bc

GALEN & KHAYALANNYA

book_age18+
381
FOLLOW
1.8K
READ
family
aloof
sensitive
student
drama
tragedy
no-couple
highschool
friendship
tricky
like
intro-logo
Blurb

BLURB :

Galen dikenal sebagai orang paling aneh di sekolahnya atau lingkungan tempat tinggalnya. Cowok yang seharusnya terlihat tampan itu mempunyai kebiasaan buruk yang sudah menjadi rahasia umum—penyuka film dewasa. Katakan saja begitu!

Galen pernah tertangkap oleh guru saat duduk di kelas sepuluh, sedang menonton film dewasa ketika pelajaran Agama. Guru BK pun menemukan banyak sekali film dewasa di handphone maupun laptop Galen waktu itu.

Karena hal itu, teman-temannya tidak ada yang mau mendekatinya. Mereka mengecap Galen sebagai cowok m***m. Orang tua pun berusaha untuk menjauhkan anak-anak mereka, takut dilecehkan atau diperkosa.

Namun, terlepas dari itu semua. Galen tidak baik-baik saja. Ada trauma buruk ketika masa kecilnya. Sampai akhirnya, Galen mulai berhalusinasi. Galen membuat Meisy, cewek khayalannya sendiri untuk dijadikan teman.

Lalu, datanglah Hannah dan Ilyas—guru BK baru di sekolahnya yang peduli kepada keadaan Galen.

Apakah Hannah dan Ilyas bisa membantu Galen keluar dari traumanya dan kecanduannya akan film dewasa?

Ataukah semakin membuat Galen merasa tidak dihargai sebagai manusia?

_________

AMBIL BAIKNYA DAN BUANG BURUKNYA :)

Salam sayang,

Bella

chap-preview
Free preview
PROLOG
Antreas Galen Evander~ cowok yang seringkali dipanggil dengan sebutan cowok me-sum, master bokep, tukang nonton film dewasa, dan masih ada banyak sebutan tidak mengenakkan tentang dirinya. Cowok berambut gondrong dengan wajah yang tidak jelek-jelek amat itu, biasa dipanggil dengan nama Galen. Sebuah nama pemberian dari almarhum Ibunya yang mungkin tidak terlalu penting untuk diketahui orang lain apa maknanya. Image Galen di mata orang-orang terlanjur buruk. Mungkin itu salah satu penyebabnya, Galen tidak punya seorang teman pun selama hidupnya. Setiap ada orang yang ingin dekat dengannya, langsung kabur begitu mengetahui sisi gelap dari cowok itu. Mereka menganggap jika Galen tidak normal. Bukan cowok baik-baik yang patut untuk dijadikan teman. Galen terlalu berbahaya, sakit jiwa! Galen tinggal sendiri di rumahnya. Ibunya sudah meninggal, Ayahnya menikah lagi dan memilih tinggal bersama dengan istri barunya yang rumahnya sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Galen. Dia seperti anak sebatang kara yang mendapatkan fasilitas yang cukup, sebenarnya. Hanya saja, Galen menolak itu semua. Seorang pembantu datang setiap pukul lima pagi dan pulang pukul enam petang. Perempuan tua itu ditugaskan untuk membersihkan seluruh penjuru rumah dan tentu saja mengurus cowok itu. Dari mencuci pakaiannya, menyiapkan makannya, menata buku-buku tulis ke dalam tas Galen setiap hendak berangkat ke sekolah, dan pekerjaan remeh-temeh yang seharusnya bisa dilakukan oleh remaja berumur enam belas tahun secara mandiri-tetapi tidak pernah dilakukannya. Sikapnya dingin, acuh, tidak pernah bicara dengan siapapun, melakukan hal sesuka hati, tidak punya empati, dan masih banyak lagi kebobrokan dari remaja SMA itu. Bagi sebagian orang, sekolah terlalu memanjakan cowok itu. Memberikannya banyak kesempatan untuk berubah yang nyatanya selalu disia-siakan. Galen berulang kali terancam dikeluarkan dari sekolah. Tetapi cowok itu tidak pernah dikeluarkan juga. Galen pernah ketahuan menonton film dewasa ketika pelajaran agama. Guru agama perempuan yang masih muda itu cukup kaget dengan layar ponsel Galen pada waktu itu dan sempat tidak mau mengajar kelas Galen. Cowok itu terkena skorsing selama seminggu, namun tidak ada niatan dalam dirinya untuk berubah. Padahal Galen berharap jika dirinya dikeluarkan saja. Setidaknya Ayahnya tahu bahwa dirinya dikeluarkan, bukan keluar sendiri. Sayangnya, pihak sekolah tidak melakukan itu. Menahannya tanpa penjelasan sama sekali. Mereka seperti menganggap dirinya adalah aset yang jangan sampai keluar dari sekolah. Padahal kenyataannya, dia mencoreng nama SMA Tetrasia dengan kelakuan tidak terpujinya. Seperti hari ini, dua orang guru berdiri di depan salah satu kamar mandi guru yang terkunci dari dalam. Terdengar suara-suara yang tentunya tidak asing di telinga mereka. Salah satu guru perempuan mundur dan menggeleng pelan ke arah rekannya yang menghela napas panjang. Hannah dan Ilyas, guru BK di SMA Tetrasia hanya saling pandang. Keduanya adalah guru BK yang baru beberapa hari menjadi guru BK di sekolah ini, menggantikan dua guru BK yang pensiun secara bersamaan. Mereka juga baru lulus tahun ini. Lebih istimewanya lagi, mereka mendapatkan tugas dari kepala sekolah untuk melakukan observasi terhadap salah satu siswa bermasalah di sekolah ini, Galen. "Kamu dengar sendiri, 'kan?" Tanya Hannah yang maju mundur tidak jelas karena bingung. Suaranya pun sengaja dikecilkan agar orang yang berada di dalam sana tidak bisa mendengarkan suaranya. Ilyas menghela napas panjang, "iya, aku juga dengar dengan jelas. Duh, mana aku enggak pernah nanganin anak dengan kasus separah ini. Dia kira-kira psikopat enggak, ya?" "Hush~ murid sendiri kok dikatain begitu. Siapa tahu dia butuh banget bimbingan dari orang dewasa." Ucap Hannah sambil menatap ke arah pintu. Ilyas menatap Hannah serius, "dia sama kita, umurnya enggak jauh beda. Beda enam tahun aja, Han." "Eh, harus formal. Kita di sekolah. Harus pakai sapaan Bapak dan Ibu Guru." Tegur Hannah. "Iya-iya, lupa!" Krit. "Ya Tuhan, kaget! Kita cuma lewat doang. Enggak ngapa-ngapain." Panik Ilyas sambil berdiri di belakang Hannah. "Saya juga, cuma mau ke kamar mandi tadi." Ribut Hannah sambil memejamkan matanya. Cowok berambut gondrong dan berkantung mata hitam itu hanya menatap keduanya-Ilyas dan Hannah-bergantian. "Permisi!" Ucap cowok yang diketahui sebagai Galen itu sambil berlalu melewati keduanya. Hannah membuka matanya saat suara langkah kaki Galen tidak terlalu terdengar lagi, "dih, Bapak gimana sih? Bukannya berdiri di depan saya, malah ngumpet kaya anak kucing." "Astaga, mau copot jantung saya rasanya." Ucap Ilyas sambil mengatur napasnya. "Auranya anak itu hitam banget. Enggak ada ceria-cerianya." Sambung Ilyas. "Sepertinya ada yang salah dengan anak itu, Pak. Saya yakin dia punya rahasia yang cukup mengejutkan. Terlepas dari image buruknya di sekolah ini." Lanjut Hannah yang memilih untuk berjalan pergi. Ilyas menatap lorong di mana Galen menghilang dari pandangan matanya, "anak itu memang misterius." "Halah, aku udah kaya orang bener aja deh!" Cerca Ilyas kepada dirinya sendiri dan berjalan mengikuti Hannah. Di tempat lain, cowok gondrong itu mengetuk pintu kelasnya—XI IPS-6. Setelah mendengar kata 'silakan masuk', barulah dia masuk ke dalam kelasnya dan duduk di salah satu bangku paling pojok. Bukannya membuka buku pelajarannya, Galen malah meletakkan kepalanya di atas meja. Memilih untuk merehatkan dirinya sejenak. Kepalanya sedikit pusing, mungkin karena efek dari menonton film itu. Guru di dalam kelas pun enggan untuk bertanya lebih lanjut kemana Galen pergi tadi, apakah cowok itu sudah mengerjakan PR-nya, atau apakah cowok itu membawa buku pelajarannya. Kebanyakan guru memilih untuk tidak berurusan dengan Galen, membiarkan cowok itu tetap berada di dalam kelasnya namun pura-pura tidak melihatnya. Beberapa saat kemudian, terdengar seseorang yang meletakkan kursinya disamping Galen. Membangunkan cowok itu dari tidurnya, yang sebenarnya tidak benar-benar tidur. Galen menatap teman satu kelasnya itu. Seorang cowok berkacamata tebal dengan wajah culun. Galen tahu jika orang disampingnya ini adalah korban bully juga dari beberapa kakak kelas atau teman seangkatan mereka. "M-maaf! Kita satu kelompok. Tapi kamu bisa tidur lagi. Biar aku yang kerjain sendiri." Ucap cowok berkacamata itu dengan menatap ke arah buku paket Geografi miliknya. "Oke! Gue juga enggak akan bisa ngerjain." Jawab Galen dan kembali ke posisinya semula. Galen diam-diam memperhatikan temannya itu. Dia mendongak dan melihat beberapa buku tergeletak di atas mejanya. "Lo~" ucap Galen menggantung. Membuat cowok berkacamata itu sedikit kaget dan menghentikan aktivitas menulisnya. "Pekerjaan Lo enggak sebanyak ini. Yang dua itu punya kelompok siapa?" Sambungnya sambil menunjuk ke arah dua buku lainnya. Cowok itu diam seribu bahasa, tak berani menjawab. "Gue tanya sekali lagi. Kalau Lo enggak jawab, gue bakalan lakuin sesuatu yang enggak Lo suka. Gue enggak perlu jelasin apa itu 'kan?" "Punya kelompok Viktor dan Kiko." Jawabnya dengan cepat. Galen menatap temannya itu yang masih menunduk, "nama Lo siapa?" "Salamander..." "Lo ngejek gue?" "Enggak kok, enggak!" "Siapa nama Lo?" Cowok berkacamata itu menggigit bibirnya kuat-kuat, sebenarnya dia tidak mau menjawab. Namun, dia tidak mau berurusan dengan Galen yang terkenal~ buruk. "Kata Viktor dan teman-temannya, aku cuma boleh pakai nama yang mereka berikan. Salamander, itu namaku." Galen tidak sabar dan menarik seragam cowok berkacamata itu dengan kasar. Menatap name tag bertuliskan nama cowok itu, Leander. Galen berdiri dari duduknya dan mengambil dua buku yang berada di atas mejanya. Dua buku milik cowok sinting yang sukanya menginjak harga diri orang lain, Viktor dan Kiko. Dua sepupu b*****t, menurut Galen. "Buku kelompok kalian, 'kan?" Tanya Galen kepada keempat cowok yang tengah tertawa-tawa di mejanya sambil Mabar game. Mereka berempat tiba-tiba diam, kaku. Tumben sekali Galen mau repot-repot membuka mulutnya untuk bertanya hal penting itu pada mereka. Cowok yang bernama Viktor itu berdiri dengan sedikit takut. "Eh, iya. Dapat dari mana?" Tanya Viktor sedikit gugup. Galen merobek buku itu per halaman menjadi serpihan-serpihan kecil. Membuat orang-orang yang berada di kelas itu cukup kaget dengan kelakuan Galen yang tumben-tumbenan ikut campur masalah orang lain. "Dengar! Enggak ada yang boleh manggil Leander dengan sebutan Salamander. Gue juga tegasin sama kalian semua. Leander kacung gue. Jangan ada yang nyentuh dia atau manfaatin dia. Karena dia kacung gue! Ingat di otak kalian semua!" Galen menatap Viktor yang tidak bergerak dari hadapannya sama sekali, "beresin tuh sampahnya! Dengar enggak?" "I-iya, gue bersihin sekarang." Hannah mengamati Galen dari jendela kelas itu. Sesekali dia menyenggol lengan Ilyas yang sama-sama pasrah kepada keadaan. "Gini banget sih tugasnya jadi guru BK. Tahu gitu, aku daftar jadi guru SMK aja. Paling banter tawuran, itu aja kadang juga enggak didengerin. Ini anak ngeri banget lho! Auranya kaya kuat banget, hitam!" Tandas Ilyas. "Aku, aku, pakai kata formal. Kita di sekolah tahu enggak! Profesional, Pak Ilyas. Lagian dari tadi ngomongin masalah aura hitam, kaya bisa lihat warna aura orang aja." Sewot Hannah kemudian. Ilyas menghela napas panjang, "iya, lupa saya, Bu. Enggak biasa pakai kata saya. Tapi serius, anak itu punya kekuatan kali ya." "Lama-kelamaan Bapak ngaco ngomongnya. Kita berdua sudah sampai gumoh baca Jurnal dalam dan luar negeri. Seharusnya mengambil kesimpulan itu yang ilmiah. Bukan mengada-ada apalagi enggak jelas sumbernya apa." Gerutu Hannah yang akhirnya memilih meninggalkan Ilyas yang tengah mengamati Galen. Galen sendiri memilih untuk duduk kembali ke kursinya, mengabaikan orang yang berada disampingnya-Leander. Cowok berkacamata itu juga tidak membuka suara, takut dengan Galen. Apalagi Galen sudah memberi siaran kepada semua orang bahwa Leander adalah kacung cowok itu mulai sekarang. Bel berkumandang, tanda bahwa pelajaran telah usai. Guru pelajaran Geografi mereka pun masuk kembali ke kelas dan menutup pelajaran. Leander menyentuh lengan Galen dengan telunjuknya. Tentunya sangat hati-hati. "Apa?" Tanya Galen dengan intonasi nada yang sedikit keras namun tidak merubah posisinya sama sekali. "E-em, kamu mau aku belikan apa? Mau makanan atau minuman?" Tanya Leander hati-hati. Galen mendongak, mengerutkan keningnya bingung. "Maksudnya?" Leander yang ditatap tajam hanya bisa tergagap, "m-maaf aku lancang membangunkan kamu. Aku hanya ingin tahu, kamu ingin memesan makan siang apa hari ini? Aku 'kan sudah menjadi kacungmu mulai hari ini. Jadi aku yang akan membelikan makanan atau minuman untukmu." "Lo udah gila? Siapa juga yang mau makan, pergi sana. Gue mau lanjut tidur. Jangan berisik!" Ucap Galen mengusir Leander. "Tap-" "Pergi sono! Gue enggak mau makan apa-apa. Pergi ke kantin sana, makan yang banyak. Biar badan Lo enggak cungkring kaya lidi." "Sama satu lagi," Leander menghentikan langkahnya pelan, "iya?" "Kalau ada yang gangguin Lo, bilang aja kalau sekarang Lo kacung gue." Ilyas tersenyum tipis, "anak itu tidak terlalu buruk juga." ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
236.6K
bc

His Secret : LTP S3

read
650.1K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.9K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook