bc

Suami-Suami Nakal

book_age18+
detail_authorizedAUTHORIZED
19
FOLLOW
1K
READ
drama
city
addiction
like
intro-logo
Blurb

Egas dan Diva harus menikah di usia muda. Diva sering mengeluh tentang gaji Egas yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Ia selalu menuntut sang suami dan sering merendahkan Egas sebagai seorang kepala keluarga.

Hingga saat anak mereka lahir, kehidupan berbanding terbalik. Egas memiliki karir yang semakin cemerlang dan membuatnya lupa diri dengan keluarga.

Egas bertemu wanita lain yang lebih cantik dan memesona di saat keadaan Diva tidak secantik dulu. Ia terikat dalam hubungan yang malah membuatnya terjebak dalam kesusahan.

chap-preview
Free preview
Gaji pas-pasan
Egas duduk mengeluarkan lembaran uang hasil kerjanya selama satu bulan. Diva terlihat berbinar  saat sang suami mulai menghitung lembaran uang dari dompetnya. Sayangnya, wajah Diva seketika berubah cemberut saat menghitung lembaran uang di tangan. “Egas, masak cuma segini doang? Ini mana cukup untuk beli bedakku?”  Diva mengelus perutnya sambil protes. Wanita yang tengah hamil muda itu cemberut melihat lembaran uang berwarna biru yang diberikan sang suami. Egas mendapat gaji pertamanya sebagai sales motor. “Bagaimana lagi? Bulan ini aku hanya bisa menjual satu unit motor saja.” “Makanya yang rajin kerjanya. Kita mau punya anak. Ini semua juga gara-gara kamu.” Diva masih saja mengoceh. Wanita yang masih sangat muda itu harus menikah karena hamil di luar nikah. Egas dan Diva dulunya teman sekolah. Mereka memiliki hubungan khusus yang terlampau jauh. Gaya pacaran yang terlalu bebas membuat mereka terjerat hubungan lebih jauh dan berakibat fatal untuk diri mereka sendiri. Diva hamil dan Egas harus menikahinya di usia yang masih sangat muda. “Aku sedang berusaha, Diva, harusnya kamu mengerti. Aku hanya bisa memberi uang segitu. Apa masih kurang?” Egas mulai tidak mengerti bagaimana pola pikir sang istri. Egas harus mencari pekerjaan setelah mereka menikah. Ia bersyukur mendapat pekerjaan sebagai sales motor menggunakan ijazah SMA nya. Namun, sepertinya Diva masih belum bisa menerima. Wanita yang terbiasa hidup mewah sebagai anak bungsu dari salah satu keluarga kaya seperti biasa memang terasa berat harus hidup sederhana dengan penghasilan suami yang kecil. Terutama kedua orang tuanya masih marah karena Diva menikah dengan orang biasa seperti Egas. “Kamu lebih berusaha lagi, dong, Gas. Uang yang kamu kasih ini paling tidak akan bertahan sampai satu bulan. Kebutuhanku banyak! Kamu harus bisa mencukupi!” Diva menuntut sang suami. Ia ingin Egas bisa memberikan semuanya seperti sang ayah. Wanita itu berpikir menikah bukan untuk hidup susah. “Diva, kamu harus mengerti keadaan. Aku bukan orang tuamu yang memiliki sawah banyak dengan penghasilan yang besar. Kamu harus bersyukur kita masih bisa makan.” Egas mulai pusing dengan cara pemikiran Diva. Ia berpikir Diva bisa berpikir lebih dewasa setelah menikah. Namun, nyatanya sang istri masih belum mengerti kehidupan berumah tangga. Ia masih mementingkan egonya. “Aku menikah dengan kamu bukan untuk hidup susah, Gas!” “Iya, tapi sabar, Va. Aku juga baru bekerja. Kita baru saja menikah satu bulan.” “Baru satu bulan aja begini, bagaimana nanti kalau anak kita sudah lahir? Bagaimana dengan biaya s**u, popoknya, pakaian, dan semua kebutuhannya? Aku enggak mau, ya, anak kita sampai susah. Pokoknya kamu harus cari uang yang banyak. Aku mau lahiran di rumah sakit. Ogah kalau sampai lahiran di dukun beranak!” Egas hanya menggeleng melihat tingkah Diva yang sangat jauh berbeda saat mereka pacaran. Diva yang lembut dan penuh kasih sayang tidak terlihat lagi. Diva lebih cenderung banyak menghina dan menuntut. Terlebih saat mereka tinggal di rumah sederhana pemberian orang tua Egas. Diva sempat menangis semalaman karena tidak bisa tidur. Ia merasa gerah karena kamar tidur mereka tidak ber AC. *** Perut Diva yang semakin membesar membuat wanita itu kesusahan bergerak. Ia malas melakukan pekerjaan rumah dan hanya menonton TV sambil makan. Ia pun sering memesan makanan cepat saji kesuakaannya. Ia tidak peduli dengan semua pekerjaan rumah yang menumpuk. Rumah terlihat sangat kotor dengan tumpukan piring kotor, baju bersih yang belum dilipat, lantai yang terasa lengket dan sampah bekas makanan berserakan. Diva sama sekali tidak mau merapikannya.  Egas harus mengalah membersihkannya saat badannya terasa capek pulang kerja. Bahkan, Egas harus menahan lapar saat mendapati sang istri tidak memasak apa pun untuknya. Diva lebih mementingkan perutnya dan tidak memikirkan Egas. “Diva, ini sudah malam. Kenapa kamu masih menonton TV?” Egas menegur sang istri saat mengepel lantai. “Enggak bisa tidur! Kamu, sih, kapan pasang AC di kamar?” Diva masih menguyah roti di tangannya. “Tunggu gaji bulan depan, ya? Kita juga harus berhemat lagi. Sebentar lagi kamu mau melahirkan. Kita harus menyiapkan biaya untuk persalinan di rumah sakit.” “Kita? Kan, kamu yang kerja. Mana bisa aku hemat!” “Kamu kurangin jajannya. Lebih hemat lagi kalau kamu masak. Aku juga tidak bisa setiap hari makan di luar. Kita harus punya tabungan untuk biaya persalinan.”  Egas menaruh gagang alat pel di tepi. Lelaki itu duduk di samping istrinya. Ia berusaha lembut menghadapi Diva yang masih belum mau mengerti keadaan mereka. “Itu sudah jadi kewajiban kamu, Gas. Kamu harus mencukupi semua kebutuhanku!” “Iya, tapi kamu juga harus berhemat. Kalau kamu setiap hari seperti ini, bagaimana kita bisa punya tabungan untuk biaya persalinan?” “Gas, aku ini lagi ngidam! Harusnya kamu bisa memenuhi keinginanku. Kamu mau anak kita nantinya suka ngiler? Kamu mau nantinya anak kita sampai kenapa-napa?” “Jangan jadikan anak sebagai alasan! Kamu bisa berhemat. Berhenti membeli barang-barang yang tidak penting!” Egas mulai emosi menghadapi sikap Diva yang tidak mau mengalah. Pola pikirnya masih seperti anak kecil dan tidak mau mengalah. Sang suami benar-benar harus sabar menghadapinya. “Makanya cari pekerjaan lain! Gajimu sekarang itu udah gak cukup buat aku, Gas! Uang pemberianmu tinggal dua ratus ribu. Mana bisa cukup buat tiga minggu lagi.” “Apa?”  Egas begitu terkejut. Uang pemberiannya hanya bersisa dua ratus ribu. Padahal akhir bulan untuk menunggu gaji dari kantor masih lama. Egas pun hanya mengambil sedikit uang untuk membeli bensin dan kebutuhannya. Namun, Diva malah tidak pandai mengaturnya. Sang istri malah menghabiskan semua uangnya untuk membeli barang-barang tidak penting dan makanan untuk memenuhi hasrat ngidamnya. “Diva! Ini baru satu minggu. Kenapa uangmu bisa sampai habis?” “Gas, uang yang kamu kasih itu emang enggak cukup! Makanya cari pekerjaan yang gajinya sepuluh juta!” “Aku ini hanya lulusan SMA. Mana bisa? Lagian bekerja jadi sales membuat waktuku lebih fleksibel untuk mendapat pekerjaan sampingan lainnya.” Egas mencoba memberi pengertian. Ia mau sang istri juga mengerti posisinya. Diva harus menerima penghasilan Egas yang tidak seberapa. Apa lagi sang istri menuntut gaji sepuluh juta. Egas tidak sanggup menurutinya. “Itu urusan kamu! Pokoknya aku enggak mau tahu. Kamu harus bisa menenuhi semua keinginanku!” Diva langsung beranjak masuk kamar. Sang istri kesal karena Egas selalu memintanya untuk hemat. Padahal sebelum menikah dengan Egas, Diva bebas melakukan dan membeli apa pun yang dirinya inginkan. Ia selalu hidup dengan kemewahan dan membeli barang-barang yang ia suka. Bahkan Diva pun selalu makan makanan enak setiap harinya. Egas mengambil dompet di saku celana. Lelaki itu membuka dompetnya dan melihat uang lembaran merah tinggal dua lembar. Egas hanya bisa menarik napas untuk memutar dua lembar uang itu cukup sampai akhir bulan. Sedangkan setiap harinya Egas butuh mengisi bahan bakar motor dan makan karena Diva tidak pernah menyediakan makanan di rumah. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

My Secret Little Wife

read
91.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
10.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
13.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook