bc

Cinta untuk Bia

book_age16+
1.1K
FOLLOW
6.3K
READ
HE
confident
stepfather
heir/heiress
blue collar
drama
bxg
mystery
loser
secrets
like
intro-logo
Blurb

Pengalaman buruk akan pengkhianatan yang dilakukan oleh ayahnya kepada bundanya di masa lalu, berakibat trauma berkepanjangan dalam hidup Fabia.

“Saya tak akan mungkin bisa membuktikan kesungguhan hati saya ini, kalau kamu tak pernah memberi saya kesempatan.”

“Bapak bisa memilih gadis lain. Maaf, saya sulit percaya dengan omong kosong yang belum ada buktinya,”tukas Fabia kepada pria yang mengaku telah jatuh cinta padanya.

“Mari kita coba jalani dulu, Bi. Dengan begitu saya akan bisa membuktikannya.”

“Pak Fahri, hidup saya ini bukan untuk coba-coba tentang hal drama percintaan. Saya mohon untuk terakhir kalinya, jangan ganggu saya lagi.”

Akankah trauma yang telah mematikan perasaan Fabia itu akan bisa hidup dan mencair lagi?

Apakah Fahri bisa berhasil meluluhkan perasaan kerasnya Fabia?

Mari kita ikuti kisahnya ya.

chap-preview
Free preview
Es krim!
"Dedek mau itu!" Sebuah permintaan yang lebih bernada intonasi tinggi itu pun, tiba-tiba terdengar lewat di telinga Fabia. "Pokoknya mau es krim!" Siang itu saat dirinya pulang dari tempat bekerjanya, sebagai guru di sekolah Taman Kanak-kanak, Fabia akhirnya membawa motor matic-nya itu berbelok ke sebuah kedai es krim langganannya selama bertahun-tahun itu. Satu buah cup es krim penuh, dan bertabur marsmellow kesukaannya pun sudah terbayang di pelupuk matanya. Pada saat menunggu pesanannya sedang dibuatkan, Fabia pun memilih duduk di atas motornya. Dan dari situlah dirinya mendengar seruan anak kecil tersebut. Anak kecil yang berjenis kelamin laki-laki itu, Fabia taksir sudah berumur sekitar empat tahunan. "Tapi ... Dedek masih batuk loh, Sayang. Kita beli jajan yang lain saja, ya?" bujuk seorang pria dewasa di dekat anak kecil itu. Pria tersebut yang menurut penilaian Fabia, mungkin saja adalah ayah kandung dari anak kecil itu. "Nanti kita beli mainan juga." "Enggak mau. Maunya beli di kedai itu!" seru anak kecil itu lebih kencang lagi. "Mau es krim!" sambungnya masih berseru. "Nggak bisa, Sayang. Oma bisa marah loh, nanti." "Pokoknya mau es krim!" Dan alhasil anak kecil itu pun berubah menjadi tantrum. Menjatuhkan dirinya ke tanah sambil menangis, dan berguling-guling di sekitar kaki pria dewasa itu. Sebagai seorang guru yang terbiasa mengasuh dan mendidik anak-anak kecil, jiwa keibuan Fabia pun seketika muncul, melihat ketantruman anak tersebut. Apalagi saat melihat cara si pria itu membujuk putranya, Fabia malahan semakin merasa iba kepada anak kecil itu. "Permisi ...," sapa Fabia setelah posisinya lebih dekat dengan sang anak. "Hai, anak ganteng. Adek mau es krim?" tanya Fabia dengan nada lembut, selembut marsmellow kesukaannya. Pria yang semula duduk berjongkok di hadapan anak kecil tersebut pun, langsung melemparkan tatapan intimidasi ke arah Fabia. Namun Fabia tidak peduli akan hal tersebut. "Iya, mau." Mendengar jawaban anak kecil tersebut yang memang terdengar sedang sengau serak karena flu-nya, Fabia pun langsung menerbitkan senyum manisnya. Senyum manis yang sering ia tunjukkan hanya kepada anak-anak kecil atau keluarganya saja. "Sini, Tante bantu berdiri dulu ...." Dan si pria dewasa itu pun masih terdiam sambil mengawasi tindakan Fabia kepada sang anak. Dan sungguh ajaib, hanya sekali mendengar suara lembut dari Fabia itu, anak kecil tersebut langsung menurut. Dan langsung berdiri, tepat di hadapan Fabia, yang saat itu juga sedang duduk berjongkok di dekatnya. "Sekarang, coba kasih tahu ke Tante, siapa nama Adek ganteng ini?" "Ziyo, Tante." "Keren ya namanya. Sini, Tante bantu bersihkan bajunya. Banyak tanah yang menempel 'kan, ya ...." Sambil mengajak anak kecil itu berbicara, Fabia pun tampak membersihkan baju yang dipakai anak itu dengan mengibas pelan. "Tante," "Ya?" sahut Fabia sambil sesekali menatap ke mata sang anak. "Mana es krimnya?" tagih anak kecil yang bernama Ziyo itu dengan raut memelas. "Ada. Tapi kita bersihkan dulu ya bajunya ini," "Jangan berjanji padahal akhirnya nggak bisa menepatinya, Mba. Kalau makin tantrum makin susah dibujuk," timpal si pria, dengan nada sesopan mungkin. "Siapa bilang, saya cuma berjanji. Saya sudah terbiasa menepati buat janji," sangkal Fabia dengan nada datarnya. Berbeda jauh, saat berbicara dengan Zio, si anak kecil itu. Pria tersebut pun tampak mengernyitkan dahinya. "Apa dengan cara memberikan apa yang Zio minta?" tanyanya kemudian. Fabia pun mengangguk pasti. "Ya. Sesuai yang Zio minta," sahutnya dengan nada datar tetapi ringan. "Tapi anak ini sedang flu dan pilek, Mba. Mba tidak bisa sembarangan memberikan es itu untuknya ...." "Sebelumnya, apa Zio mempunyai riwayat alergi pada es krim? Atau paling tidak sekali saja dia tidak pernah makan es krim?" tanya Fabia, yang saat itu sudah terlihat mendekap Zio. Dikarenakan Zio sendiri yang tampak melekatkan dirinya pada Fabia, yang masih dalam posisi duduk jongkok. Pria tersebut pun seketika tampak berpikir sejenak, "Pernah, makan. Tapi ketika dia sehat dan tidak sakit." Bukannya merespon kembali jawaban dari pria tersebut, Fabia langsung berdiri sambil mengangkat tubuh Zio. Bahkan langsung menggendongnya pada pinggang kirinya. "Okey, Zio. Kita beli es krimnya sekarang ya ...." Dan langsung mendapatkan respon senang dari anak kecil tersebut. "Tunggu. Mba mau bikin anak ini tambah sakit," cegah si pria itu, sambil menahan tangan kiri Zio. Fabia terlihat berdecak pelan. "Bapak bawa ponsel, 'kan?" tanyanya mengalihkan perkataan dari pria itu. Dan si pria terlihat mengerutkan keningnya, pertanda bingung. "Buat apa tanya ponsel saya? Mau minta nomor kontak saya?" tanyanya kemudian. Sekali lagi Fabia pun tampak berdecak dan setelahnya terlihat menghela napas kesal. "Buka ponselnya itu. Cek di google, apakah es krim memang dilarang dikonsumsi oleh anak kecil yang sedang batuk flu." Walaupun masih terlihat bingung, si pria itu pun mengikuti perintah dari Fabia juga pada akhirnya. "Es krim bagus untuk melegakan tenggorokan dan mencegah dehidrasi. Bahkan yang saya tahu, es krim juga bisa jadi kunci utama melawan virus. Tapi dengan satu syarat, es krim ini dibuat dari bahan-bahan yang sehat dan tentunya rendah gula. Kalau misal Bapak tidak percaya ... silakan cek sendiri kebenarannya," jelas Fabia, dan setelah itu langsung membalikkan badan dengan masih ada Zio dalam gendongannya itu. Pria dewasa itu, tampak fokus pada ponsel yang sudah ada di tangannya. Mungkin sedang mencari kebenaran yang baru saja dijelaskan oleh wanita yang baru sekali ini ia jumpai itu. "Tante, ayo ... kapan kita beli es krimnya? Zio udah haus." Fabia pun mengalihkan fokusnya pada Zio. "Ayo," sahutnya dengan segaris senyum. "Eh, tunggu dulu. Oke, kalau memang es krim tidak masalah untuk anak flu. Tapi Mba-nya apa bisa menjamin, kalau produk yang dijual di kedai itu terjamin juga kualitasnya?" tandas pria itu, yang masih saja berusaha mencegah Fabia membawa Zio ke kedai tersebut. "Saya sebenarnya pelanggan tetap di kedai itu, sudah dari jaman anak ini belum lahir. Dan saya juga sering membawa keponakan saya sendiri ke sini buat belanja, meskipun mereka sedang flu atau batuk. Saya juga tahu, pemilik kedainya menggunakan bahan-bahan yang sehat, bagus, dan asli." "Tante. Zio percaya kok sama Tante. Jadi Tante jangan dengarin omongan Papa tuh," sela Zio memotong pembicaraan para dewasa itu. "Zio sering dilarang-larang kalau sama Papa." "Zio. Kok gitu ngomongnya. Papa ini bukannya mau melarang, Sayang. Tapi Papa 'kan ngomong begitu ada alasannya ...." Saat pria itu ingin melanjutkan kalimatnya, nama Fabia disebut oleh penjaga kedai tersebut. Memberitahukan jika pesanannya sudah selesai dibuat. "Nah, pesanan Tante juga udah jadi itu. Kita pesan lagi yuk, buat Zio ...." "Yeeayy ... ayok Tan. Zio mau." Saat Fabia akan melangkahkan kakinya, suara pria tersebut kembali menahannya juga. "Kalau apa yang Mba bilang tadi ternyata bohong, dan anak ini tambah sakit. Apa Mba mau kami tuntut?" ucapnya lebih kalem, tapi terdengar seperti mengancam. Seketika saja, raut wajah Fabia pun tampak terlihat sudah berubah menjadi masam dan jutek kembali. "Silakan. Kalau perlu kalau sampai dia semakin sakit, saya sendiri nanti yang akan merawat dan bertanggung jawab buat anak Bapak ini!" cetusnya tanpa basa basi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.1K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.4K
bc

CINTA ARJUNA

read
11.5K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.0K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.2K
bc

Ayah Sahabatku

read
19.3K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
21.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook