bc

Suami Untuk Warisan

book_age18+
926
FOLLOW
11.5K
READ
love-triangle
contract marriage
badgirl
billionairess
heir/heiress
drama
comedy
humorous
city
selfish
like
intro-logo
Blurb

Kaylee didesak harus segera menikah dan memiliki keturunan, papanya dengan tegas memberinya pilihan seandainya putrinya tidak segera memperkenalkan calon suami, dijodohkan atau tidak mendapat warisan. Pilihan itu sama buruknya dan membuat Kay tertekan, apalagi waktu yang diberikan kepadanya hanya satu minggu.

Amirah pusing kepala, anaknya sakit sementara kondisi finansialnya pas-pasan. Mau berusaha seperti apa dia dan suaminya tidak akan mampu membayar tagihan rumah sakit apalagi hingga transplantasi. Hingga ada angin segar datang, seorang wanita gila menawarkan sebuah perjanjian aneh. Dia ingin membeli suaminya.

Kaylee dan Amirah, dua wanita yang memiliki kebutuhan berbeda tapi dalam benang merah yang sama.

Dan bagaimana nasib Ren yang diperjual belikan itu? Ketika cinta tidak hanya tentang cinta.

chap-preview
Free preview
1. Target
"Papa, tahun berapa sekarang dan kenapa Kay harus menikah di usia dini seperti ini?" tanya Kaylee kepada papanya yang mendesaknya agar segera menikah. Tidak habis pikir, habis mimpi apa papanya tiba-tiba seperti ini. Padahal sewaktu di telepon papa hanya bilang ingin makan malam bersama saja, ternyata mereka menjalankan sebuah konspirasi. Bukannya alergi, tapi menikah bukanlah prioritasnya saat ini. Karir sedang bagus-bagusnya dan dia masih gemar bermain kesana kemari, tidak terbayangkan ada seorang pria yang akan mulai mengaturnya semenjak turun dari pelaminan. "Usia dini bagaimana? Kamu sudah dewasa." Papanya tidak terpengaruh dengan celoteh anaknya. "Papa, usiaku saja belum ada 30 tahun," kata Kay menjelaskan lagi. "Papa gak peduli, kamu pokoknya harus menikah dan punya anak." Papa teguh pendirian. "Kalau cuma anak Kay bisa beri, asal jangan suruh menikah," ucap Kay. "Lalu kamu mau bercinta dengan sembarang pria begitu? Atau cucuku akan dibuahi dengan s****a beku? Tidak, pokoknya kamu harus menikah." Papa benar-benar tidak bisa dirayu. "Mama, tolong bantu Kay. Ini urusan menikah, ya Tuhan kenapa harus menikah segala." Kay memijit keningnya. "Kamu punya pacar gak? Ajak aja kemari kenalin mama papa," tanya mama dengan lembut. "Gak ada yang mau Kay pacarin," jawab Kay lesu. Tentu saja, siapa dari temannya yang mau dipacari kecuali memang mereka hanya ingin memanfaatkan uangnya saja. Kay yang sedikit kasar, mudah tersulut emosi, suka memerintah juga pongah, dia memiliki segelintir teman saja sudah bagus, kalau dia tidak kaya juga bakal lebih sulit lagi bergaul. Dia hanya beruntung memiliki privileges seperti itu. Apa nanti hubungi Evan saja ya minta dikawini, ah orang itu tidak mungkin mau. Sombongnya kebangetan. "Papa punya banyak teman, kalo kamu gak mau repot nyari biar kami yang nyari." Papa memberi opsi. "Terdengar tidak bagus," gumam Kay. "Papa gak mau tau, jangka waktu tidak lebih dari satu minggu kamu sudah harus kenalin calon kamu." Papa akhirnya memberi deadline. "Pa, satu minggu cari suami itu gimana caranya?" tanya Kay histeris. "Kalo gak bisa ya kamu harus rela dijodohin." Papa dengan santai menjawab dan pergi dari ruangan itu. Kay dengan lemah melangkahkan kaki meninggalkan rumah kedua orang tuanya, padahal dia sudah disibukkan dengan urusan data akhir tahun masih juga diberi beban seperti ini. Dan papa tadi bilang satu minggu, bagaimana bisa wahai kondenya mak Lampir. Kay lebih suka menjadi wanita single, hidup dengan tenang tanpa harus diatur. Sialnya pria tua itu malah menyuruhnya menikah. "San, pria ganteng, baik, pinter trus nurut gitu ada gak?" tanya Kay kepada Santi, asistennya. "Ada Mbak, di film. Kalo gak gitu ya dalam bentuk anjing." Santi dengan cerdas menjawab. "Sudah aku duga, yang begitu gak ada." Kay menggumam lemah. "Sabar ya Mbak," ucap Santi berusaha menghibur. "Sudahlah," gumam Kay segera masuk mobil. Kalau seperti ini, kartu kredit unlimited-nya seakan tidak berguna. Uang yang dihasilkannya selama bekerja tidak bisa membantu. Kay memiliki banyak uang, seandainya pria bisa di pajang pada sebuah etalase dan dia bebas memilih dengan garansi mereka sesuai seperti deskripsi, Kay tidak akan segan merogoh kocek dalam sekali untuk membungkam papa dan mamanya itu. "San, tau gak yang jual suami itu di mana?" tanya Kay putus asa. "Astagaaa Mbak Kay ini lho," jawab Santi terkejut. "Aku putus asa San." Kay menatap lampu di depannya yang memerah, mobilnya berhenti. "Sabar Mbak," cuma itu yang bisa Santi ucapkan sekali lagi. Terdengar kaca mobil diketuk oleh seseorang, tanpa curiga Kay menurunkan jendela kaca itu dan tampak pria dengan wajah lelah menyodorkan selembar kertas permintaan donasi. Meski cuma sekilas tapi Kay bisa melihat bahwa pria itu tidaklah jelek meski secara penampilan dia tidak bagus amat. Lembaran kertas itu Kay terima, rupanya dia sedang mencari donasi untuk pengobatan anaknya. Kay berdecih kesal, semuda itu sudah mempunyai anak, dirinya saja masih berjibaku mencari suami. *** Rendi dengan lunglai kembali ke rumah, pendapatannya hari ini tidak seberapa padahal sudah bekerja di dua tempat dan berusaha mengumpulkan sumbangan. Pengobatan anaknya membutuhkan biaya yang cukup besar dan asuransi tidak mencakup semuanya. Terkadang rasanya lelah, tapi bagaimana pun anak itu tidak meminta untuk dilahirkan. Hidup dengan kelainan bawaan itu tentunya bukan pilihan setiap orang. Sejak Amirah resign dari pekerjaannya, kondisi finansial semakin sulit. Tapi bagaimana lagi, siapa yang akan merawat putranya. Menitipkannya pada penitipan anak jelas bukan pilihan, putranya itu dalam kondisi sakit dan istrinya juga harus membawanya keluar masuk rumah sakit. Dengan mengandalkan asuransi dari pemerintah, waktu terkadang habis hanya untuk mengantre saja. Entah di PUSKESMAS ketika meminta surat rujukan atau di rumah sakit itu sendiri. Rendi mengetuk lagi jendela kaca mobil yang berhenti di lampu merah. Sepertinya penumpang mobil ini pernah dia lihat kemarin, seorang wanita yang angkuh meski dia tidak terlihat jahat. Dengan sopan kembali Rendi mengulurkan lembar kertas permintaan donasi itu dan wanita itu menerimanya, seperti kemarin. Tapi ada yang berbeda, wanita itu menatapnya hingga beberapa saat dan membuat Rendi canggung. "Donasi?" tanya wanita itu. "Iya Bu, saya harap kemurahan hati Ibu menyisihkan sedikit untuk pengobatan anak saya." Rendi menjawab dengan sopan. "Anak?" tanya wanita itu lagi. "Iya Bu," jawab Rendi. "Bisa kita bicara?" tanya wanita itu yang segera turun dari mobil. Rendi hanya menurut saja ketika wanita itu mengajaknya memasuki salah satu restoran yang berada di dekat situ. Dalam hati hanya berharap wanita ini bisa membantunya, dan lagi sepertinya juga terlihat kaya dilihat dari mobil juga penampilannya. Tapi sudah 15 menit dia hanya diam memandangi Rendi dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kaylee, panggil saja Kay. Saya harus memanggil anda apa?" tanya Kay dengan nada pongah seperti biasa. "Saya, Rendi," jawabnya. "Kamu boleh pesan sesuatu," ucap Kay. "Boleh saya membawanya pulang saja?" tanya Rendi dengan polos, dia tidak sanggup menelan makanan enak sementara anak istrinya makan seadanya. "Ya Tuhan, terserah anda sajala." Kay menggelengkan kepala. Jadi namanya adalah Rendi, tidak jelek. Percakapan demi percakapan terjadi dan ternyata pria ini tidak sebodoh penampilannya. Wajahnya ini seharusnya tampan, tapi potongan rambut itu benar-benar ketinggalan jaman. Pakaian yang dikenakannya juga hanyalah seragam dadi tempatnya bekerja, sepertinya dia juga pegawai rendahan. Tapi dari cara bicaranya sepertinya dia cukup cerdas. Kenapa pria seperti ini sudah beranak istri. Padahal kalau belum dia adalah calon sempurna. Kay tidak banyak meminta, cukup tampan, baik, cerdas dan penurut itu sudah cukup. Tidak perduli dia gembel atau apa pun itu, mau semiskin apa Kay tidak peduli, uangnya sudah cukup banyak dan mereka tidak akan kekurangan bila menikah lagi. Belum termasuk warisan yang akan dia dapatkan bila berhasil memberikan pak tua itu cucu. "Hidupmu sulit," pancing Kay. "Sedikit sulit," jawab Rendi. "Kalo keluargamu membuatmu susah, kenapa kau tidak tinggalkan saja?" tanya Kay. "Saya seorang suami, mereka tanggung jawab saya." Rendi dengan tegas menjawab. "Manis sekali, oya saya tidak pernah membawa banyak cash. Hanya ada satu juta saja setelah dipakai untuk membayar makanan ini. Kau masih mau terima?" tanya Kay. "Itu sudah sangat besar, terima kasih." Rendi segera berbinar bahagia. "Baiklah, aku pergi dulu. Kertas ini boleh aku simpan?" tanya Kay menunjuk kertas itu, di mana tertera sebuah nomor telepon. "Silahkan," jawab Rendi. Kay segera berlalu dari restoran itu kembali ke mobilnya, otaknya sudah tidak se berantakan tadi malam setelah mendengarkan ancaman dari pak tua itu. Satu minggu katanya, siapa takut. Dia tidak akan bisa dikalahkan oleh duo manusia yang selalu membuat susah hidupnya. "San, aku udah punya target," kata Kay setelah masuk mobil. "Target apa Mbak?" tanya Santi tidak paham. "Suami yang akan kubeli," ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook