bc

ISTRIKU SERING MENANGIS

book_age12+
9.7K
FOLLOW
63.9K
READ
drama
sweet
serious
mystery
like
intro-logo
Blurb

Ardan sempat tidak mengetahui bahwa istrinya tertekan selama dua tahun belakangan, istrinya sering menangis di hadapan anaknya ketika menyusui. Ia baru mengetahui hal itu ketika coba membuntuti istrinya yang ternyata seorang ojek online. Padahal ia merasa telah mencukupi kebutuhan istrinya. Selidik demi selidik akhirnya Ardan mengetahui alasan Mayang ngojek, dan yang pasti terungkap juga alasannya sering menangis. Bukan hanya itu, semua terkuak bahkan rahasia Ardan yang ternyata bukan anak kandung Bu Diah pun terkuak. Bagaimana itu bisa terjadi? Lalu apa yang dirahasiakan Mayang selain ngojek?

 

chap-preview
Free preview
Istriku Menjadi Ojek Online
##Bab 1 Istriku Ojek Online “Kamu semalam pulang ke rumah Ibu, Mas?” tanya Mayang saat aku pulang dari rumah ibu. Lelah rasanya baru saja tiba dan bersandar di kursi, tapi baru saja menepi sudah ditanyakan hal yang paling tak kusukai. “Bisa gak sih, suami pulang bermalam dari rumah orang tua, tawarin minum dulu!” sentakku dengan nada tinggi. Mayang tampak kesal lalu pergi dengan menghentakkan kakinya kencang ke arah dapur. Astaga, istriku kerasukan setan apa sampai seperti itu? Setelah beberapa detik dari dapur, ia muncul membawa segelas air putih. Lalu memberikannya padaku. Tanpa kata-kata ia pun bergegas lagi meninggalkanku. Aku pikir ia ingin menemani berduduk santai di sini. “Dek, kamu mau ke mana? Ngambek?” tanyaku, tapi ia tetap pergi tanpa menoleh sedikitpun. Sepertinya ia sakit hati dengan bentakan tadi. Lalu dengan segelas air putih yang kutenggak, aku menenangkan diri sendiri dengan menghela napas panjang. Namun, tiba-tiba ibu menghubungiku. “Kamu sudah sampai rumah? Pasti istrimu marah-marah!” ucap ibu membuatku menelan ludah. Ternyata ibu tahu apa yang akan terjadi ketika aku bermalam di rumahnya tapi tidak memberikan kabar pada Mayang. “Enggak, Bu. Mayang hanya ngambek. Nanti juga dia baik lagi!” sahutku memberikan pengertian pada ibu. “Oh gitu, terima kasih ya uang 10 juta yang kamu kasih, semoga Mayang tidak marah kalau tahu kamu berikan Ibu uang segitu,” ujar ibu. Aku melirik ke arah kamar dan dapur, khawatir Mayang mendengar percakapan kami berdua di telepon. “Stttt ... Ibu diam-diam saja, aku takut Mayang dengar,” bisikku. “Kalau bisa ditambah bulan depan jadi 15 juta gitu, Ardan! Kamu jangan pelit-pelit dengan Ibumu sendiri. Istrimu, nggak ngapa-ngapain dikasih duit juga!” celetuk ibu meminta tambahan uang. Padahal menurutku, 10 juta sebulan sudah banyak. Hanya untuk membeli sayuran dan buat pegangan ibu. “Iya, nanti aku tambah!” gumamku singkat, tak mau berdebat dengan ibu yang telah melahirkanku dan membesarkan hingga jadi orang. Apa pun yang ia pinta pasti kupenuhi, meskipun terkadang harus mengorbankan uang belanja Mayang. “Ya sudah, besok Ibu mau ke rumah adikmu, Rayyan. Jadi, besok Ibu tidak antar masakan ke rumahmu ya, suruh Mayang masak yang enak,” suruh ibu. Padahal aku kurang suka dengan masakan Mayang, makanya meminta ibu mengirim masakannya tiap hari. “Iya, Bu. Hati-hati ya, semoga Rayyan juga memberikan uang 10 juta untuk Ibu,” sindirku. Biarkan saja sesekali kuceletukan pada ibu, ingin tahu reaksinya saat anak kesayangan ibu disindir. “Ardan, kamu tuh kakaknya, dan nasibmu lebih beruntung ketimbang Rayyan, jangan begitu!” tekan ibu yang masih saja membelanya. “Ya sudah, Bu. Aku mau ke kamar dulu, ngerayu Mayang,” sahutku mengakhiri pembicaraan. Telepon pun aku matikan. “Sayang, jangan marah dong! Memang kenapa si kalau aku nginep di rumah Ibu tanpa izin?” tanyaku merayunya. Mayang masih diam membisu. Tak menghiraukan ucapanku. Apa uang yang kuberikan kurang ya? Kan ia nggak masak, dan anak kami juga masih berusia 2 tahun. Tiba-tiba saja ia pergi dengan mengenakan jaket. “Mau ke mana, Mayang?” tanyaku menyelidik tapi ia tak menjawab. Lalu aku ikuti langkah kakinya. Namun, sebelum mengikuti Mayang, aku cek anakku, Arya, ia sedang tertidur pulas. “Mau ke mana? Mayang, kamu ngambek?” tanyaku penasaran. Ia melajukan motornya, aku pun bingung mengejarnya dengan apa? Motor hanya ada satu, ada mobil tapi kekejar nggak ya? Kemudian, aku putuskan kejar dengan menggunakan mobil saja. Entahlah, terkejar atau tidak, yang terpenting aku berusaha untuk mengejarnya saja dulu. Mayang berjalan menuju arah pangkalan, dan ia duduk di tempat yang banyak para ojek online menunggu penumpang. Kemudian, ia balik jaket kulit yang ia kenakan tadi, ternyata jaket ojek online. Astaga, istriku ngojek? Untuk apa? Aku perhatikan ia dari kejauhan, dan setelah mendapatkan penumpang kuikuti ia sampai tiba di tempat tujuan. Mayang mengambil uang yang ia terima, kemudian ia kecup uang itu. Kulihat air matanya pun menetes kala ia menerima uang yang ia terima. Tidak ku sangka, istriku, Mayang Indriani, menjadi tukang ojek. Padahal, aku sudah memberikan uang untuknya agar ia dapat menggunakannya untuk segala keperluannya. Dengan d**a yang sudah mulai sesak, aku segera pulang ke rumah. Untuk menanyakan hal ini pada pengasuh di rumah. Setelah sampai, aku tak menyia-nyiakan waktu. Tanpa basa-basi langsung kutanyakan tentang ini pada Mbok Ani. “Mbok, apa Bu Mayang tiap pagi pergi ke luar rumah?” tanyaku menyelidik. Ini kali pertamanya aku ada di rumah pagi hari, karena kebetulan sedang cuti kerja. “Anu, Pak, iya, Bu Mayang pergi naik motor tiap pagi hingga siang hari,” jawabnya. “Loh, kok aku nggak pernah tahu? Sejak kapan Mbok?” tanyaku dengan mata menyipit. “Sejak ... sejak ... itu Pak, sejak Ibu melahirkan Caesar,” sahut Mbok Ani. Berati sudah hampir 2 tahun istriku begini? Kenapa aku tak menyadari hal ini? Kenapa juga Mbok Ani tidak mengadukan hal ini kepadaku? “Mbok, ada yang aneh lagi nggak selain Ibu sering keluar dari rumah dengan menggunakan jaket?” tanyaku penasaran. “Ada, Pak. Ibu sering menangis kalau lagi nyusuin Arya,” sahutnya membuatku terbelalak. “Mayang sering menangis? Mbok tahu kenapa nggak?” tanyaku penasaran. Namun, Mbok menggelengkan kepalanya. Entahlah, dia tak mau bicara atau memang tidak mengetahui apa-apa. “Kalau di rumah ada yang aneh lagi nggak dengan Bu Mayang selain nyusuin Arya sambil nangis dan keluar dari rumah pagi sampai siang?” tanyaku lagi. “Nggak sih, Pak. Ibu nggak pernah berlaku aneh-aneh,” sahutnya membuatku mengernyitkan dahi. Lalu kenapa Mayang pergi ngojek? Uang yang kuberikan untuknya kan memang khusus menuhin kebutuhan pribadinya. Apa kurang cukup uang 1,5 juta untuknya? Itu tidak perlu beli sayuran dan lainnya. “Mbok, apa Bu Mayang punya utang?” tanyaku menyecarnya. Sepertinya Mbok Ani tahu sesuatu, tapi ia rahasiakan di hadapanku. “Pak, Mbok bener-bener nggak tahu apa-apa, coba tanyakan langsung pada Bu Mayang,” suruh Mbok Ani. Namun, aku ragu menanyakan apa pun pada Mayang, karena ia sensitif sekali. Aku tanya baik-baik pun pasti ia tersinggung. “Bingung saya, Mbok. Kenapa ya dengan Mayang? Kenapa juga ia terlihat biasa saja ketika di hadapan saya?” sambungku sambil memegang kening yang banyak pertanyaan ini. Tiba-tiba Arya menangis, sepertinya ia haus. Kalau tiap pagi sampai siang Mayang pergi, lalu Arya diberi s**u apa? Bukankah ia full ASI? “Mbok, Arya nangis, mungkin haus,” ucapku memancing apa yang akan dilakukan oleh Mbok Ani. “Iya, Pak. Saya ambilkan stok ASI di kulkas dulu,” sahutnya. Arya tidak minum s**u formula juga, jadi untuk apa istriku sampai jadi tukang ojek gitu? Pertanyaan yang muncul di kepala semakin banyak saja, ingin rasanya kutanyakan langsung pada Mayang. Namun, aku masih saja meragukan ini. Khawatir jadi pertengkaran antara kami berdua. Untuk saat ini yang paling muncul di benakku adalah istriku punya utang, tapi utang apa? Untuk apa pula ia berhutang? Aku coba buka sosial media milik Mayang, kubuka satu persatu messenger, tapi tidak ada satu pun chat yang berisikan tentang ia pinjam uang. Aku letakkan kembali ponselku setelah keluar dari akun Mayang. Kemudian, aku masuk ke dalam kamar dan mencari tahu tentang masalah ini. Siapa tahu ia curahkan di buku diary. Aku buka pintu kamar, lalu duduk di atas kasur yang sudah rapi. Kemudian mencari tahu tentang apa saja yang ia tulis di buku miliknya. Kubuka perlembar buku tersebut, tapi tidak ada tulisan apa pun. Namun, ketika kubuka lembaran tengah, ada catatan tiap bulan. September 2019 Rp. 1.500.000; Oktober 2019 Rp. 1.500.000; Sampai tiba di bulan ini bulan Agustus 2021. Catatan itu sama dengan angka rupiah yang sama. Kedua alisku menyatu, mencoba cerna catatan yang istriku buat. Kuperhatikan kembali bulan pertama kali ia menulis angka itu. Bulan September 2019, bukankah itu bulan kelahiran Arya? Lalu apa yang ia lakukan dengan uang itu? Astaga, kepalaku makin sakit memecahkan teka-teki ini. Matahari mulai berada di atas kepala, aku coba hubungi Mayang agar ia cepat pulang, karena matahari sudah sangat menyengat sekali. Tidak baik jika ia masih berada di luar panas-panasan. Kuraih ponsel yang kuletakkan di atas meja ruang tamu tadi. Kemudian mencari kontak istriku. Ada perasaan cemas di d**a ini. Nada panggilan sudah berulangkali, tapi ia tak juga mengangkat teleponnya. Ternyata suara deru motor yang Mayang gunakan sudah terdengar. Aku pun bergegas membuka pintu, dan menyambutnya dengan tenang dan senyuman. Buru-buru aku copot jaket kulit yang ia kenakan. Ia pun menatapku tanpa kedip. “Sayang, kamu dari mana? Ngambek padaku sampai pakai jaket ojek online ini? Maafkan aku,” pelukku dengan erat. Aku tahu apa yang harus kulakukan padanya. Pasti ada yang ia rahasiakan, hingga harus menjadi tukang ojek online. Ia tampak mengeluarkan butiran air mata, kemudian aku seka air matanya yang tumpah mengenai pipinya yang kini berubah jadi sawo matang akibat terbakarnya terik matahari setiap harinya. “Kita duduk, ya Sayang, kamu haus? Aku suruh Mbok ambil minum ya,” tuturku. Ia tak bicara satu katapun, hanya tangisan yang kudengar dan lihat dari wajahnya. Kemudian, tanpa disuruh olehku, Mbok Ani mengambil segelas air putih dingin untuk Mayang. Ia begitu haus hingga satu gelas habis diteguknya. “Maafkan aku, jika ucapan tadi menyinggung perasaanmu, Mayang,” ucapku sambil menatap wajah sendunya. Isak tangis masih terdengar lekat di telinga ini. “Aku nggak ngambek, Mas,” sahutnya membuatku lega. Ya Tuhan, akhirnya kudengar suara merdu istriku kembali. Kemudian kuraih tangan Mayang dan menggenggamnya. “Kalau nggak ngambek, untuk apa tadi ke luar, maaf tadi aku mengikutimu.” “Kamu tahu aku ngojek, Mas?” “Jelas tahu, yang aku tidak tahu itu untuk apa kamu ngojek setiap hari?” tanyaku penasaran. Kemudian mata Mayang menyorot ke arah Mbok Ani. “Bukan saya, Bu, yang memberi tahu, Bapak tahu sendiri.” Mbok Ani tampak ketakutan saat mata Mayang menyorot ke arahnya yang sedang menggendong Arya di sudut ruangan. Rupanya Mbok Ani tahu sesuatu, makanya ia ikut mendengarkan pembicaraan kami. “Mbok, saya minta Mbok masuk ke kamar dulu, ya!” suruhku sopan. Kemudian aku kembali ke pokok pembicaraan, menggenggam tangan Mayang agar ia mau bicara jujur padaku. “Sayang, aku mau tahu alasanmu melakukan ini. Apa kamu punya utang? Jawab yang jujur, aku takkan marah, justru ini kewajiban untuk seorang suami membayarnya jika itu memang benar.” Aku coba bicara dengan lembut padanya, agar ia tak merasa berat untuk jujur padaku. Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook