LOVE WITHOUT LIMIT'S

Menjadi single perent bukannya hal yang mudah untuk awina, ia harus berjuang sendiri mengurusi putrinya yang  kini sudah semakin beranjak besar namun ia juga harus selalu bersabar dengan tingkah ajaib putrinya. Kehidupannya yang hanya Awina dan Allura lewati bukanlah kehidupan yang mudah. Janda adalah title lainnya yang di miliki Awina setelah berpisah dengan suaminya, kehilangan suami yang ia cintai kala itu disaat Awina sedang berjuanbg untuk kehidupan anaknya yang sedang ia kandung. Bahkan mantan suami Awina menjadi manusia terakhir yang mengetahui bahwa Awina sedang mengandung buah hati mereka. Buah hati yang sangat mereka tunggu-tunggu selama mereka menikah tiga tahun. Saat pernikahan Awina dan mantan suaminya memasuki pernikahan tahun ketiga si jabang bayi yang di tunggu-tunggu tumbuh dan berkembang di rahim Awina, tapi saat kebahagiaan yang akan Awina kabarkan pada mantan suaminya malah ia yang mandapatkan kejutan bahwa suami bermain api dengan perempuan yang paling Awina benci, Ayusita. “Allura..ayo nak udah telat lho ini Mama.”  teriak Awina kencang. “Sebentar Mama, Rara lagi benahin tasnya nih—macet, Mamaa!” teriak Allura tak kalah kencang “Ya ampun ada apalagi sih, Nak?” “Maaamaaaaaa!!” teriak Allura yang lagi-lagi membuat rumah minimalis itu terasa gaduh “Selalu seperti ini, kapan sih pagiku berjalan tentram.” bisik dalam hati Awina. Awina lantas menghampiri sang putri melihat kegaduhan apalagi yang di buat si centil Allura itu, tangan kecilnya Awina membuka pintu kamar putrinya dan melihat masalah Allura. “Tas yang mana yang mancet lagi?” Awina bertanya karena ia hapal putrinya itu memiliki tangan yang tadinya baik-baik saja menjadi barang rusak. “Tas ini Mama, nggak bisa di kancingin.” keluh Allura dengan menunjukkan tas yang kancing zipernya rusak “Pake yang lain dulu aja, udah mau telat kita, Nak.” “Bantuin ganti kalo gitu, Ma.” akhirnya Awina tetap membantu Allura untuk membantu memindahkan isi dari tas sebelumnya Setelah ini Awina tahu, hari senin yang tak akan aman-aman lagi, senin yang kacau. Setelah selesai mengurusi Allura mereka siap untuk berangkat melewati hari senin mereka. Awina dan Allura sudah berada di dalam mobil dan siap untuk berangkat namun saat Awina akan menyalakan mobilnya, sayangnya mobil Awina kembali menjadi mode ngambek alias tidak mau di oprasikan. Senin yang kacau balau bukan, sudah telat mobilnay ikut-ikutan tidak mau dinyalakan, sudah lengkap bukan kesialan Awina di senin pagi yang cerah ini, Awina hanya bisa menghela nafas sabar karena musibah di hari senin selalu ada saja yang menghampirinya. “Rara, kita beneran telat.” ujar Awina menenggok ke arah putrinya yan g terlihat santai itu. “Ya udah terus gimana, jadi Rara nggak usah sekolah sekalian deh Ma.” “ALLURA FAINE PERMADI—apa yang kamu bilang!” “Mama kalo galak-galak cepet tua lohh—“ Rara memasang tampang tanpa dosanya “Udah telat gapapa, nanti Mama yang bilang sama Miss Claire,  Mama pesen grab dulu.” “Yahhh—Mama mah enggak ada seru-serunya kan Ra—“ Suara ketukan jendela membuat perdebatan antara anak dan ibu itu berhenti dan melihat sosok orang yang mengetuk jendela mobil Awina. Laki-laki yang di luar mobil Awina itu memberikan tanda untuk membuka jendela mobilnya dan Awina pun menuruti dan membuka kaca jendela mobilnya . “Ada apa? Aku lihat dari tadi mobilmu enggak jalan-jalan, Wi?” “Anu—mogok lagi dia, ngambek lagi ini mobilnya.” “Om Dewa, anterin kita aja sekalian, Mama.” celetuk Rara yang langsung membuat  Awina mendelik pada Allura. “Oh—boleh—ayo sekalian aku anter, udah telat banget kan kalian lagian satu jalan juga, ayo.” ajak Dewa dengan senang hati. “Ayo Mama, katanya Rara nggak boleh bolos jadi ayo ikut Om Dewa aja.” Akhirnya Awina mengikuti keinginan Allura untuk ikut dengan Dewa, biarlah mobilnya menjadi urusannya nanti yang terpenting ia tak semakin terlambat. “Ya sudah, ayo!” ∆∆∆ Senin mana yang tak membuat Awina menjadi kicauan atasannya atas keterlambatannya, sudah telat absen, telat datang ke kantor, dan masih mendapatkan kicauan atasannya. Kapan sih hari senin Awina bersih dari kata terlambat, Awina bukannya wanita single ia single perent mengurusi anak seperti Allura harus memiliki kesabaran ekstra besar memiliki Allura dalam hidupnya, setidaknya Allura menjadi sesosok yang menguatkan awina disaat awina pernah terjatuh dalam keadaan paling parah sepanjang hidupnya. Meski Allura tumbuh menjadi anak yang super aktif tapi Allura adalah jantung Awina, putrinya yang menerima keadaannya bahwa ia hanya cukup memiliki Awina dalam hidupnya sebagai Ibu dan sebagai Ayahnya. Meski Awina berpikir begitu bahwa Allura sudah cukup memilikinya tidak semerta-merta Allura pernah protes tentang keadaan mereka yang hanya hidup berdua Allura tanpa Ayah yang mendampingi. “Sudah sana kembali ke pekerjaan Kau, lain kali kalo kau ulangain aku pecat kau tanpa babibu lagi!” Pak Burhan mengeluarkan ultimatun kesekian kalinya “Iya Pak, baik. Terima kasih.” Awina keluar dari ruangan Pak Burhan dengan helaan nafas sedikit ringan, ia berjalan kembali ke kubikelnya dengan tenaga yang semakin terkuras karena kesialan yang bertubi-tubi Awina alami. “Telat lagi Mbak?” tanya rekan Awina. Awina menggangguk lemah. “Capek aku lama-lama begini, Shin.” balas Awina dengan suara lemah. “Kalo capek mah resign aja kali, sis.” Gladys, si tukang nyinyir ikut menimpali perkataan Awina. “Ya monmaap aja nih, Sis—aku masih perlu uang sih—enggak kaya kamu yang simpanan upss-sorry mulutku suka keceplosan” “Jangan suka fitnah dong!” Gladys tak terima dengan. “Oh aku salah ya, yaudah aku minta maaf ya sis.” enteng Awina dengan nada sarat mengejek. Gladys menatap Awina dengan sorot kesal dan ingin sekali melempar CPU komputer namun ia tahan. Akhirnya suasan senin yang porak-poranda itu kembali menjadi situasi kondusif artinya para karyawan kembali melanjutkan rutnitas padatnaya—hari senin adalah awal dari semua kesibukan. Yang tidak membuat sibuk adalah hari weekand. “Mbak Awina, besok ikut Mas Yudhi ya ke proyek, gantiin steff dia lagi ijin pulang kampung, Ibunya kolaps.” “Ya ampun, iya aku yang gantiin si Steff  makanya tadi aku pas masuk enggak ketemu dia.” “Iya Mbak, jadi aku minta tolong banget ya buat dampingi Mas Yudhi.” mohon rekan Awina. “Iya, Damas tenang aja.” “Makasih ya Mbak.” Awina mengangguk tanda mengerti. ∆∆∆ Hal yang membuat Awina tetap melangkah besar yaitu keberadaan Allura di hidupnya, putri cantiknya yang ia lindungi yang ia sayangi setengah mati, kala itu Awina hampir saja kehilangan Allura namun sekuat tenaganya bagaimanapun caranya ia harus tetap membuat Alluranya bertahan, karena saar itu hanya Allura yang menjadi harta serta kekuatannya. “Mama!” Awina tersenyum sumringah mendengar teriakan sambutan sang putri segera ia membuka tangannya lembarnya untuk menangkap Allura, kesayangannya. ∆∆∆