bc

My Cute Chef

book_age16+
2.9K
FOLLOW
18.6K
READ
possessive
playboy
badboy
self-improved
sweet
bxg
city
affair
like
intro-logo
Blurb

Sebelum membaca, disarankan untuk tap love ikon warna ungunya yaaa...

Warning! Diperuntukkan 16+

___________

"Chef sedang ada masalah?" tanya Liana sambil ikut beranjak berdiri.

Tampak Arkhan melepaskan jaket kulitnya, tanpa mau menjawab pertanyaan dari asistennya tersebut.

"Pakai jaketnya." Perintahnya kemudian sambil mengangsurkan jaket tersebut ke arah Liana.

"Chef gak mau cerita?"

"Kita pulang." Ucapan singkat Arkhan pertanda dia belum berkenan menjelaskan apapun pada Liana.

"Chef baik kok, walaupun sering ketus dna kasar. Kalau gak baik, aku pasti dah Chef mutilasi dari dulu," canda Liana, sambil memakai jaket yang kebesaran di badannya itu.

Arkhan yang melihat Liana, seketika membantu mengancingkan resleting jaketnya.

"Saya memang baik. Tergantung kamu melihatnya dari sisi dan saat yang tepat atau tidak."

Mereka, Arkhan Dewanza dan Liana Merlyna, adalah sepasang partner kerja. Sebagai Executif chef dan Asisten chef.

Bagaimana kisah mereka terajut?

Adakah setitik rasa di antara mereka?

Arkhan yang terkenal dengan fuckboy dan petualangan cintanya dan Liana dengan kejombloannya yang berjiwa keras namun tak pernah bisa membantah perintah 'bos'nya.

Apakah mereka akan jatuh cinta?

Ikuti saja kisahnya... Love kalian... ??

Cover Vector by @Riandra_27

Font Cover by PicsArt Premium

chap-preview
Free preview
1. Sepatu milik muka Frezzer
Liana tampak khusyuk sedang menggosok peralatan memasak yang rata-rata terbuat dari bahan stainless steel itu, dengan spon yang sudah berbusa karena sabun cair khusus cuci piring. Dan di dekatnya ada berbagai macam panci dan wajan ataupun teflon. Ada juga benda-benda pecah lainnya. Ia bekerja di hotel Nirwana, yaitu hotel yang kategori hotel bintang lima, dan di situ Liana masih dipekerjakan sebagai tukang cuci piring dan segala peralatan dapur. Sebagai karyawan baru, itu adalah bentuk dari masa percobaan atau training kerjanya selama dua bulan. Liana, gadis mungil namun manis itu yang sekarang telah berusia dua puluh tahun, dua tahun yang lalu, ia adalah lulusan dari SMK jurusan tata-boga di kotanya. "Liana, nanti selesai beres-beres, ke ruangan manager HrD ya. Pak Suko barusan ada panggil kamu tuh," ucap Mira teman satu dapurnya, namun dia bagian helper koki pastry, menyampaikan pesan untuk Liana. . Liana pun sejenak menengokkan kepalanya, "kata siapa Mir?" tanya Liana pelan, tetapi tangannya masih sibuk menggosok dengan segala perkakas kotor itu. "Tadi ada staff HrD kasih tahu, waktu aku balik dari tempat bahan makanan." Mira menjawabnya sambil membersihkan kitchen set dengan lap khusus. "Oke." Liana pun segera membereskan alat-alat dapur yang telah bersih itu ke dalam rak khusus. Menyusunnya sedemikian rapi dan tentunya kembali kinclong bersih seperti semula sebelum barang-barang tersebut dipakai. Liana terlihat mengetuk pintu, setelah ia sampai di hadapan pintu ruangan manager HrD tersebut. "Iya, silahkan masuk." Akhirnya terdengar suara jawaban dari dalam ruangan. Setelah sampai di dalam ruangan tersebut, "Bapak memanggil saya?" "Iya. Silahkan duduk, Liana." Liana pun menganggukkan kepala dan segera duduk di kursi yang telah tersedia. "Begini, langsung saja ya Liana, pihak kami selaku HrD memutuskan, kalau kamu mulai besok sudah dipindahkan ke posisi bagian penanganan sayur-sayuran, lebih gampangnya tukang potong sayur. Karena posisi koki pastry yang kamu minta saat melamar kerja waktu itu, belum ada yang lowong alias masih terisi semua. Jadi, kalau kamu masih ingin lanjut kamu bisa ke bagian potong sayur." Liana tampak sedang memikirkan sesuatu, antara menerima atau menolak tawaran tersebut. Ia pun lantas tidak berpikiran panjang lagi, di samping dia juga sangat memerlukan pekerjaan untuk saat ini, tidak ada salahnya jika ia mencoba posisi barunya itu. Dan akhirnya keputusannya adalah menerima tawaran manager tersebut. "Baiklah Pak. Saya bersedia untuk dipindah ke bagian sayur," jawab Liana dengan pasti. "Oke. Sekarang kamu bisa kembali ke dapur. Untuk laporan ke koki senior biar staff HrD nanti yang memberitahukan keputusan ini." "Terima kasih Pak. Kalau begitu saya undur diri." "Silakan." Liana pun membalikkan badannya lalu meninggalkan ruangan menager tersebut, kemudian berlalu untuk kembali ke dapur tempat ia bekerja sebelumnya. Ketika melewati ruangan bagian divisi perpajakan, seseorang pun memanggilnya. "Liana!" Sejenak Liana pun menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah seseorang itu. "Iya bang Hanif, ada yang bisa Liana bantu?" "Enggak ada. Istirahat di pantry umum lagi yuk, bareng yang lain juga, kayak biasanya." Hanif pun melontarkan maksudnya. Perlu diketahui, Liana adalah tipe perempuan atau gadis yang tergolong supel, hamble, mandiri, dan manis mungil tetapi sedikit usil. Maka dari itu, selama dua bulan lebih bekerja di hotel berbintang lima itu, ia pun sudah bisa memiliki banyak teman baru. "Emang udah istirahat ya?" "Udah, dari lima menit yang lalu. Memang kamu dari mana? Sampai istirahat aja nggak tahu?" "Ada, dipanggil sama Pak Suko tadi," jelas Liana sambil menyenderkan tubuhnya di dinding sebelah pintu ruangan perpajakan itu. "Wuihhh ... kenapa nih? Calon naik gaji ya?" tanya Hanif sambil mengedipkan salah satu kelopak matanya. "Enggak. Cuma mulai besok aku pindah ke bagian potong sayur." "Oh. Syukur deh, paling enggak udah ada kemajuan. Jadi kamu nggak perlu main-main air lagi. Hehehee ...." "Ya tetap lah. Sayur juga kan mesti dicuci juga kan, Bang?" "Jadi nggak? ikut makan siang bareng yang lain? Udah pada ke sana tuh tadi," tanya Hanif kembali mengingatkan. "Boleh. Kerjaan dapur aku juga udah beres tadi." Mereka berdua pun akhirnya melangkah beriringan menuju pantry umum. Pantry umum adalah ruangan khusus yang lumayan luas dan besar, terdiri dari meja panjang dan cukup besar sebagai tempat segala macam makanan lauk pauk, sayur dan nasi ataupun roti, meja tersebut terletak di ujung kanan ruangan dekat dapur umum. Ada juga buah-buahan diletakkan di meja ukuran standar di sisi kiri meja utama. Sedangkan selebihnya ada banyak meja-meja beserta kursi panjang di kiri kanannya sebagai tempat makan para Staff dan karyawan lainnya. Makan siang mereka berupa prasmanan, yang siap ambil sendiri. Tempat itu khusus untuk para karyawan, staff hotel , dan pegawai dapur istirahat makan siang ataupun sarapan bagi yang tidak sempat bersarapan di rumah. "Kamu pindah ke bagian sayur masih dengan koki yang sama? Atau beda lagi, Na?" Na adalah nama panggilan dari Hanif sejak pertama mereka berkenalan. "Iya masih. Pak Suko nggak ada bilang sih buat pindah ke koki lain." Liana tampak mengambil piring makan untuk Hanif, setelah itu mengambil untuk dirinya sendiri. "Makasih ya, Liana" "Yup." "Makan kamu simple banget. Nasi sayur sama peyek doang?" "Yang penting kenyang, Bang. Peyek ini juga makanan favorit aku," sahut Liana sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Mereka berdua pun duduk bersama teman seruangannya Hanif. Ada Wildan, Andi, dan Rio. "Untung itu menu peyek nggak tiap hari, ada ya? " sahut Hanif lagi. "Kenapa emangnya?" tanya Liana sambil mengerutkan dahinya. Hanif pun menampakkan senyum lucunya, "makin kurus kamu, makan peyek melulu." "Ledekan Abang enggak ada gaul-gaulnya," sahut Liana, tetapiikut menyunggingkan senyum manisnya. "Kalian jadian? Dari kemarin berdua melulu?" tanya Wildan penasaran. "Bukan," jawab Liana singkat. "Lagian aku di sini niatnya buat mau kerja dan cari uang Bang, bukan mau pacaran. " Liana melanjutkan ucapannya kembali. "Jangan ganggu dia Ndan ... entar dia keselek loh," sambung Hanif sambil menunjuk ke arah Liana dengan dagunya. "Wahhh ... ada pembelanya sekarang. Abang kamu ada banyak loh Na di sini, jangan Hanif aja yang dianggap," seloroh Wildan masih sambil terus menggoda Liana. "Udah. Makan yang benar, Bang. Ngomong melulu!" tukas Liana cuek masih sambil menikmati makanannya. "Hm ... Bocah kecil paling pintar dia nih ngomongin orangtua. Gak cocok muka kamu tuh buat digalak-galakkin begitu," sahut Andi sambil tertawa yang diikuti yang lainnya. "Kecil-kecil cabe rawit dia nih. Cocok kali kalau diadu sama Chef muda itu," sahut Rio ikut-ikutan. "Siapa yang cabe rawit?" tanya Liana setelah meneguk air mineral dari gelasnya. "Kamu. Siapa lagi. Kamu kan yang paling muda di sini." "Yuhhh ...." Liana pun hanya mengedikkan bahu. "Liana!" panggil seseorang dari arah belakang mereka. Liana pun menengokkan kepalanya ke sumber suara. "Ya. Ada apa mba Yuni?" "Habis istirahat ke ruangan koki senior ya. Ada perubahan susunan pembagian tugas tadi kabarnya," jelas Yuni. "Baiklah mba Yuni. Makasih ya? Dah makan siang belum?" kata Liana sekalian melontarkan pertanyaan untuk Yuni. "Aku mau ambil makan siang buat pak Arkhan dulu. Lagi manja dia, nggak mau keluar ruangannya." "Duhhh .. manja bener itu orang. Gengsi mungkin ya ikut makan di sini. Aku lihat juga dia jarang muncul di sini?" ucap Liana sambil mengunyah buah semangka. "Asistennya dia kabur lagi. Jadi nggak ada yang ngurusin dia. Itu tampang kaya kulkas frezzer gitu, siapa juga yang betah lama-lama jadi anak buahnya ya?" timpal Yuni lagi. "Eh, kok malah ngobrol. Aku tinggal dulu ya Liana, keburu jadi singa entar si Chef." "Segalak apa sih dia tuh? Kok hampir semua orang takut sama dia?" "Suatu saat kamu juga bakal tahu. Si bos suka tahu-tahu sidak ke ruangan koki-koki lapangan. Kamu sih asyik sama panci-panci kamu. Makanya jarang lihat dia," jelas Yuni lagi. "Udah ya. Aku antar pesanan bos dulu." "Yup ...." Asisten koki senior itu pun kemudian berlalu dari hadapan Liana dan kawan-kawannya. "Emang kamu belum paham yang namanya Arkhan, Na?" tanya Hanif tiba-tiba. Liana mengumpulkan piring dan gelas kotornya menjadi satu. "Belum. Kenal nama dia aja, secara kan dia bos koki di sini. Nggak ngaruh juga buat aku, Bang." jawab Liana sambil berlalu mengantarkan piring kotor ke wastafel umum. "Kalau tugas kamu pindah mulai besok, ya bakal ngaruh Na. Itu kan berhubungan sama pekerjaan dia." "Ya kita lihat saja nanti. Yang penting aku kerja," sahut Liana sambil siap-siap mau berlalu. "Eh. Mau ke mana?" "Ke ruangan yang diperintahkan mba Yuni tadi." "Masih ada waktu lima belas menit Na. Awal amat," "Mau ke loker bentar ... mau cuci muka juga, biar lebih glowing." Liana menyahut sambil mengedipkan salah satu matanya. "Dasar gadis." Liana hanya tertawa pelan, lalu ia pun pergi dari hadapan Hanif dan kawan-kawannya. *** Jam menunjukkan pukul empat lebih sepuluh menit. Liana masih duduk nongkrong di pos satpam bersama beberapa staff dari perpajakan, ditambah dua orang satpam, dan seorang kepala bagian Wedding Organizer. Padahal saat itu sudah jam pulang kerjanya. Mereka duduk-duduk santai sambil melemparkan bermacam-macam bahan candaan secara random. "Ini bocah kecil, kalau udah usil nggak bisa diem ya, kayak kutu loncat!" sambar Rio menanggapi celotehan Liana. "Asem. Tapi suka kan?" sahut Liana sambil mengedipkan matanya. "Enggak lah. Makan kamu banyak, tekor bandar nanti aku." Lanjut Rio sengaja menggoda Liana. "Jadi cowok kok pelit Yo ... enggak berkah itu," ucap Hanif menimpali omongan Rio. "Iya. Orang pelit kuburannya sempit loh Bang." "Husss ... sore-sore bahasannya kuburan, bocah kecil nih." "Kenapa? Takut, Bang?" sambar Liana meremehkan Rio. Dan tentu saja dengan wajah dan kelakuan usilnya. "Udah mau petang Na. Kamu bawa motor nggak?" potong Hanif kemudian. Liana merapikan rambutnya yang sudah tak berbentuk seperti pagi tadi. "Bawa." "Udah petang, pulang nggih. Anak perawan magrib-magrib masih di jalan, pantangan." "Belum juga jam lima Bang. Gak sampai setengah jam juga baliknya, sampai rumah." "Dari pada nongkrong di sini, habis kamu digodain sama mereka," ucap Hanif lagi. "Eh Nif. Yang ada si Liana itu yang ngegodain kita. Ratu usil bin iseng dia nih ... enggak ada takut-takutnya sama siapapun," tukas Wildan ikut menimpali. "Heleh ... Kalian tu loh, juga aslinya suka kalau aku godain. Nggak ada Liana nggak rame Bang," sahut Liana dengan tingkat pede yang maksimal. "Iya emang. Sampai bikin anak orang baper tuh," sela Rio setelah beberapa saat asyik dengan ponselnya. "Siapa baper?" tanya Liana sambil memakai jaket kainnya. "Tuh," tunjuk Rio ke arah Hanif dengan dagunya. Yang ditunjuk hanya mesam-mesem saja. "Bang Hanif mah, hatinya sekeras karang. Nggak mempan sama godaannya Liana," sahut Liana tanpa beban, lalu merapikan tali sepatu ket-nya. "Liana, kalau emang benar kata mereka, yang katanya kamu enggak ada yang kamu takuti di sini, coba kamu lempar sepatunya Arkhan keluar pagar sana," tantang Pak Ucok kepala bagian WO itu. "Sepatu yang mana?" tanya Liana penasaran. "Itu tuh!" tunjuk pak Ucok ke arah rak sepatu dekat pos satpam. Di situ ada macam-macam sepatu, sandal, dan helm yang tertata rapi. Yang ditunjuk pak Ucok adalah sepatu khusus buat para chef dan koki di hotel tersebut. Liana menghampiri rak tersebut, "ini?" "Iya." "Jangan Na. Itu punya si chef muka frezzer loh. Jangan cari masalah sama dia deh," tukas Hanif memperingatkan. "Katanya pemberani. Ayo lah. Masa gitu aja takut?" tantang Pak Ucok lagi, dan masih dengan senyum santainya. "Siapa takut. Cuma buang doang kan?" "Iya. Besok Bapak traktir ice cream deh kalau berhasil." Mata Liana pun seketika berbinar ketika mendengar ice cream kesukaannya. "Bener ya Pak. Saya tagih loh besok janjinya." "Iya." Tanpa membuang waktu lama, Liana pun mengambil sepatu yang ternyata milik seorang Executif chef hotel tersebut. Saat Liana akan melemparkan sepatu tersebut ke luar melalui pagar yang agak rendah. Terdengar suara yang cukup nyaring menginstrupsi dirinya dari arah belakang. "Hai! Mau kamu apain sepatu saya!" . Bersambung....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

Married By Accident

read
224.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook