bc

FIRE (Passionate Anger #3)

book_age18+
1.4K
FOLLOW
9.0K
READ
spy/agent
murder
revenge
independent
drama
tragedy
bxg
icy
city
secrets
like
intro-logo
Blurb

Dendam Boots (Bram Anugerah ) kepada keluarga Johnstone sudah mendarah daging, dia sengaja tidak mau memperbaiki wajahnya yang rusak, supaya dia selalu mengingat bagaimana keluarga itu telah menghancurkan hidupnya. Kematian ibunya pada malam naas itu membuatnya marah dan dipenuhi dendam. Dan Samantha Eleanor Johnstone, putri majikannya, menurut Boots juga ikut bertanggung jawab.

Saat Boots bertemu kembali dengan Samantha tujuh belas tahun kemudian dalam situasi yang tidak terduga, kesempatan itu benar-benar digunakannya untuk menghancurkan wanita itu dan keluarganya.

Tapi benarkah Samantha Johnstone penyebab semua kesakitan Boots? Dan saat kebenaran terungkap, apakah Boots terlambat menyadarinya?

Cover: Orisinal

Pembuat: Delarossa

Gambar: Pexels (Gratis)

Font: Canva (Gratis)

chap-preview
Free preview
Bab 1
Sebelumnya Dels mau kasih tau teman-teman pembaca tersayang, kalau FIRE ini memiliki banyak cerita alur mundur di setiap Part. Membaca kisah Boots harus fokus supaya tau apa yang terjadi di masa lampau dan hubungannya di masa sekarang. Dan Dels sarankan teman-teman membaca LANGIT (Passionate Hurt #2) biar lebih mengerti konflik cerita. Mari sama-sama memecahkan misteri           Bandung, 13 Januari 2003   "Bram Anugerah, tersangka kasus pembunuhan di Pangalengan 24 Desember 2002 yang lalu, Pengadilan tinggi negeri Bandung, memutuskan kalau tersangka  bersalah atas pembunuhan yang dilakukan kepada ibu kandungnya sendiri, Dahlia Anugerah, dan dijatuhi hukuman selama 20 tahun penjara. Dan tersangka yang masih berusia 17 tahun, dan masih dibawah umur ... " "Pa, kenapa sih penjahat kalau di televisi wajahnya ditutupi?" Yumaru Maharani Soedjipto, putri dari Hans Soedjipto, yang berusia sepulu tahun bertanya kepada ayahnya saat sedang menyaksikan berita pembunuhan yang terjadi di kawasan peternakan Jawa Barat tersebut. Hans tersenyum mendengar pertanyaan kritis putrinya itu. Setiap akhir pekan adalah hari kebersamaannya dengan Yuma, begitu biasa gadis itu dipanggil, sedangkan hari lainnya bersama mantan istrinya, Sakura Lesmana. Sudah lima tahun berlalu sejak perceraian keduanya. "Karena, kalau penjahat-penjahat itu sudah bebas dari masa hukumannya dan kembali berbaur dengan masyarakat, dia tidak akan dikucilkan," jawab Hans. "Mereka kan penjahat Pa, kalau sudah keluar dari penjara sudah pasti dikucilkan." Yuma tampak tertarik membahas tentang narapidana bersama ayahnya. Dia memang anak yang cerdas dan kritis. Hans menatap putrinya sambil tersenyum, lalu berkata, "Kalau mereka sudah berubah menjadi baik, kan kasihan mereka tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, dan belum tentu juga yang dinyatakan penjahat itu benar-benar bersalah, bisa saja mereka bukan penjahat yang sebenarnya."  Yuma menganggu mengerti. "Wah ... kayak cerita-cerita dektektif di komik ya, Pa?" Hans mengangguk. "Terkadang banyak cerita di komik detektif, benar-benar terjadi di dunia nyata." Gadis kecil itu kembali mengarahkan pandangannya ke televisi yang masih memberitakan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun. "Kalau begitu, kakak itu belum tentu bersalah ya, Pa?" "Benar, Sayang." Hans tersenyum mengelus rambut putrinya. Lalu menatap bocah remaja yang sedang diberitakan di televisi itu yang sangat dikenalnya dengan baik walaupun wajah itu ditutupi. "Kasihan ya,Pa, kalau memang benar kakak itu dia tidak bersalah," ucap Yuma dengan rasa iba. "Oh iya, tadi anak Papa, mau mengajak ke mana ya?" Hans mencoba mengalihkan pembicaraan. "Toko buku, Pa! Beli komik detektif seri terbaru!" seru Yuma semangat. "Kalau begitu kita berangkat!" "Haik!" jawab Yuma dengan bahasa ibunya.                                                                                  ********     Bandung, 10 Februari 2003 "Aduh, Dek, kawan kau itu nggak mau jumpa samamu."  Seorang sipir tahanan menggeleng kasihan menatap gadis di depannya. "Tolong, Pak, kasih tau dia, sebentar saja." Wajah memelas gadis itu tampak sedih, dengan mata berkaca-kaca. Si sipir penjara menarik nafas lelah, sudah sebulan gadis remaja ini bolak-balik menjenguk Bram Anugerah, dan selalu ditolak pemuda itu. "Ya sudah, saya coba sekali lagi, tapi kalau dia masih menolak jumpa sama kau, lebih baik nggak usah datang lagi lah ya dek."  Sipir berdarah Batak itu menatapnya kasihan. Gadis itu mengangguk. Sambil berdoa dalam hati semoga pemuda itu bersedia menemuinya kali ini. "Woi Boots! Cewek kau datang lagi itu, jumpai lah, nggak kasihan kau?" teriak si sipir pada Bram yang sedang duduk di lantai dingin ruang tahanannya. Di dalam penjara, dia mendapat panggilan baru, yaitu Boots. Dia yang menciptakan nama itu sekaligus mengingat pemberian terakhir hadiah sepatu bot dari ibunya. Pemuda itu menatap polisi penjaga itu dengan wajah babak belur karena tadi malam dia berkelahi dengan tahanan senior yang ingin memperkosanya. "Saya tidak mau bertemu dengan dia," jawabnya dengan dingin. "Kasian kali lah aku nengok cewek kau itu bah! Kau jumpai lah dulu, sekalian kau yang bilang langsung sama dia, kalau kau mau putus, bilang lah terus terang. Jangan kau gantung perasaan cewek," ucap si sipir sok bijaksana. Bram menatap dingin si sipir dan tidak menjawab. "Tiap hari dia ke sini, sampe hapal semua orang di sini jam berapa dia datang." Si sipir menggelengkan kepalanya sambil mendesah melihat pemuda yang tampak tak peduli itu. Lalu dia mencoba lagi untuk meluluhkan hati Bram. "Pipi cewek kau, juga biru kutengok, nggak kasihan kau? Entah pun bapaknya marah karena punya pacar kayak kau, jadi kau hargai lah pengorbanan dia." Bram sedikit terkejut mendengar ucapan Si sipir. Dia pun bangkit berdiri dari lantai dan sipir bernama Togar Simbolon itu langsung sumringah karena berhasil membujuk pemuda pendiam tersebut. Togar sudah lelah melihat drama sepasang kekasih itu selama sebulan ini. Dia langsung membuka pintu tahanan dan membawa Boots,ke ruangan tempat gadis itu menunggu. Walaupun Bram adalah dinyatakan sebagai pembunu, tetapi karena selama sebulan ini pemuda itu berkelakuan baik dan taat aturan dipenjara, membuat beberapa penjaga penjara agak ragu jika pembunuhnya adalah pemuda itu. Wajah Samantha Johnstone terkejut melihat wajah babak belur Bram yang sedang berjalan ke arahnya. "Bram, wajahmu  kenapa?"  tanyanya kawatir, tetapi emuda itu hanya menatapnya dingin, sambil memperhatikan pipi memar gadis itu dan sudut bibir Samantha yang sedikit keunguan. "Waktumu hanya lima menit," ucap Bram tegas berusaha menepis rasa iba di hatinya setelah melihat gadis itu. "Bra, aku minta maaf karena aku tidak berani mengatakan yang seb−" "Ada lagi?" Bram memotong perkataan gadis itu, dan tak mau mendengar penjelasan apa pun dari Samantha. "Bram, aku mohon, dengarkan dulu penjelasanku." Samantha menatapnya sambil ber urai air mata. "Apa pun penjelasanmu sudah tidak berguna lagi dan kau jangan pernah lagi datang ke tempat ini. Anggap kita tidak pernah kenal." Gadis itu menggeleng dengan wajah basah karena air matanya. Diam-diam para penjaga tahanan melirik sepasang anak remaja itu. Mereka benar-benar penasaran. Bram bangkit dari tempat duduknya hendak meninggalkan gadis cantik tersebut. "Bram, aku minta maaf, aku memang salah karena jadi pengecut, tapi aku punya alasan, tolong kau−" "Jangan pernah lagi datang kemari," ucap Bram dan pergi meninggalkan Samantha yang menatanya  nelangsa bersimbah air mata."Saya sudah selesai,Pak," kata pemuda itu kepada togar yang sejak tadi setia mendengar pembicaraan kedua remaja tersebut. "Bram ... ! Tunggu! Aku mohon," jerit gadis sambil menangis tanpamenghiraukan sekelilingnya. Samantha luruh ke lantai sambil memanggil nama Bram dengan suara berbisik. Dia tahu sudah tidak ada harapan lagi untuk memperbaiki hubungan mereka. Tangisannya begitu pilu dan menyayat. Ada rasa sesal, rasa bersalah sekaliguskerinduan yang dirasakan gadis berusia enam belas tahun itu. "Dek, udah lah Dek, ayok berdiri, malu ditengok orang." Togar membantu Samantha berdiri sambil menatapnya prihatin. "Siapa namamu?" "Samantha, Pak," jawabnya lirih. "Kau ini pacarnya si Bram itu ya?" Samantha diam tak menjawab tapi tangisnya semakin pilu. Togar pun jadi gelagapan. "Alamak ... salah tanya keknya aku. Gini aja ya Dek, pulang lah kau ya, tadi udah dibilang si Boots eh si Bram kalau kau jangan datang lagi kan?" Gadis itu menunduk senggugukan. "Udahlah, Dek, cantik kalinya kau, dapat kaunya yang lebih ganteng daripada si sepatu bot itu, sakit memang dek melupakan pacar kita, tapi lama-lama udah lupanya kau nanti. Aku dulu sama mantanku si Tiur kayak gitu juga, sekarang istriku lebih cantik, lebih baik dari dia, namanya Duma," kata Togar mencoba menghibur. "Pak ... " Samantha memanggilnya dengan suara serak. "Iya, Dek?" "Tolong  jaga teman saya, ya, Pak?" Togar semakin sedih mendengar suara lirih gadis itu. Remaja perempuan ini benar-benar terlihat sangat sedih. Togar pikir, luka memar ungu kebiruan di sudut bibir gadis itu, pasti di dapat dari orang tuanya, demi menemui si sepatu bot yang selalu bersikap dingin. Pria itu pun mengangguk. "Semoga kau bahagia ya, Dek, kalau kelen berjodoh, pasti jumpa lagi kelen, Dek." Samantha tersenyum kecil. Dia tidak akan pernah lagi bahagia. Waktunya yang singkat bersama pemuda yang bekerja di peternakan keluarganya itu adalah masa paling bahagia yang pernahdia rasakan. Dan Samantha akan kembali lagi ke hari-harinya yang gelap. Bahkan lebih gelap. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
693.5K
bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.3K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
624.0K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook