bc

Hit Me Up Sugar Daddy

book_age18+
2.4K
FOLLOW
14.6K
READ
dark
sex
age gap
dominant
goodgirl
billionairess
bxg
serious
scary
city
like
intro-logo
Blurb

Heat Me Up Series 1

Ally Hannagan ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Namun, faktor ekonomi selalu menghambat karena ibunya seorang pengangguran dan pemabuk.

Hal itu pun membuat Ally harus berkerja paruh waktu lebih banyak dari semestinya, mulai dari pelayan di panti jompo, waiters, dan pengantar makanan cepat saji.

Sampai akhirnya dia bertemu Harry Stonner.

Ally tidak pernah tahu, bahwa pemilik netra sedingin es tersebut telah berhasil menjungkirbalikkan hasrat seksualnya.

chap-preview
Free preview
BAB 001
"Hi, Hannagan, are you ok?" Cabel bertanya, saat Ally baru saja datang menghampiri lelaki itu dan meletakkan nampan di atas meja bar. "Kau tahu, jam kerjamu sungguh gila-gilaan." Dia berkomentar berdasarkan fakta, membuat Ally mengembuskan napas kasar seolah memberikan beban hidup di pundaknya kepada Cabel. Liburan akhir semester baru saja dimulai, sebentar lagi Ally akan berada di kelas dua belas. Namun, bukannya belajar, gadis itu justru menyambutnya dengan pekerjaan yang menumpuk. Bagaimana pun sejak awal Ally memang tidak bisa berbuat lebih, selain bekerja banting tulang karena terlahir dari rahim seorang ibu yang kurang menaruh perhatian sejak bercerai dengan suaminya. "Sungguh, tidak ada yang bisa kulakukan, Dude. Aku tidak terlahir dari orangtua kaya raya, bukan pula pewaris tunggal dengan harta berlimpah, dan sekarang aku butuh uang untuk biaya kuliah," ujar Ally sembari mengambil dua gelas berisi masing-masingnya alkohol dan vodka soda hasil racikan Cabel, salah satu pramutama bar paling keren di Las Vegas. "Siapa pun tentu tahu bahwa biaya kuliah itu sangat mahal. Jadi ke mana aku harus mengantarkan minuman ini?" "Meja nomor sepuluh dan ... tunggu sebentar, Ally." Cabel merogoh saku celananya dengan tangan kiri dan tangan lainnya mengisyaratkan agar gadis itu bersedia menunggu, sampai dia memberikan secarik kertas yang terlipat ke arah Ally. "Tolong berikan ini padanya. Dia memiliki rambut hitam yang sangat indah dan berkilau. Pastikan juga bahwa ia bernama Megan." "Kau gila!" Kedua mata Ally melebar seiring dengan nada suara yang terlampau tinggi, tetapi berhasil disamarkan oleh riuh suasana pengunjung bar di akhir pekan. Ally mencondongkan sedikit punggungnya, membuat jarak mereka berdua cukup dekat untuk sekadar berbisik. "Bagaimana aku menanyakan namanya? Aku tentu akan terlihat sangat aneh dan ... kenapa tidak kau lakukan sendiri saja? Bukankah kau memiliki semua hal yang disukai perempuan lalu--" "Ally, Cabel." Suara Mr. Robinson tiba-tiba saja memaksa Ally untuk menghentikan aksi protesnya terhadap Cabel, dan mereka secara refleks menoleh ke arah lelaki berperut besar itu. "Pelanggan sedang ramai dan jangan biarkan mereka mengambil banyak waktu, hanya demi mendapatkan kesenangan di bar kita," ujar Mr. Robinson, sembari menyalakan pemantik kemudian mengarahkannya pada sebatang rokok yang terjepit di antara dua bibirnya. Ally menggigit bibir bagian bawah barang sejenak lalu secara bersamaan, mereka--Ally dan Cabel--berkata, "Sorry, Sir." Kemudian Ally segera pergi menuju meja nomor sepuluh, sesuai ucapan Cabel barusan. Ally melangkah lebar, tetapi tidak terburu-buru karena kebetulan, meja nomor satu hingga nomor sepuluh masih berjarak cukup dekat dengan meja bar. Musik Flames yang terdengar samar karena tenggelam oleh keriuahan pelanggan pun, membuat gadis itu sesekali bersenandung mengikuti lirik lagunya. Dia terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitar, tidak peduli jika hal tersebut (mungkin) menarik perhatian orang lain. Pada dasarnya pekerjaan akan terasa sangat menyenangkan jika dilalui dengan rasa penuh suka cita. Ally memegang teguh prinsip tersebut, dan satu hal yang terlintas di benaknya saat ini hanyalah bernyanyi mengikuti irama hasil tangan dewa sang Disk Jokey. "Hai," ucap Ally, sembari tersenyum lebar dan mengambil satu gelas di atas nampan lalu segera meletakkannya di meja, begitu pula untuk gelas kedua. "We've got a beer and vodka soda." "Thanks," ujar si gadis berambut hitam yang sepertinya bernama Megan karena di antara keduanya, hanya dia yang sesuai dengan intruksi Cabel. Sehingga tanpa perlu melakukan seluruh arahan Cabel, Ally segera merogoh saku celemeknya lalu tersenyum kecil, serta mengulurkan kertas milik Cabel ke arah Megan. "Sorry, tapi ini dari temanku. Seorang bartender dan aku yakin kau bisa melihatnya dari sini," kata Ally menjelaskan seperlunya, agar tidak terkesan aneh di hadapan mereka. Megan menoleh ke arah meja bar dan Cabel masih berada di sana. Ally bersama teman perempuannya secara refleks mengikuti perilaku Megan, yaitu memandangi Cabel hingga lelaki itu memperlihatkan sikap salah tingkah. Menerima tatapan dari ketiga gadis, apalagi salah satunya adalah sosok yang disukai ternyata berhasil membuat Cabel merasa jungkir balik. Meskipun dia adalah salah satu dari ribuan lelaki keren di Las Vegas, nyatanya dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi tersipu malu. Lihat saja, Cabel mengusap rambut bagian belakangnya berulang kali lalu tersenyum, sambil menunduk dan kembali menatap ke arah meja nomor sepuluh kemudian .... Diluar dugaan, Cabel mengangkat salah satu tangannya, sebagai isyarat menyapa kemudian berubah lagi seolah dia ingin mengatakan 'Telepon aku' ke arah Megan. Megan memalingkan kepalanya, kembali pada posisi semula sedetik setelah Cabel kembali menerima pesanan. Lalu gadis itu tersenyum tipis, sembari menyelipkan sejumput rambut ke balik telinga dan dia menerima surat Cabel. "Terima kasih dan ini untukmu." Megan mengambil tas tangannya yang sekali saja dilihat, siapa pun bisa mengetahui bahwa benda itu benar-benar mahal hingga membutuhkan usaha menabung lebih dari sepuluh tahun untuk memilikinya. "Ambillah. Tip untukmu sebagai pengantar surat," ujarnya sembari meletakkan selembar uang tiga Dollar di atas telapak tangan Ally. Senyum lebar pun terpancar di setiap inchi mimik wajah Ally, di mana gadis itu langsung berterima kasih kepada Megan dan segera melangkah pergi. Terutama saat salah seorang pelanggan lain memanggilnya dari meja nomor tiga belas. Namun, belum sempat Ally mengambil selangkah kaki pun, tiba-tiba saja seorang lelaki menabrak dan menumpahkan segelas beer di T-shirt merah jambunya. Hal itu pun membuat Ally menjerit kecil akibat terkejut, lalu buru-buru melangkah mundur sebagai upaya menghindar. Sayangnya, sejak awal Ally memang telah terlambat menyelamatkan T-shirt dari tumpahan beer. Ally mengamati kaos bertuliskan 'I Love Las Vegas' di mana dia membelinya saat salah satu toko mengadakan diskon pekan lalu, dan betapa buruknya T-shirt tersebut karena bukan hanya sekadar minuman yang mengotorinya, tetapi juga muntahan dari lelaki mabuk itu. Sial! Ally memaki di dalam hati, sambil memejamkan mata sejenak dan menggigit bibir sebagai upaya meredam emosi. "Sorry, I don't ... yeah sorry." Dia--lelaki itu--berkata dengan nada mencirikan orang-orang teler dan karena marah di hadapan mereka adalah hal yang sia-sia, Ally pun mencoba tersenyum sebaik mungkin, berusaha menghilangkan rasa jijik, dan tetap mempertahankan sikap sebagai pelayan bar professional. "It's ok. Aku bisa membersihkannya. Apa kau butuh bantuan untuk memanggil taxi?" Mr. Robinson datang menghampiri dan berdiri di sisi Ally. Salah satu sifat terbaik pria itu sebagai boss di bar adalah, dia sangat perhatian pada setiap karyawannya, selalu siap membantu dan hal itu membuat Ally betah semalaman berada di sini. Beberapa pasang mata mengamati mereka bertiga; Mr. Robinson, Ally, dan lelaki mabuk itu. Beberapa di antaranya saling berbisik, serta bagian lainnya hanya menonton. Hal seperti demikian memang sudah biasa terjadi. Orang-orang mabuk selalu lepas kendali, sehingga tidak jarang merugikan siapa pun yang melintasinya. "Bersihkan saja dirimu, aku akan mengurusnya," kata Mr. Robinson sembari mengambil nampan yang berada di tangan Ally kemudian mendorong pelan punggung gadis itu. "Membiarkan sesuatu yang kotor akan membuat kenyamananmu terganggu." Ally hanya mengangguk, meski sebenarnya dia ingin mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan Mr. Robinson tidak perlu mengambil alih pekerjaannya. Ally sadar bahwa dia sangat membutuhkan tip dari banyak pelanggan, sehingga bersikap baik tanpa membeda-bedakan tentu akan memudahkan keinginan Ally. "Jangan terlalu memaksakan diri, Ally." Mr. Robinson kembali berkata, sambil membantu lelaki mabuk itu untuk melangkah. "Well, trims, Mr. Robinson." Ally cukup senang atas perhatian boss-nya. "Aku baik-baik saja," ujarnya dan di waktu bersamaan, aroma busuk dari muntahan pun menghampiri indera penciuman Ally. Aroma busuk dari muntahan yang seketika membuat Ally sadar tentang betapa buruk kondisinya saat ini, sehingga tanpa pikir panjang mau tidak mau garis itu segera pergi ke toilet untuk membersihkan diri. Secara hati-hati Ally berusaha melewati para pengunjung yang sedang merayakan akhir pekan, agar mereka tidak bersentuhan dengan baju kotor, apalagi terganggu dengan aroma busuk tersebut. Kedua lengannya pun menyilang demi melindungi bekas muntahan di T-shirt-nya. Terutama saat dia berjalan di sekitar lantai dansa, tempat mereka--para pengunjung--menjadi gila akibat terhanyut dalam dentum musik memabukkan. Yeah, memabukkan dalam arti, kau bisa menghirup aroma alkohol dan asap rokok di waktu bersamaan. Serius. Ally tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tidak pula bersikap naif dengan membenci keduanya hanya karena alasan kesehatan. Ally hanya selalu teringat mom, memikirkan apa yang wanita itu santap selama dirinya tidak berada di rumah akibat sibuk bekerja. Mom adalah seorang pengangguran, tunjangan dari pemerintah hanya mampu untuk membayar sewa apartemen dan stok beer untuk mom, selama seminggu. Ketidakpedulian mom terhadap Ally pun, memaksanya untuk bekerja keras demi memenuhi kebutuhannya sendiri. Beruntungnya, Ally tidak sekejam itu dengan membiarkan mom hanya menenggak minuman keras. Setiap hari dia berpikir keras untuk mendapatkan stok makanan, meski kenyataanya lemari pendingin hanya dipenuhi dengan minuman keras milik mom. Ally mendesah pelan, menatap dirinya di pantulan cermin lalu berkata, "It's ok. Apa pun yang terjadi, kau telah berusaha. Aku akan segera membeli makanan saat pulang nanti." Dia segera mengambil tissue gulung dekat washtafel, membasahinya sedikit menggunakan air, dan mencoba membersihkan bekas muntahan tersebut. Minimal menghilangkan sedikit baunya saja, menurut Ally sudah lebih dari cukup. Secara alamiah, Ally mengerutkan hidung dan keningnya akibat perasaan jijik yang menyerang tanpa diminta. Beberapa kali dia memperlihatkan keinginan untuk muntah, tetapi ditahan karena tidak ingin mengganggu kenyamanan seorang wanita asing di sisinya. Wanita itu tampak sangat cantik. Sedang sibuk memperbaiki makeup-nya, di mana secara tidak langsung memperlihatkan jemarinya yang begitu indah karena mendapat perawatan di salon kecantikan. Diam-diam Ally memerhatikannya, tampak menyenangkan berada di posisi itu hingga tidak sadar, bahwa dia terlalu membasahi tissue di washtafel. "Oh, shit." Ally mendesis. Terdengar cukup kesal saat serpihan tissue menempel di T-shirt-nya dan meninggalkan jejak basah. "Benar-benar buruk dan aku bahkan tidak memiliki baju ganti," ujarya sambil mengibaskan tangan, setelah membuang tissue kotor ke dalam tempat sampah, kemudian bergegas menuju salah satu bilik toilet. Wanita asing yang sedang menggosok pelan pergelangan tangannya ke leher itu pun melirik ke arah Ally, memberikan tatapan kasihan lalu melangkah mendekati Ally sebelum gadis itu benar-benar menghilang di salah satu bilik toilet. "Hai, kau bisa pakai cardigan milikku jika kau ingin," ujarnya, sambil menyerahkan cardigan rajut berwarna hitam tepat di hadapan pintu toilet. "Kau akan kedinginan jika menolaknya." Kedua netra abu-abu Ally tertuju pada cardigan yang berada di genggaman wanita itu. Outwear itu tampak mahal, hanya dengan melihat dari kualitas kainnya. Ally yang menyadari hal itu mulai ragu antara ingin menerima atau menolak. "Aku--" "Pakai dan ambil saja." Wanita itu menyela ucapan Ally. "Aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Kebetulan dia memiliki kancing, jadi kau tak perlu khawatir," ujarnya lalu segera menyampirkan cardigan tersebut di bahu Ally dan tanpa permisi, dia pergi begitu saja. Karena tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau Ally pun menurut saja. Yakni segera mengganti T-shirt dengan cardigan milik wanita asing itu dan megikat bagian ujungnya, hingga hanya sebatas pinggang. Selagi berganti pakaian serta memperbaiki penampilannya, Ally ternyata selalu sadar bahwa keputusan masuk ke salah satu bilik toilet bar ternyata merupakan salah satu ide paling buruk di dunia. Bagaimana tidak, Ally yang cukup lama bekerja di sini jelas tahu, toilet umum di bar adalah tempat paling dia hindari sejak hari pertama di bekerja, dan itu berdasarkan atas beberapa hal; Pertama, kau akan menemukan sisa muntahan yang tidak dibersihkan. Kedua, aroma amoniak terkadang akan menyambut indera penciumanmu, jika mereka hanya memiliki toilet umum. Dan ketiga, Ally kurang nyaman dengan suara itu. Sebenarnya, bukan urusannya jika pasangan tersebut hendak berekspresi segila mungkin, saat mereka melakukan petualangan penuh hasrat. Namun, karena Ally memiliki pengalaman pertama yang cukup buruk sebab Sean tidak pandai dalam foreplay, maka dia merasa bahwa kenikmatan dunia yang mereka pamerkan saat ini adalah omong kosong belaka. Entahlah, semenjak seks pertama bersama Sean, Ally jadi tidak terlalu tertarik lagi dan dia yakin baik-baik saja saat sadar, bahwa mereka tidak lagi saling bertegur sapa keesokan harinya. Ally mengambil washer toilet, menekan bagian tuasnya secara perlahan kemudian mulai membersihkan lantai serta kloset. Setelah selesai, dia pun mulai mencuci bagian yang kotor lalu memerasnya kuat-kuat sampai hanya tersisa sedikit air. "Not too bad." Ally tersenyum miris. Berandai-andai jika dad masih hidup, mungkin dia akan melewati hidup seperti remaja seusianya. "Kau sudah terbiasa dengan ini, Ally. So ... you have to do it." Kedua lengan Ally terangkat tinggi, berupaya melakukan peregangan penghilang rasa lelah lalu keluar dari toilet dan .... Belum sempat melangkah keluar, langkahnya tiba-tiba saja terhenti hanya karena melihat sesosok pria yang sedang berdiri tepat di hadapan bilik toiletnya. Lelaki ith mengisap sebatang rokok, mengembuskannya tepat di wajah Ally, dan hal itu membangkitkan sirine waspada dalam diri Ally. "Are you in trouble, Baby girl?" tanyanya dengan nada dingin dan tanpa sempat dicegah, tangan kekar itu telah menjambak rambut Ally hingga membuatnya menengadah lalu meringis kesakitan. "Katakan apa yang harus kulakukan untuk membalasmu, b***h?!" ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook