus ibu-ibu kini beralih ke Bu Dariah yang bersikap ramah ke tetangga baru mereka. Semuanya tampak tak setuju dengan sikap Bu Dariah. “Mang, saya beli bayam dan ikan ini ya,” ujar Julia. Mang Soleh yang tadi sempat terpesona meski wajah Julia masih tertutup masker, seketika mengerjap. “Oh, ashiappp...” Mang Soleh buru-buru membungkus belanjaan Julia dan menyebutkan nominalnya. Julia membayar. Mang Soleh menyerahkan kembalian. “Saya duluan ya,  Ibu-Ibu. Mau masak dulu,” ujar Julia lalu langsung berlalu dari sana. Mata para ibu-ibu terus mengikuti Julia yang bergerak menjauh. Hingga sosok itu tak lagi tampak di pandangan mata, Mang Soleh pun berseru, “Amboiii... Meski wajahnya ketutup masker, suaranya merdu sangat lah.” “Dih, sombong banget. Nyapa sebentar doang. Keliatan banget kan tuh nggak mau deket-deket sama kita, biar nggak ketahuan banget kalo mau ngerayu suami orang,” kata salah seorang ibu-ibu. “Ini benar-benar bahaya. Pokoknya kita harus rapatkan barisan dan atur strategi perlawanan, Bu-Ibu. Jangan sampai suami kita dimanfaatkan seperti suami Bu Sri tadi,” ujar Bu Susi. “Setuju,” seru ibu-ibu lainnya selain Bu Dariah. “Nanti malam kita rapat. Saya akan invite ibu-ibu dari grup RT ke grup Charlie’s Angel. Biar semua bisa waspada,” ujar Bu Susi berapi-api, diikuti anggukan oleh ibu-ibu lainnya. *** Bersambung... Catatanm: Bagi yang bingung, Cameron Diaz dan Drew Barrymore adalah pemeran Charlie’s Angel sebelum Kristen Stewart.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
421.3K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
279.5K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.2K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
292.8K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook