bc

IKHLAS

book_age12+
10.3K
FOLLOW
36.3K
READ
second chance
drama
sweet
straight
brilliant
expert
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Hafna dan Gufran sudah dua tahun menikah. Namun hubungan mereka terpaksa berjarak lantaran Gufran harus melanjutkan studinya ke Kairo. Setelah dua tahun berlalu pria itu kembali. Dengan kebahagiaan yang begitu besar Hafna menanti kedatangan suaminya itu. Namun Alangkah terkejutnya Hafna manakala mengetahui bahwa sang suami tak hanya pulang sendiri. Ada seorang wanita berhijab yang Gufran kenalkan sebagai istri. Dunia Hafna seketika runtuh, penantiannya selama dua tahun ternyata dibalas oleh penghianatan besar. Lantas sekarang, apa yang harus ia lakukan? Bertahan atau menyerah?

chap-preview
Free preview
Bab 1 : Awal Dari segala Cerita
Banyak waktu yang telah ku habiskan untuk menanti mu, namun duka yang kau bawa pulang. **** Ruangan itu terasa sepi. Hanya suara dentingan jam yang menghiasi kesunyian. Disana duduk seorang wanita bergamis tosca, yang setiap sepuluh detik mengarahkan pandangannya ke pintu utama. Hafna Abdullah, wanita itu tak sabar menyambut kedatangan sang suami. Sudah hampir dua tahun suaminya pergi ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana. Dan dalam rentang dua tahun itu pula mereka hanya bertemu beberapa kali, itupun harus Hafna yang pergi kesana. Hari ini penantian Hafna akan berakhir. Tepat hari ini seluruh rindu yang ia rasakan akan terbayarkan. Tak sabar rasanya Hafna berlari kepelukan sang suami dan menyalurkan segala rindu yang membuncah. Itu lah kenapa ia merasa gelisah menunggu di ruang tamu rumah mereka. Ia sangat berharap waktu cepat berlalu dan suaminya muncul dengan raut bahagia. Tok tok tok "Assalamualaikum." Bersamaan dengan ketukan di pintu, Hafna mendengar suara pria yang tak asing lagi baginya. Ia tahu pasti suara itu, suara Gufran. Ya Allah, ia tak dapat mengontrol diri untuk tidak tersenyum. Ia sangat bahagia karena pada akhirnya pria penyempurna separuh agamanya tiba. Kalau boleh berteriak Hafna sudah pasti melakukan hal itu detik ini juga. "Waalaikumsalam warahmatullah." jawab Hafna dengan semangat yang tak bisa dibendung seraya membukakan pintu. Detik selanjutnya wajah Muhammad Gufran Al-fatih berdiri tepat dihadapnnya. Pria itu tersenyum manis. Senyum yang selalu Hafna rindukan. "Mas Gufran. Alhamdulillah akhirnya mas sampai." Hafna mengambil tangan sang suami untuk ia salami. Gufran tersenyum, namun senyum pria itu luntur saat teringat akan satu hal. Ia harus memperkenalkan seseorang yang saat ini tengah berdiri dibelakangnya pada Hafna. "Na, ada yang ingin mas kenalin. "“ Siapa?” tanya Hafna dengan kerutan didahi." Assalamualaikum." suara seorang wanita yang muncul dari balik tubuh Gufran mengalihkan atensinya." "Waailaikumsalam warahmatullah. " Hafna menjawab salam wanita berkerudung biru muda dihadapannya. Ada sedikit rasa was was di hati Hafna saat melihat wajah wanita ini . Entahlah, Hafna juga tidak mengerti akan perasaannya.  "Na, ini Syafa. I... istri ke dua mas." Bagaimana? Apa yang baru saja Hafna dengar? Ia membeku. Dunia nya serasa berputar detik itu juga. Sesak yang ia rasakan bertambah berkali-kali lipat. Ia bahkan lupa bagaiman caranya bernafas. Apa yang baru saja suaminya katakan? Istri kedua? Yang benar saja. Allah. Cobaan apa ini? "Mas gak... gak bercanda kan?" tanya Hafna dengan terbata-bata, berharap Gufran berbohong. Pasti suaminya ini hanya mempermainkannya saja. Benar, Gufran hanya ingin memberikan kejutan. "Mas gak bercanda Na, Syafa sekarang istri mas." Suara Gufran gemetar mengatakan hal itu. Ia tahu hal ini sangat melukai hati Hafna. Ia tahu tak sepantasnya ia menikah lagi tanpa sepengetahuan Hafna. Tapi kala itu ia tak punya pilihan lain selain harus menikahi Syafa. Dia tidak bisa menolak meski dia ingin. "Mbak saya... " Tolong kamu jangan bicara." intrupsi Hafna saat perempuan bernama Syafa itu hendak mengatakan sesuatu. Sungguh Hafna tak akan kuat mendengarkan apapun dari Syafa. Ia sudah tak punya tenaga lagi, bahkan untuk sekedar berdiri. Ganggang pintu pintu menjadi pegangannya saat ini. Ia berusaha tetap kuat. Ia berusaha untuk tidak meneteskan air mata walau nyatanya ia sangat ingin berteriak dan menangis di hadapan Gufran. Atau bahkan memukuli wajah suaminya ini. "Nana, mas minta maaf." "Bisa kita bicara mas." Gufran mengangguk lemah. Kemudian ia mengikuti langkah Hafna yang berjalan memasuki kamar tidur mereka. Syafa juga ikut masuk, namun hanya berakhir di ruang tamu, menunggu Hafna dan Gufran yang telah hilang di balik pintu kamar. "Maksud nya apa semua ini mas? Kenapa mas lakuin ini ke aku? Apa salah ku mas?" tanya Hafna bertubi-bertubi pada Gufran. Kali ini Hafna menangis. Rasanya ia tak sanggup lagi membendung air mata. Hafna juga wanita biasa yang sangat peka dengan rasa sakit. Apalagi yang dilakukan oleh Gufran sudah sangat keterlaluan. "Mas minta maaf Na. Mas gak punya pilihan lain." Hafna menarik nafas dalam. Sejurus kemudian terduduk lemah dipinggir ranjang seraya membekap mulut agar isak tangisnya tak terdengar. Tidak punya pilihan kata suaminya itu? Padahal bagi Hafna pilihan itu akan selalu ada. Melihat kondisi Hafna, Gufran perlahan mendekat. Ia berlutut di hadapan sang istri dan menarik kedua tangan wanitanya itu dengan erat. "Mas tahu mas salah Na. Mas minta maaf. Maafin mas ya Na?" Hafna hanya diam, membiarkan air matanya mengalir sebagai saksi atas pedihnya luka yang ia rasakan. Dan bagaimana mungkin Gufran semudah itu meminta maaf padanya. Pria itu seharusnya malu menginjakan kaki ke rumah ini. "Aku mau cerai mas." katanya telak. Tidak ada penawaran untuk seorang penghkianat. "Na..." Gufran memelas di hadapan Hafna. Bagaimanapun ia tak akan pernah rela kehilangan wanita yang telah mengisi seluruh bagian hatinya itu. Gufran tak sanggup kehilangan Hafna. Ia tidak mau bercerai dari Hafna. "Tinggalin aku sendiri Mas." “Na...” “Aku bilang tinggalin aku sendiri.” Tak ingin memperburuk keadaan. Gufran memilih bangkit dengan terus menatap sendu wajah Hafna. Mungkin ada baiknya ia meninggalkan Hafna sendirian dulu. Wanita itu pasti butuh waktu untuk menyendiri. Ketika sosok Gufran telah hilang dibalik pintu, isak tangis yang Hafna tahan sedari tadi keluar tampa bisa dicegah. Ia meluruh kelantai dengan bahu bergetar hebat. Ia memukul dadanya kuat-kuat. Sungguh Hafna tak sanggup. Ia tak sanggup jika harus berbagi suami. Dan yang lebih parah lagi, Gufran sama sekali tak meminta izin darinya. Bagaimana bisa seorang Gufran, yang selama ini sangat ia percayai, tempat dimana ia berkeluh kesah, seseorang yang begitu ia hormati setelah Abi dan Umi, tega melukainya dengan begitu dalam. Apa ia hanya dianggap batu oleh Gufran? Yang tak punya perasaan? Kenapa penantian dan kesabaran nya menunggu pria itu harus di balas seperti ini? **** "Na, kamu mau kemana?" Gufran bangkit dari duduknya ketika melihat Hafna sudah rapi dengan baju gamis dan kerudung pink, dengan menarik koper. Wanita itu berjalan ke ambang pintu tampa memperdulikan Gufran. "Nana." Gufran menarik tangan sang istri pelan. Kini wajah wanita itu telah berhadapan langsung dengannya. Gufran dengan sangat jelas dapat melihat wajah merah Hafna. Mata Hafna juga sedikit bengkak. Tanda bahwa ia telah mengeluarkan banyak air mata. "Mau kemana Na?" tanya Gufran sekali lagi berharap kali ini Hafna menjawab pertanyaannya. "Mau kerumah umi." "Mas antar Na." Hafna berdecak, "gak perlu. Lagi pula kalo mas ikut yakin bisa tahan dengan kemurkaan abi?" Untuk beberapa saat Gufran terdiam. Ia bukan takut menghadap orang tua Hafna. Hanya saja ia malu. Ia malu karna tak bisa membahagiakan Hafna sebagaimana janjinya dulu. Tapi yang ada luka lah yang ia torehkan dihati Hafna. "Insya Allah mas yakin. Mas sendiri yang akan menjelaskan kepada Abi dan Umi." "Gak usah. Mending mas urusin istri baru Mas itu." ucap Hafna ketus seraya melirik Syafa yang tertunduk kaku di kursi tamu. Tanpa menghiraukan Gufran lagi, Hafna berlalu. Dengan cepat ia memutar langkah ke arah mobil merahnya yang terpakir di bagasi. "Na, sebelum kamu pergi mas akan jelasin semuanya. Nana, buka pintu nya dulu." Pria itu terus menggedor kaca mobil, mengusik Hafna agar membukan pintu. Tapi keputusan Hafna sudah bulat. Ia butuh sandaran. Mungkin untuk beberapa waktu ia akan berkeluh kesah dengan umi dan abinya. Berharap disana ia dapat mengambil keputusan, bertahan atau menyerah. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.3K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.1K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook