bc

The Snare Of Love

book_age18+
41
FOLLOW
1K
READ
others
others
CEO
others
boss
mafia
billionairess
drama
bxg
others
like
intro-logo
Blurb

Alora menangis di sudut kamar sembari memeluk lutut. Gadis itu menyembunyikan wajahnya dari sosok pria yang kini tengah menatapnya dengan seringai licik. Alora dijual pada Tuan Dev? Bukan, tetapi ia diserahkan sebagai ganti rugi.

Ya, suatu hari Dev memesan seorang gadis pada Meryna-ibu Alora-yang seorang mucikari. Namun, gadis itu melarikan diri. Kemudian, Dev meminta ganti atas kejadian itu. Secara tak sengaja, malam itu Alora yang baru pulang selepas tugas kuliah, berkunjung ke klub untuk mengambil kunci rumah. Meryna tak sengaja membawa kunci itu sebab pelayan/pembantu di rumah mereka sedang mengambil libur.

"Lihat aku Gadis Manis." Dev semakin mendekat. "Bukankah kau sama seperti ibumu, biasa melayani pria sepertiku? Lantas kenapa kau menangis?"

Tangan kekar Dev-'si iblis' yang luar biasa tampan itu-sudah merayap, mengusap rambut Alora.

Alora mendesis kesal. Ia tak suka disentuh pria b******k seperti Dev. Bagaimanapun caranya ia bertekad akan lari dari jeratan Dev. Kesuciannya mungkin sudah berhasil terenggut, tetapi ia tak ingin terus terjebak dengan manusia seperti Lucas Alexander Devandra yang kejam. Akankah Alora berhasil kabur dari jeratan Dev? Atau ia hanya akan tetap terjebak perasaan ... selamanya?

"Bukan kamu ... tapi aku." Lucas Alexander Devandra.

chap-preview
Free preview
Gadis yang Kabur
"Nyonya Grace!" teriakan dari pemilik suara bariton itu memecah kebisingan. Setelahnya, disusul pula suara langkah kaki memburu, menaiki anak tangga. Pijakan yang dihasilkan dari sepatu high heels, membuat gaduh tempat yang memang sebelumnya sudah berisik itu. Klub malam paling terkenal di pusat kota ini sudah tak diragukan lagi keramaiannya. Baik di akhir pekan atau pun hari-hari biasa. Seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan itu terburu-buru menaiki tangga, menuju ke lantai atas. Ia terkejut tatkala mendengar sebuah teriakan dan umpatan. Ada masalah apa? Batinnya tak tenang. Mami Mery—biasa seperti itulah ia dipanggil. Wanita separuh abad yang masih terlihat cantik di usianya itu terengah-engah. Setelah setengah berlari tadi, akhirnya ia sampai di depan sebuah kamar. Suara Tuan Dev nyata membelah seisi bar, berbaur dengan dentuman musik yang seketika berhenti ketika mendengarnya mengamuk. "Ada apa ini, Bos?" tanya Mery begitu ia sampai di hadapan Tuan Dev. "Ada apa, ada apa. Lihat! Mana gadis yang aku minta, hah?!" Dev menunjuk kasar sebuah kamar kosong di sampingnya. Ia berdiri di ambang pintu dengan wajah amat sangat murka. Tidak bisa dipungkiri, jika dia memang kecewa. Penantiannya menginginkan seorang gadis muda untuk memenuhi nafsunya malam ini, gagal terpenuhi. "Tadi dia di sini, Bos." Mami dengan kipas di tangannya mulai terlihat gusar. Ke mana perginya gadis k*****t itu? Sorot matanya seakan menanyakan hal tersebut. Kesal, marah, jengkel, sekaligus merasa bersalah telah mengecewakan pria sekelas Lucas Alexander Devandra. Mery lantas memanggil dua ajudan untuk mencari si gadis. Gadis seusia putrinya sendiri yang baru saja ia kenal tadi siang. Dia bahkan lupa siapa nama gadis malang itu, yang Mery ingat wajah polosnya harus rela menanggung beban orangtuanya. Sebenarnya ia tidak tega menjual gadis tersebut, sebab itu mengingatkan Meryna pada Alora—putri semata wayangnya. Tapi ke mana gadis itu pergi? Kurang ajar, beraninya dia menipuku. Geram Mery, mengumpat dan memaki-maki kebodohannya sendiri yang dengan mudahnya bisa tertipu. "Bos, Bos yang tenang. Ok! Anak buah saya sedang mencari gadis itu. Sambil menunggu bagaimana kalau ditemani sama yang lain, mau?" Aksi rayuan tingkat satu, Mery lancarkan. Mengelus tubuh tegap Tuan Dev, pelan. Namun, terkesan sensual. Meraih kerah kemeja, memainkan kancing yang sudah beberapa di antaranya terbuka. Bagian depan badan pria itu ditumbuhi bulu-bulu, yang kini terekspos nyata nan menggoda. "Ck! Saya ini bukan pemain baru. Tidak sembarangan wanita bisa dekat dengan saya, siapa yang bisa menggantikan gadis itu, hah?!" gertaknya. "SAYA MAU GADIS ITU SEKARANG JUGA!" Teriakan Dev mampu membuat wanita itu gemetar. Baru kali ini, Mery menjumpai klien yang sesangar Dev. Benar apa kata rumor yang beredar. Ternyata Dev memang tidak mudah untuk ditaklukkan. "Kau tahu aku datang ke sini menemuimu karena apa?" Mery melangkah mundur, saat Dev kembali bersuara. "Karena yang saya dengar, Mami Mery itu hebat dalam mencari sesuatu yang masih fresh dan masih bagus. Dengan kualitas yang luar biasa." "I-iya, Bos." Mery gugup. "Mungkin itu memang benar, tapi kejadian ini di luar perkiraan saya. Sa-saya akan ganti, akan cari gantinya, Bos tenang saja, ya?" Jurus rayuan tingkat kedua, walaupun dengan gugup dan gemetar, Mery melancarkannya. "Demi Tuhan gadis itu tadi ada di sini," ucap Meryna lagi. Dev tergelak bebas, suara tawanya menggelegar memenuhi seisi bar, kembali berbaur dengan dentuman musik. Namun, di telinga Mery itu terdengar sangat menyeramkan. Bagaimana bisa dia berurusan dengan makhluk seperti Dev? Dia itu manusia atau setan yang sedang menyamar, Mery lagi-lagi dibuat bergidik ngeri melihat tatapan matanya. "Manusia seperti dirimu itu ... apa tidak malu bawa-bawa nama Tuhan, hah?" Bukan hanya suara tawanya yang mengerikan, nada bicara Dev pun menakutkan. Mery menelan pahit saliva, kesialan macam apa ini? Harus dengan apa untuk bisa menenangkan monster ini? Batin Mery. "Mami Mery!" Seruan membuat wanita itu menoleh, dua ajudan utusannya telah kembali. Namun, kedatangan mereka dengan tangan kosong membuat Mery naik pitam. Mery sudah bisa menebak semua dari raut wajah keduanya. "Kalian gagal? Mencari satu gadis saja kalian tidak becus! Untuk apa saya bayar kalian, hah? Cari lagi sampai dapat! Jangan kembali dengan tangan kosong, bila perlu seret ibunya ke hadapan Mami. Paham!" Kedua ajudan itu mengangguk patuh. Perkataan Mery sudah tidak selembut biasanya. Dia benar-benar marah, bukan hanya karena gadis itu lolos, tetapi karena dia, untuk pertama kalinya harus bermasalah seperti ini. Sudah hampir 22 tahun berkecimpung di dunia malam, tak pernah sedikitpun Mery mendapatkan kendala. Pekerjaan dan usahanya selalu baik-baik saja. Mungkinkah Tuhan tengah memanggil ia untuk kembali ke jalan yang benar? Sempat terlintas pikiran itu di kepala. Akan tetapi Mery pun buru-buru menepisnya. *** "Ayolah, Bu! Ibu Berhenti jadi g***o. Toh aku sudah besar sekarang. Kita juga tidak kekurangan. Ibu bisa memakai uang itu untuk modal usaha yang lebih baik, Bu. "Lora tahu, Ibu senang seperti ini. Dengan begini Ibu bisa lupa semua kesedihan Ibu. Tapi, hitungan usia semakin berkurang, Bu. Apa Ibu tidak mau berbuat yang lebih baik. Kasihan, Ayah juga pasti tidak mau melihat Ibu seperti ini." Setiap penggalan kata-kata putrinya, Alora, masih begitu melekat di memori otak Meryna. Anak gadis Meryna telah tumbuh dewasa. Semakin besar dan semakin bijak pula pemikirannya. Alora tidak pernah menentang sebelum-sebelumnya, walaupun dia tahu yang dilakukan sang ibu adalah perbuatan dosa, Alora tetap diam, karena Alora tahu bahwa hanya di tempat terkutuk itulah wanita yang melahirkannya itu bisa tertawa. Kebahagiaan Meryna telah direnggut dari sisinya sejak sang suami meninggal. Bahkan, Mery tidak menikah lagi, itu semua karena dia tidak bisa melupakan kejadian maut ayah Alora, tercinta. "Mery!" Wanita itu terkesiap, suara Dev membuat wajahnya memucat seketika di tempat ia terduduk. Sebuah kursi di pojok ruangan—yang masih berada di lantai atas, kepulan asap dari sebatang rokok yang terselip di antara kedua jarinya menjadi saksi lamunan Mery melayang ke mana-mana. "I-iya, Bos." Mery mendekati ruangan kamar itu. Masih ada tuan Dev di sana dengan deretan botol alkohol yang sudah kosong. Suara teriakan yang memanggil ia tadi, jelas terdengar. Padahal, jarak antara kamar itu dan tempat duduknya lumayan jauh. "Kembalikan saja uangku kalau kau tidak bisa mencari gadis itu, atau mencari pengganti yang lebih bagus," ucap Dev tanpa berbasa-basi. "Ta-tapi, Bos—" "Tapi, apa? Bukankah saya baru mentransfer uang itu tadi siang, belum kamu pakai, bukan? Atau jangan bilang kalau uangku sudah kamu berikan pada perempuan yang kabur itu." Tatapan Dev masih menegaskan jika dia bukanlah pria biasa. Bola matanya yang memerah serta pandangan yang sedikit kabur, tidak menyurutkan kesan sangar di wajahnya. "Justru itu, Bos. Saya sudah memberi dia bayaran sebesar 40 persen dari perjanjian. Itu karena ibunya mengatakan untuk keperluan darurat." Takut-takut Mery menuturkan hal tersebut pada Dev. Gadis yang meminta pekerjaan pada Mery itu datang bersama ibunya pagi tadi. Keduanya langsung menghadap Mery di rumah untuk meminta belas kasihan. Namun, sang ibu dari si gadis menginginkan uang muka untuk masalah yang darurat. Dia mengatakan, jika ayah si gadis sedang sakit parah dan butuh biaya besar. Karena merasa tidak tega, dan Mery tahu bagaimana rasanya kehilangan sosok suami, ia pun merasa iba. Mery menerima gadis itu dan secara kebetulan Tuan Dev memang meminta dicarikan teman kencan. Dev juga menjanjikan bayaran yang besar. Setelah mengirim foto terbaik si gadis, akhirnya kesepakatan terjadi. Bahkan, tanpa ragu Dev mengirimkan sejumlah uang yang memang sudah di setujui olehnya. 40% dari bayaran pun diberikan lebih dulu kepada ibu si gadis, karena rasa belas-kasihnya itu. Tak disangka Mery tertipu mentah-mentah seperti ini. Awas saja dia, tidak ada satu orang pun yang bisa lolos dari genggaman Mami Meryna. Ia menggeram pelan menahan kekesalan. Tangan Mery terkepal kuat, rasanya ia sudah tidak tahan lagi jika tetap diam, entah apa yang akan dilakukannya jika gadis itu berhasil ditemukan. "Mery, Mery. Katanya kau paling berpengalaman, tapi ternyata orang sepertimu masih bisa tertipu." Senyum miring Dev tercetak jelas, Mery tahu pria 30 tahun itu tengah meremehkannya, mencibir, serta mengolok-oloknya. "Siapkan uang itu besok pagi, atau kau akan tahu akibatnya jika tidak menuruti perkataan Dev." *** Dev turun ke lantai dasar bar setelah lima belas menit. Dipapah asisten pribadinya ia berjalan menuruni anak tangga. Tak sengaja, lelaki tampan itu menabrak seseorang. "Maaf, Tuan." Suara lembut milik seorang gadis berhasil menginterupsi Dev. Fokus Dev yang semula kabur akibat pengaruh alkohol, seketika itu pun kembali. Sosok manis tersebut berhasil menciptakan seringai di bibir Dev. "It's okey! Siapa namamu, Cantik?" "A-Alora," jawab gadis itu gugup sekaligus acuh tak acuh. Bagaimana tidak, jika ditatap sedemikian rupa oleh seorang pria. Jujur saja, Alora lebih sering menghindar dari para kaum adam pemabuk seperti dia yang kini ada di hadapannya. "Permisi." "Kau tidak mau bertanya siapa aku?" Alora kembali menoleh. Pandangan mereka beradu. Tatapan tajam Dev ... seakan menghunus hingga ke dasar hati. Alora memutus pandangan lebih dulu. "Maaf, tapi saya tidak tertarik untuk itu." Kontan, suara kekehan datang dari samping Dev. Sang asisten tak kuasa menahan tawa hingga mengundang delikan tajam dari tuannya. "Diam!" Dev menggeram tertahan. "Ibu." Alora kabur saat itu juga. Menghampiri sosok wanita paruh abad yang muncul di ujung tangga teratas. Gadis itu tersenyum manis. "Ibu?" Lucas Alexander Devandra berbalik badan, tersenyum menyeringai begitu mendengar sapaan gadis bernama Alora terhadap Meryna Grace--sang mucikari. Takut akan tatapan Dev, Meryna pun buru-buru menarik lengan Alora menjauh dari pria tersebut.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook