bc

Jodoh Untuk Pak Dosen

book_age18+
19.2K
FOLLOW
178.9K
READ
possessive
love after marriage
age gap
badgirl
powerful
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

(sudah tamat)

Tentang dosen ganteng Abinaya Haidar dan kisah cintanya yang rumit, serumit menghitung bintang di langit.

Tentang Fara, mahasiswi manajemen yang jatuh cinta pada sang dosen psikologi.

chap-preview
Free preview
Prolog
Abinaya terpekur menatap pantulan bayangannya di cermin. Sudah berapa orang yang mengatakan wajahnya begitu tampan mirip aktor Korea Park Seo Joon. Dia tersenyum seolah mencari jejak-jejak kemiripannya dengan aktor tersebut. Dia rasa, dia lebih tampan. Narsis? Tidak juga. Di balik kemapanannya dan pekerjaannya sebagai dosen psikologi, dia sebenarnya tidak cukup percaya diri untuk menjalin hubungan spesial dengan perempuan. Dua kali menjalin cinta dan semuanya berakhir mengenaskan. Kedua mantan kekasihnya meninggalkannya. Mantan pertama meninggalkannya atas alasan dirinya terlalu sibuk dan kurang memperhatikan mantannya tersebut. Mantan kedua memutuskannya karena menikah dengan orang lain. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tak lagi pacaran karena hanya membuang waktu dan membuat maksiat. Kendati di usia 29 ini dia masih mempertahankan keperjakaannya, tapi tetap saja ada buncahan rasa berdosa karena pernah mencium perempuan. Abinaya bertekad untuk mmperbaiki diri. Dia pernah mendengar, untuk bisa menjemput jodoh yang baik, maka perbaiki dulu dirimu. Dan jika nanti bertemu perempuan baik dan cocok dengannya, Abinaya akan langsung membawanya ke pelaminan. Abinaya mengambil kunci mobilnya. Dia melangkah menuju garasi, membuka pintu mobil lalu duduk di dalam. Sebelum melajukan mobilnya, dia seakan ragu untuk melanjutkan kencan keduanya bersama gadis yang bisa dibilang bukan kriterianya. Mungkin bukan kencan, tapi entah kenapa Abinaya merasa deg-degan seperti hendak berkencan. Terbayang sosok Fara Imelda, mahasiswi semester akhir jurusan manajemen yang hampir ia tabrak beberapa hari yang lalu. Dia tak menyangka, gadis yang namanya sempat dipergunjingkan karena video ciumannya dengan Gharal, mahasiswa satu jurusan dengan Fara yang juga seorang selebgram, ternyata begitu galak dan jutek. Masih terngiang di benaknya bagaimana sang gadis berciuman begitu panas di rekaman itu. Namun Fara tidak terlihat seperti perempuan nakal yang agresif. Makan malam pertama mereka adalah tindakan nekat Abinaya yang meminta Fara mentraktirnya sebagai ucapan terima kasih atas inisiatif Abinaya yang datang ke kostnya untuk mengembalikan buku Fara yang terjatuh di jalan. Beruntung Fara menuliskan nama dan alamat kostnya di buku tersebut, hingga Abinaya bisa menemukannya. Masih terbayang kepolosan ekspresi wajah Fara saat mengatakan bahwa uangnya tak cukup untuk membayar steak yang mereka pesan di steak house. Karena itulah, makan malam kedua akan berlangsung malam ini karena giliran Fara yang akan mentraktirnya. Abinaya tak pernah berniat minta ditraktir karena memang dia yang akan membayar. Dia hanya penasaran apakah antara Fara dan Gharal memiliki hubungan spesial. Gharal sosok badboy yang dia pandang begitu beruntung karena menikahi Kia, mahasiswi bimbingannya yang sudah ia sukai sejak ia mengajar kelas Kia untuk pertama kali. Gadis itu begitu istimewa dengan hijab dan kebaikan hatinya. Lagi-lagi dia patah hati karena gadis mungil itu telah menikah dengan laki-laki lain bahkan di saat dia belum mengungkapkan perasaannya. Makan malam dengan Fara setidaknya dapat mengalihkan perhatiannya dari sosok wanita berhijab itu. Ada sesuatu dari diri Fara yang membuatnya tertarik. Sesuatu yang ia sendiri tak mengerti. Namun ia yakin, mungkin dia akan menemukan jawabannya nanti. Abinaya melajukan mobilnya menuju kost Fara. Sebenarnya malam ini ia memiliki misi yang tak kalah penting. Sebelum mendekati Fara lebih jauh, ia ingin tahu apakah Fara tipikal perempuan yang bisa menjaga diri atau gampangan. Pasalnya rekaman gadis cantik itu dan mantan orang spesialnya selalu saja menggelayut di benak. Dia hanya tak ingin salah memilih target calon istri. Deran, sahabat baiknya menyarankan untuk mencoba mencium Fara saat nanti mereka berada di dalam mobil. Jika Fara mau, berarti dia mungkin tipikal yang terbiasa berciuman dengan laki-laki. Logikanya dicium sama orang yang bukan siapa-siapanya dan baru kenal saja mau, apalagi.... titik-titik...pikirkan sendiri. Entah nanti berani atau tidak, tapi Abinaya benar-benar penasaran dengan reaksi Fara nanti. Setiba di depan kost Fara, Abinaya mengirim satu pesan w******p untuk Fara. Saya sudah sampai. Kamu keluar aja. Tak lama kemudian, sosok gadis cantik yang mengurai rambut panjangnya dan mengenakan pakaian kasual, t-shirt serta celana jeans keluar dari pintu. Abinaya mengakui wajah Fara memang terlihat begitu cantik dengan bulu mata yang lentik dan bibir semerah delima meski tanpa polesan lipstik. Kekuarangannya hanya satu, dia sepertinya salah gaul dan senang clubbing. Abinaya keluar dari mobil. Layaknya sang pangeran yang menjemput tuan putri, dengan sopan Abinaya membukakan pintu mobil. Fara tercenung sesaat. “Kita naik mobil? Rumah makan Padangnya kan dekat?” Abinaya memikirkan alasan yang logis. Kalau tak naik mobil, misi awalnya bisa gagal. “Ehm karena kita akan makan di rumah makan Padang yang agak jauh dari sini,” tukas dosen ganteng itu setenang mungkin. Fara tak keberatan. Tentu saja, dia sudah tahu siapa seorang Abinaya Haidar, dosen psikologi yang dijuluki dosen idola dan masih lajang. Fara percaya Abinaya tak akan berbuat macam-macam terhadapnya. Masih terngiang di telinganya kala Lidya membicarakan kebaikan dan kewibaan Abinaya yang kharismatik hingga mulutnya berbusa. Selama ini dia sudah belajar banyak dari kejadian yang menimpa teman-temannya di mana pertahanan mereka harus runtuh karena rayuan gombal laki-laki. Fara bersyukur dulu dia hanya menyukai satu orang laki-laki bernama Gharal yang kerap menolaknya ketika dia berpikir untuk menyerahkan dirinya seutuhnya untuk laki-laki itu. Karena itulah sesakit apapun perasaannya terhadap cowok itu, di sisi lain Fara juga berterimakasih karena Gharal tak pernah membawanya ke ranjang. Belajar dari kesalahan lalu, Fara berjanji untuk lebih menjaga dirinya sendiri. Tak akan ada jatuh cinta dalam waktu dekat ini karena ia mau fokus pada skripsinya. Dia juga enggan pacaran. Seumur-umur dia hanya pernah dekat dengan satu laki-laki, yaitu Gharal. Meski tanpa ikatan tapi hubungan mereka layaknya sepasang kekasih. Dan kini ia tak mau lagi merendahkan diri sediri dengan membangun kemesraan dengan laki-laki manapun. Cukup sudah ia mengalami patah hati yang begitu menyiksa. Dan cukup juga baginya untuk belajar dari luka menganga yang ditorehkan papanya karena menceraikan mamanya. “Kenapa kamu masih mematung? Mau makan tidak?” Ucapan Abinaya membuyarkan lamunannya, “Baik Pak.” Abinaya mengernyit, “Kamu panggil saya apa barusan? Pak?” Fara buru-buru menyela, “Bapak dosen psikologi kan? Rasanya saya kurang sopan kalau manggil Bapak dengan sebutan Mas.” “Saya nggak masalah kok. Saya malah senang dipanggil Mas, berasa muda. Lagian ini di luar kampus. Kamu juga bukan mahasiswi psikologi. Dibawa santai saja.” Abinaya mengulas senyum. “Baik Mas Abi.” Mereka masuk ke dalam mobil. Abinaya melajukan mobil menuju rumah makan Padang yang lokasinya agak jauh dari kost Fara. Sepanjang jalan Abinaya melirik Fara sesekali. Gadis itu terlihat tenang, tidak secanggung di makan malam pertama mereka. “Kamu sekelas sama Gharal kan?” Pertanyaan Abinaya mengejutkan Fara. Dia menatap Abinaya tajam. “Mas Abi kenal sama Gharal?” Sesaat Fara berpikir barangkali Abinaya sudah pernah melihat video sialan itu. Siapapun mengenal siapa itu Gharal Adiaksa. Yang ia dengar, istrinya juga kuliah di psikologi. Tak heran jika Abinaya tahu soal video itu. Mendadak mukana memerah. Rasanya seperti kehilangan muka. Ia malu sekali. Setiap ingat kasus video viral itu, rasa frustrasi dan stres kerap datang membelenggu dan seolah dia sulit untuk melangkah lagi. “Ya dia selebgram. Istrinya itu mahasiswi bimbingan saya.” “Mas ngomongnya jangan saya saya gitu. Kayaknya resmi banget. Pakai aku kamu saja biar lebih santai.” Abianaya mengulas senyum, “Okay. Maaf sudah kebiasaan.” “Mas Abi generasi lama sih jadi ngomongnya resmi gitu,” celetuk Fara. Abinaya mendelik, “Maksud kamu saya sudah tua gitu? Aku 29 tahun. Di luar negeri umur segitu banyak yang masih lajang. Selisih kita paling cuma delapan tahun.” Fara tertawa kecil, “Pas aku lahir, Mas Abi sudah kelas dua atau tiga SD.” Abinaya menyeringai, “Memangnya kenapa? Waktu kamu baru lahir, aku masih kecil kan? Lebih pantas jadi kakak kamu dibanding bapak kamu kan? atau om kamu. Jadi artinya aku ini masih tergolong muda dan serasi-serasi aja lah kalau kita jalan bareng.” Fara mendelik, “Maksud Mas Abi?” Abinaya sedikit gelagapan. Rupanya dia tak sadar ucapannya sudah keceplosan terlalu jauh. “Nggak... nggak apa-apa,” Abinaya tersenyum dan menatap Fara yang memandangnya datar. Abinaya menghentikan mobilnya di area parkir salah satu rumah makan Padang. Bangunannya cukup besar. Fara sedikit khawatir juga jika harga makanannya lebih mahal dibanding rumah makan Padang langganannya. Sebagai anak kost dia harus pintar mengatur keuangan. Soal main di night club, dia tak pernah mengeluarkan sepeser uangpun karena selalu ditraktir teman-temannya. Mereka berjalan beriringan memasuki rumah makan tersebut. Fara suka sekali makan nasi Padang. Namun agaknya kali ini dia harus sedikit jaim. Biasanya dia bisa habis satu porsi besar, kali ini hanya akan memakan sedikit saja atau porsi sedang. Tengsin juga makan dengan orang ganteng dan dia mengambil banyak nasi serta lauk, image cantik dan seksi bisa amblas seketika. Baik Abinaya maupun Fara fokus dengan makanannya masing-masing. Bila ia makan nasi padang bersama teman atau sendiri, dia lebih senang makan dengan tangan. Tapi sekarang ini dia bertingkah layaknya princess yang makan dengan sendok, gaya yang elegan dan cara mengunyahpun dibuat selembut mungkin. Satu kata, ‘menyiksa’! Rasanya menu di hadapannya jadi menurun kelezatannya hanya karena cara makannya yang diatur sedemikian anggun. Bersikap di luar kebiasaan memang tidak menyenangkan. “Kamu ini aslinya dari mana?” tanya Abinaya sembari menatap ekspresi wajah Fara yang datar. “Aku dari Jakarta, kalau Mas Abi dari mana?” “Aku asli Purwokerto. Oya kamu anak keberapa?” Fara merasa Abinaya mulai bertanya ke ranah pribadi. “Aku anak tunggal. Kalau Mas Abi?” “Aku anak pertama. Aku punya adik laki-laki, masih kelas dua SMA.” Abinaya melahap nasi itu dengan santainya, berbeda dengan Fara yang merasa sungkan. “Kamu udah punya pacar?” Abinaya tidak pintar berbasa-basi. Langsung saja dia menanyakan sesuatu yang dianggap privasi oleh sebagian orang. Fara sedikit terhenyak. Dia menggeleng pelan. Abinaya merasa memiliki kesempatan. Namun ia juga tak mau terburu-buru. Ia ingin mengenal karakter Fara lebih dalam lagi. “Pernah pacaran berapa kali?” Lagi-lagi pertanyaan Abi membuat Fara terbelalak, “Hah? Ehm... kalau yang kemarin disebut pacaran berarti pernah sekali.” Abinaya cukup terkejut. Ia pikir Fara gadis yang berpengalaman, minimal sudah pacaran beberapa kali. Itu artinya dia hanya pernah dekat dengan Gharal. “Kenapa kamu bilang kalau yang kemarin disebut pacaran? Apa statusnya nggak jelas?” Abinaya menyipitkan matanya. Fara merasa Abinaya sudah mulai kepo akan urusan privasinya. “Ya soalnya kita kayak orang pacaran tapi sebenarnya nggak ada status apapun. Dulu aku dan dia saling cinta. Tapi sejak menikah dia menjauh. Sekarang aku nggak ingin mengingat apa-apa lagi tentangnya karena hanya akan merusak moodku.” Abinaya meyadari kalau pertanyaannya ini sudah mengganggu kenyamanan Fara. Dari jawaban Fara, kini Abinaya mengerti bahwa antara Gharal dan Fara memang sudah tak ada hubungan apapun. “Maafkan aku kalau pertanyaanku tadi sudah membuatmu tak nyaman.” Fara hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Abinaya. Tiba saatnya mereka pulang. Lagi-lagi Fara hanya bisa bengong karena Abinaya yang mentraktirnya. Padahal menurut perjanjian, dirinyalah yang seharusnya mentraktir Abinaya. Sepanjang jalan, mereka lebih banyak diam. Atmosfer canggung masih mendominasi. Setiba di depan pintu gerbang kost Fara, Abinaya membukakan seat belt yang melingkar di sepanjang bahu sampai ke pinggang Fara. Saat melepas seat belt Abinaya teringat akan saran dari Deran yang memberinya masukan untuk menguji seperti apa tipikal seorang Fara, apakah dia wanita yang bisa menjaga diri atau mudah digrepe-grepe. Jarak wajah mereka begitu dekat. Semilir angin seolah menyapu celah diantara keduanya. d**a Fara berdebar tak karuan, begitu juga dengan Abinaya. Bibir ranum Fara yang begitu menggoda membuatnya tak bisa memikirkan apa-apa lagi. Entah dorongan apa yang membuatnya melupakan janjinya untuk tidak lagi mencium perempuan. Abinaya semakin memperpendek jaraknya. Saat ujung bibirnya hampir saja menempel di bibir Fara, dengan sigap Fara mendaratkan satu tamparan keras di pipi kanan Abinaya. Plaakkkk.... Abinaya meringis kesakitan. Niat hati ingin mengetest malah akhirnya kebablasan ingin mencium beneran. Abinaya memegangi pipinya. “Mas Abi apaan sih? Nyari-nyari kesempatan mau nyium Fara.” Fara begitu kaget dan amarah tergambar jelas di kedua matanya. “Maaf Fara, sebenarnya tadi aku cuma mau ngetest kamu aja apa kamu mudah di....” “Cukup, aku tahu maksud Mas Abi. Mas Abi sama aja kayak cowok lain yang mandang aku cewek gampangan. Pasti Mas Abi udah nonton video itu kan? Makanya Mas Abi memanfaatkan kesempatan untuk menciumku. Aku nyesel banget pernah menjadi cewek yang dengan mudahnya berciuman dengan cowok yang aku suka. Tapi sekarang aku nggak mau mengulang kesalahan yang sama. Cukup aku pernah berciuman dengan satu laki-laki bernama Gharal, aku tak mau mengulangnya dengan siapa pun. Aku ingin memperbaiki semuanya.” Fara hendak membuka pintu mobil tapi Abinaya mencengkeram tangan gadis itu. “Please Far dengerin aku dulu. Sumpah aku nggak ada maksud merendahkanmu. Yang tadi itu bener-bener...” “Udahlah Mas nggak perlu dijelaskan lagi.” Fara membuka pintu mobil. Setelah ia keluar, ia tutup kembali pintu itu sekeras mungkin hingga membuat Abinaya tersentak. Fara melangkah menuju kostnya tanpa sedikitpun menoleh ke belakang dan membiarkan Abinaya terpaku karena merasa bersalah. ****** Abinaya menatap Deran dengan kekesalan yang sudah melebihi ambang batas. “Kamu itu benar-benar kebangetan ya jadi teman. Nyaranin aku nglakuin sesuatu yang gila. Kamu tahu nggak? Fara marah-marah dan aku pesimis dia bakal maafin aku.” Deran melongo, “Tunggu..Tunggu...Lo cuma ngetest atau gimana?” “Ya aku nyoba ngetest mau nyium dia. Bibirku bentar lagi nempel ke bibirnya, eh aku ditampar keras banget. Sakitnya nggak seberapa, tapi malunya itu lho.. Aku juga merasa bersalah. Aku ini dosen Ran, kalau kampus tahu kelakuanku begini, bisa disebut dosen c***l aku. Seorang dosen hendak mencium mahasiswi? Astaghfirullah...” Deran tertawa seolah tidak bisa bersimpati dengan penderitaan Abinaya. “Lha yang nyuruh nyium siapa? Lo cuma perlu ngetest, ya cukup deketin wajah lo, nggak ampe mau nempel gitu. Lo-nya aja yang m***m. Niat hati ngetes eh kebablasan pingin nyium beneran hahaha.” Abinaya memasang tampang cemberutnya. Dia akui, dia memang cukup tergoda dengan kecantikan Fara dan bibir ranumnya. Astaghfirullah. Lagi-lagi dia beristighfar. Rasanya dia sedemikian rendah karena telah melecehkan perempuan. Rasa bersalahnya semakin besar terhadap gadis itu. Abinaya harus melakukan sesuatu agar Fara mau memaafkannya. ******

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Skylove (Indonesia)

read
109.0K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.3K
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
310.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.1K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook