bc

My Best Love, My Ex Boyfriend

book_age12+
72
FOLLOW
1K
READ
HE
arrogant
student
highschool
enimies to lovers
first love
school
lonely
like
intro-logo
Blurb

Kontes Menulis Innovel II — All The Young

Zea dan Arion.

Dua orang yang pernah menjalin kisah cinta, putus, kemudian saling membenci. Permusuhan mereka membawa perang dingin, hingga perseteruan langsung yang tak kunjung usai.

Hingga suatu hari, Senia, Kakak Zea, menikahi Daffa, lelaki yang menjadi saudara Arion. Dua orang yang sebelumnya saling bermusuhan dan antipati satu sama lain, kini dipersatukan dalam satu rumah sebagai saudara ipar.

Persatuan yang pada akhirnya membuka hati mereka kembali akan kisah lama yang belum usai.

chap-preview
Free preview
Si Badas
"Truth or dare!" Rifa menunjuk Zea yang sedang duduk dengan kedua kaki ditekuk.  "Truth!" jawab Zea mantap.  "Oke." Rifa melirik Tiya dan Susan, kemudian berkedip penuh arti.  "Jika lu bisa bertanya satu pertanyaan pada mantan, apa yang bakal lu tanyain?"  Zea mengerjapkan bulu mata lentiknya, berpikir sebentar, kemudian menjawab tanpa ragu. "Kenapa dia berubah!"  "Hah?" Rifa kurang fokus.  "Gue akan tanya sama dia, kenapa dia berubah? Kenapa dia nggak menjadi pribadi yang gue kenal lagi?"  ….  "Truth or dare!" Raka bertanya pada Arion, yang kini duduk di pagar balkon dengan sebatang bolpoin di antara jari-jemarinya untuk dimainkan.  "Truth!" Pilih Arion yakin.  "Jika ada satu pertanyaan yang bisa lu tanyakan ke mantan yang paling spesial, apa yang akan lu tanyakan?"  Diam sebentar. Kening Arion berkerut, kemudian senyum getir muncul di sudut bibirnya.  "Gue akan tanya, kenapa dia pergi! Kenapa dia nggak bertahan di sisi gue dan lebih memilih pergi!"  Mendengar ini, Raka mendesah panjang.  "Bisa gue bantu jawab?" tawar Syarif, ekspresinya penuh spekulasi.  Arion mengangkat salah satu alisnya, menatap Syarif penuh rasa ingin tahu.  "Mungkin karena lu terlalu badas. Liar. Kacau. Siapa cewek yang bisa bertahan?"  …  Zea Mikaila, seorang siswi kelas 11 IPS 2, dengan wajah lembut dan sorot mata jernih, berjalan pulang melalui koridor demi koridor kelas seorang diri. Dari siang tadi dia mendapat tamu bulanan, perutnya bermasalah, sehingga dia perlu beristirahat di UKS sekolah dan baru merasa lebih baik ketika hari sudah menginjak sore.  Lorong-lorong kelas sepi. Hanya satu dua anak yang masih bertahan, mungkin anak-anak ekskul yang memiliki kesibukan.  Di belokan lorong terakhir, langkah Zea yang sebelumnya cepat, melambat tiba-tiba, sebelum akhirnya berhenti sama sekali.  Seorang anak menghajar anak lainnya, membuat tubuh ringkih cowok dengan seragam berantakan tampak menyedihkan di sudut dinding lorong. Suara erangan terdengar penuh rasa sakit, menunjukkan orang yang terkapar pasti telah menderita di beberapa bagian yang paling rentan.  Lelah menghajar, seorang cowok mengangkat kepalanya, menatap sepasang mata jernih sewarna madu milik Zea.  Tatapan mata yang familier. Tatapan mata yang tak asing. Tatapan mata yang Zea kenal.  "Hai, Zea!" Arion tersenyum kecil, sudut mulutnya ditarik membentuk kurva menawan.  Wajah Arion seperti pahatan sempurna batu giok, tetapi memiliki keliaran licik seolah-olah sengaja diciptakan sebagai sentuhan penyempurna. "k*******n bukan cara menyelesaikan masalah!" Zea melipat kedua tangannya, berbalik pergi meninggalkam tempat kejadian.  Fisik Zea ramping, sehingga dia tak perlu repot-repot membantu murid korban k*******n secara langsung karena toh tenaganya tak cukup untuk itu. Pikiran Zea lebih realistis, sehingga alih-alih memarahi Arion ini itu yang pasti tidak mungkin didengar anak tersebut, lebih baik dia pergi tanpa berdebat kusir. Mencari bantuan yang mumpuni untuk menolong anak yang dibully.  Memarahi Arion? Menegur Arion? Yang benar saja. Guru BP mungkin sudah melakukannya ratusan kali dengan hasil nol besar. Zea tak ingin menmbah tugas amalnya yang tak seberapa.  Zea berjalan menuju ruang UKS, bertemu dengan Alan, salah satu anggota PMR, dan menghentikannya dengan serius. Zea kenal Alan karena mereka pernah berada satu kelas di kelas sepuluh.  "Lan!"  "Eh Zea. Gimana gimana? Katanya tadi lu sakit. Udah baikan 'kan? Atau mau ambil obat lain lagi?" Alan yang baru saja keluar dari UKS, hanya sempat mendengar kabar dari Susan, temannya, tentang sakitnya Zea. Dia sendiri belum melihat Zea hingga sekarang.  "Gue udah baikan." Zea sedikit tersipu, menyadari sumber rasa sakitnya sebenarnya lebih dikategorikan sebagai siklus bulanan yang normal alih-alih sakit akut yang butuh banyak obat ini itu. "Itu, di lorong paling ujung deket kelas sepuluh IPA 3, ada anak baru aja dihajar. Coba lu tolong deh. Kasian juga!"  "Dihajar? Nggak ada guru yang misah?"  "Udah sesore ini. Guru-guru udah balik. Coba lu tengok dulu. Kasih pertolongan pertama atau gimana." Zea berbalik pergi, meninggalkan Alan yang bengong seorang diri.  "Lah lu mau ke mana?" Meraih lengan Zea, Alan mencoba menahan gadis berparas campuran Jawa dan Timur Tengah tersebut dengan enggan.  "Pulanglah!" Zea menatap Alan seperti orang bodoh. Sudah sesore ini, apakah Alan berharap Zea menginap sebagai partisipan suka rela di sekolah? Jangan terlalu berlebihan.  "Tunggu, Zea! Ngomong-ngomong, siapa yang berani bikin ribut di area sekolah?" Meskipun ini sudah sore, tetap saja membuat keributan di area sekolah memiliki resiko besar diberi sanksi serius.  Zea yang sudah melangkah pergi, berbalik kembali, menyipitkan mata, dan menjawab ringan. "Arion!"  "A-Arion? Aduh, bengek tuh orang! Pasti parah ini! Ze! Bantuin gue dulu yuk, bawa anak yang dihajar itu ke UKS!" Alan mencoba membujuk Zea. Sekolah sudah sore. Alan tak terlalu pede merawat anak korban k*******n seorang diri. Iya kalau lukanya ringan, kalau berat dan perlu rujuk ke rumah sakit? Nah loh.  Apalagi ini Arion, biang keributan dan trouble maker sejati yang bikin masalah. Membayangkan akan bersinggungan dengan siswa seperti itu, Alan sakit kepala.  "Liat gue!" Zea menunjuk dirinya sendiri, dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Yang mana dari gue yang bisa lu liat gue wonder woman yang punya kekuatan bisa membantu orang? Gue cewek lemah yang nggak bisa berbuat apa-apa." Selama dia bisa menghindari Arion, Zea rela mengakui kepengecutannya.  Alan dan Zea. Dua orang yang sama-sama ingin menghindari Arion, menatap mata masing-masing, seolah-olah mencoba mencari jalan keluar.  "Gue panggil guru aja kali, ya. Mungkin masih ada beberapa yang belum pulang!" Memutuskan mencari jalan tengah, Arion akhirnya merasa lega. Dia melirik ke ruang guru yang dari UKS terlihat bagian ujungnya, seolah-olah ingin menembus dinding untuk mencari tahu informasi keberadaan mereka.  Tanpa menunggu pendapat Zea, Alan segera berjalan ke kantor guru, mencari salah satu guru yang bisa dimintai tolong. Bukannya gimana-gimana, tapi jika Arion mulai mencari masalah, satu-satunya hal yang bisa Alan andalkan adalah mencari bala bantuan. Datang sendiri mencampuri urusan Arion dan membantu murid lain yang nasibnya tidak diketahui? Tidak. Mental Alan tidak sebesar itu.  "Aduh. Mana kantor kayaknya udah sepi, lagi!" Alan cemberut, kesal oleh situasi yang tampaknya kurang bersahabat.  "Lu anak PMR. Mental lu rendah banget sih. Ketakutan lu lebih gede daripada panggilan hati nurani lu!" komentar Zea penuh sarkasme. Alan yang berjalan di sisinya, melirik Zea dengan seksama, dan ganti membalas komentar Zea dengan sesuatu yang lebih sarkas lagi.  "Lu yang mantan kekasihnya Arion aja nggak berani bertindak. Mana berani gue yang murid anak bawang gini ikut-ikutan bertindak mencampuri urusan Arion?" Mendengar kata mantan, wajah Zea menggelap seketika. Bibirnya kaku, matanya penuh kekesalan.  Seandainya waktu bisa diputar, siapa yang sudi menjadi kekasih murid tengil seperti Arion? "Eh itu ada Pak Joko. Minta bantuan Pak Joko aja. Nah kan, beres akhirnya urusan kita!" Alan berteriak antusias, membuyarkan lamunan Zea.  …    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DENTA

read
17.0K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Head Over Heels

read
15.7K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook