bc

Rasa

book_age18+
detail_authorizedAUTHORIZED
281
FOLLOW
1K
READ
like
intro-logo
Blurb

Tavisha Xaviera atau Sasa, gadis yang telah lama menyukai anak dari tetangganya sendiri, Bimantara Putra atau Tara.  Terbiasa bersama semenjak kecil membuat perasaan Sasa tidak bisa lagi terbendung, hingga suatu ketika ia nekat mengungkapkan perasaannya pada Tara. Tidak ada jawaban pasti yang Tara berikan atas pernyataan cinta Sasa, hanya sebuah nasehat agar Sasa fokus pada pendidikannya. Sasa yang ingin memperjuangkan cintanya, mati-matian belajar agar dapat lulus kuliah tepat waktu, dengan harapan Tara akan membalas cintanya. Setelah perjuangan berat Sasa mengenyam pendidikan, kabar bahagia ia dapat sewaktu pengumuman kelulusan, Sasa lulus dengan mendapatkan predikat cumlaude. Suatu hal yang tidak pernah ia sangka. Ketika Sasa ingin memberikan kejutan pada Tara tentang prestasi yang ia terima, dirinya malah dikejutkan dengan sebuah undangan pernikahan dari sang pujaan hati melalui sang bunda. Kebahagiaan Sasa dalam sekejap sirna berganti rasa sakit yang teramat dalam. Cintanya yang terus tumbuh seakan dicabut paksa oleh kenyataan ketika Tara lebih memilih wanita lain untuk menjadi pendamping pria itu. Tara merupakan cinta pertama sekaligus patah hati pertama yang membekas untuk Sasa. Merasa tidak akan bisa bertahan jika berada disekitar bayangan Tara, membuat Sasa menerima tawaran kerja ke tempat yang jauh dari ibu kota. Yogyakarta, sebuah tempat yang ia pilih untuk membuka lembaran baru sekaligus menyembuhkan sendiri patah hatinya.

Dalam perjalanan ke Yogyakarta, Sasa bertemu dengan Raksa Pramudya. Raksa yang sejak bertemu bertingkah seperti sudah akrab dengannya,membuat Sasa yang biasanya kalem menjadi risih. Sebuah pertemuan tidak disengaja yang Sasa pikir tidak akan pernah terjadi lagi, ternyata membawa mereka pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Raksa, pria yang ternyata putera dari pemilik kos tempatnya tinggal, sekaligus menjadi seseorang yang tanpa sadar membawa warna baru dalam hidup Sasa.Mampukah Sasa menyembuhkan patah hatinya? Dapatkah Sasa menemukan kebahagiaannya sendiri? Akahkah ia membuka hatinya untuk seseorang yang baru ataukah terjebak pada masa lalu?

chap-preview
Free preview
Chapter 1
PROLOG "Mas Tara, besok bisa temenin aku sebentar kan?" Gadis tujuh belas tahun berkuncir kuda duduk di sebelah pria yang sedari tadi masih saja fokus pada gadgetnya. "Besok aku ada acara, Sa. Lusa aja, ya?" Bimantara Putra sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel serta jari yang tetap fokus mengetikkan sesuatu. "Please, Mas. Besok bisa ya? Nggak lama kok, janji deh. Aku enggak mau jadi bahan bully-an temen-temen cuma gara-gara nggak bawa pacar ke acara besok. Ya Mas, ya? Pliiis." Tavisha Xaviera -Sasa- memasang wajah memelas serta mensejajarkan telunjuk serta jari tengah miliknya membentuk huruf V agar pria di sampingnya mau meloloskan permintaannya. "Tapi aku kan memang bukan pacar kamu, Sa. Lagian juga kenapa mesti malu cuma karena nggak punya pacar? Kamu masih muda, hidup itu gak cuma seputar pacaran sama cinta-cintaan, Sa. Kamu punya keluarga yang perhatian, trus punya sahabat yang tulus itu sudah lebih dari cukup. Kejar cita-citamu, nggak perlu mikirin yang lain dulu," terang pria yang lebih sering dipanggil Tara oleh si anak tetangga. "Kalo gitu, Mas Tara mau enggak jadi pacar aku? Buat di masa depan deh sebelum Mas Tara diambil orang."Sasa memberanikan diri mengungkapkan perasaannya selama ini meski hal itu disamarkan dengan candaan. "Belajar dulu sana yang rajin. Nanti kalau kamu udah lulus trus selesai kuliah, baru tuh punya pacar." Tara beranjak dari tempatnya duduk, mengacak rambut Sasa kemudian berlalu meninggalkan gadis itu yang kini menunjukkan raut tidak terbaca. Itulah percakapan terakhir mereka sebelum Bimantara Putra meninggalkan kota kelahirannya untuk menyelesaikan kuliah serta merancang masa depan, sementara Sasa sejak saat itu semakin fokus pada pendidikannya sebaik mungkin untuk dapat mengejar cinta Tara. *** Mas, Alhamdulillah Sasa dapat predikat cumlaude. Sebuah pesan singkat yang ia kirimkan pada Tara dengan senyum mengembang bahagia, berharap setelah ini perasaannya akan berbalas, selepas ia menuruti keinginan pria itu beberapa tahun silam. Menunggu beberapa lama, tidak ada balasan apa pun dari pria itu. Sasa putuskan menyimpan ponselnya kembali dan melangkah pergi meninggalkan area kampus. Mungkin pria calon masa depannya itu tengah sibuk hingga tidak sempat membalas pesannya. *** "Assalamualaikum," salam ceria serta senyum yang tidak pernah surut dari wajah Sasa membuat sang mama yang tengah duduk di ruang tamu mengalihkan perhatian padanya. "Wa'alaikumussalam." Sasa mendudukkan dirinya di samping sang mama, matanya langsung bergerak memperhatikan benda tidak biasa yang mamanya pegang. Sebuah kertas tebal berwarna navy dengan pita silver yang masih terbungkus rapi dalam plastik, undangan? "Siapa yang mau nikah, Ma?" Sasa banya bertanya tanpa berniat membaca isi undangan itu. "Oh, ini? Anaknya Bu Risa, dua minggu lagi mau nikah,” jelas sang mama. "Tante Risa?? Siapa yang nikah?" Sasa mengernyitkan dahi, belum mengerti maksud mamanya. "Si Bima lah, siapa lagi? Anak Bu Risa kan cuma Bima sama Mika, enggak mungkin kan kalau si Mika yang baru kemarin masuk SMA? Nih, baca sendiri aja biar jelas. Lagian ini undangan buat kamu,tadi Bima sendiri yang antar ke sini." Ratih kemudian beranjak meninggalkan puteri semata wayangnya sendiri, tanpa tahu jika kini Sasa mematung di tempatnya, menatap kosong ke arah undangan yang kini telah beralih ke tangannya. Tring Suara notifikasi pesan masuk yang terdengar menyadarkan Sasa dari pikirannya, segera ia alihkan perhatiannya dengan meraih ponselnya yang masih tersimpan dalam tas.. Mas Tara ❤ Selamat ya Aku titip sesuatu ke Tante Ratih, Jangan lupa datang nanti. Hanya itu balasan pesan singkat dari seorang Bimantara Putra yang berhasil membuat hati Sasa porak poranda dalam sekejap kemudian disusul isakan kecil tertahan dari bibir Sasa. *** Bagian 1 Aroma tanah basah masih tercium pekat, seorang gadis terlihat duduk termenung dalam kamarnya dengan menatap kosong pada sebuah benda usang yang tidak sengaja kembali ia temukan. Sebuah bingkai putih sederhana dalam pegangannya memperlihatkan dengan begitu jelas potret dua anak kecil perempuan bersama seorang remaja sedang tersenyum lepas menatap lensa kamera yang membidiknya. Foto itu pula yang menyimpan salah satu cerita bagaimana dulu dirinya bias sangat dekat dengan pria itu dan keluarganya. Benda itu pula lah satu-satunya kenangan yang tersisa, setelah semalam Sasa memutuskan untuk mengosongkan semua isi galeri ponselnya dari potret seorang Bimantara Putra. Baginya, menyimpan foto-foto pria itu lebih lama hanya akan menyebabkan luka baru bagi Sasa. Gerimis yang semakin deras, sejak malam tadi mengguyur bumi seolah mengerti betapa remuk hati Sasa kini. Tidak ada lagi harapan untuk dirinya dan cintanya untuk bersanding dengan pria yang ia harapkan bisa bersamanya selama ini. Semenjak ia menerima kartu undangan itu dua minggu yang lalu, sejak saat itu pula semua juga telah berakhir bagi hatinya. Tidak ada yang ingin Sasa lakukan pagi ini, bahkan hanya sekedar bersiap untuk datang ke acara Tara saja dirinya enggan. Sasa tidak akan sanggup membayangakan apa yang akan hatinya rasakan nanti bila ia datang ke tempat itu. "Sa, ada yang mau ketemu." Suara panggilan serta kepala Ratih yang nampak menyembul dari balik pintu kamar menyadarkan Sasa dari lamunannya. Sasa dengan tergesa memasukkankembali benda yang sejak tadi ia pegang dalam kardus usang di kolong ranjang. "Siapa, Ma?" Sasa bangkit dan berjalan menghampiri sang mama yang masih setia berdiri di depan pintu. "Si Mika," bisik mamanya. Mendengar nama bungsu tetangganya disebut, membuat Sasa seketika mengerutkan dahinya bertanya. Ada apa anak tetangga sebelahnya itu kemari saat ada acara penting keluarga yang seharusnya gadis itu hadiri? Tidak mau terlalu larut dalam pikirannya, Sasa berjalan menyusul sang mama yang lebih dulu melangkah keluar untuk membuat minuman terlebih dahulu. "Mika?" Sasa berdiri dengan dahi berkerut ketika mendapati tetangga sebelah rumah malah berada di rumahnya dengan penampilan yang jauh dari kata baik, hal itu terlihat dari mata yang sembab memerah dan berkaca-kaca serta jilbab yang terlihat berantidakan. "Mbak Sasa!" Gadis belia itu langsung menubruk tubuh Sasa, memeluk erat kemudian badannya terasa bergetar seiring isakan yang mulai terdengar. "Kenapa? Ayo duduk dulu, biar kamu sedikit tenang." Sasa menuntun Mika yang masih memeluknya untuk duduk, sementara tangannya dengan lembut mengusap punggung Mika agar gadis itu merasa sedikit lebih tenang. "Mas ... Mas Bima kecelakaan, Mbak." Mika berkata tanpa sedikit pun merubah posisinya, bahkan dekapannya pada Sasa semakin erat terasa. Kecelakaan? Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya pria itu sudah berada di tempat yang akan digunakan untuk acara pernikahannya sejak semalam? Banyak pertanyaan seketika berkelebat di pikiran Sasa, namun tidak ada satu pun yang terlontar dari bibir gadis itu. "Anterin Mika ke sana, Mbak. Mama tadi langsung pingsan di rumah, Papa udah ke rumah sakit duluan. Mika enggak tau lagi mesti gimana Mbak, Mika bingung. Keluargayang di rumah ikut nyusul Papa,sementarayang lain sudahada di tempat acara," jelas Mika susah payah dengan kepala yang semakin tenggelam di pundak Sasa. "Ta ... Tapi," Sasa gamang. Pasalnya, ia sendiri harus bergegas pergi ke stasiun, beberapa jam lagi jadwal keretanya berangkat. "Loh, kenapa ini?" Ratih yang semula membawa nampan minuman dari arah dapur terkejut mendapati Mika yang sudah dalam keadaan menangis di pelukan putrinya. "Kata Mika barusan, Mas Tara kecelakaan, Ma." lirih suara Sasa menjawab pertanyaan sang mama. "Apa? Bener itu Mika? Bagaimana bisa? Terus gimana keadaannya sekarang?" Ratih terburu-buru meletakkan nampan ke atas meja kemudian bergegas mendekat pada Mika dan Sasa yang kini telah duduk masih saling memeluk, dengan Mika yang mulai terlihat tenang. "Mika juga enggak tau, Tante. Semalam itu Mas Bima udah berangkat ke sana, tapi nggak ada yang tahu kalau tadi subuh Mas Bima mendadak pergi, dan ... dan Papa tadi pas mau berangkat malah dapet telepon dari polisi yang bilang kalau Mas Bima kecelakaan," jelas Mika dibarengi dengan isakan kecil yang kembali terdengar. "Sebaiknya kamu minum dulu, Mika." Setelah Mika selesai minum dan terlihat kembali tenang, Ratih melanjutkan ucapannya, "Ayo, Tante antar Mika pulang. Kita lihat kondisi Mama Mika dulu di rumah, setelah itu biar Sasa antar Mika ke rumah sakit nanti." Setelah melihat anggukan Mika, Ratih menuntun gadis itu keluar untuk menuju kediaman Mika yang berada tepat di sebelah rumah mereka, diikuti Sasa yang diam-diam merasa semakin gusar. *** "Bagaimana keadaan Mas Bima, Pa?" Mika yang baru tiba di rumah sakit langsung menghampiri sang papa yang duduk di kursi tunggu depan ruang perawatan. Tadi begitu dirinya sadar, Risa meminta Mika segera pergi ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Bima. Entah apa yang ada dalam pikiran Bima sampai pergi meninggalkan tempat acara sebelum akad nikah terjadi. Yang pasti, rasa khawatir Mika lebih dominan sekarang, biarlah nanti kakaknya yang menjelaskan sendiri apa alasannya sampai berbuat sejauh ini. "Bima belum sadar. Dokter bilang benturan di kepalanya cukup keras, ada cedera juga di kaki dan tangannya, masih perlu observasi lebih lanjut. Doakan saja kakakmu tidak kenapa-kenapa." Hendra, Papa Bima menghela napas berat. Ia tidak yakin dengan luka seperti itu Bima bisa dikatakan baik-baik saja. "Permisi Pak, dengan keluarga Bapak Bimantara?" Seorang petugas pria berseragam cokelat menghampiri mereka. "Iya, ada apa, Pak?" Suara Mika mendahului sebelum sang papa sempat menyahut. "Saya menemukan ini di genggaman Pak Bima sebelum beliau tidak sadarkan diri." Pria itu menyerahkan sebuah benda yang tampak kumal pada Mika. "Terima kasih, Pak." Sesaat setelah petugas itu pergi, Mika nampak mengernyitkan dahi melihat benda yang kini berada di tangannya. Sebuah kertas yang terdapat sedikit bercak darah pada beberapa bagian, namun yang membuat Mika membelalakkan mata adalah ketika di mana netranya menangkap sebuah nama dalam kertas itu. Ada apa sebenarnya? Melihat Mika yang masih terlarut dalam pikirannya, seseorang yang sejak tadi berdiri gelisah memberanikan diri mendekat pada ayah dan anak yang berada tidak jauh darinya. Sebenarnya ia tidak ingin berada di sini, namun sang mama yang meminta dirinya mengantar Mika ke tempat ini. "Om Hendra ... Mika, Semoga Mas Tara segera membaik. Sasa pamit dulu." Tanpa menunggu jawaban keduanya, Sasa beranjak pergi, berusaha segera menjauh meski hatinya sedari tadi merasakan gelisah tentang kondisi Tara, namun tidak sekalipun dia menghentikan langkahnya menjauh. Sasa tidak ingin hatinya goyah untuk tetap tinggal dan melupakan mimpinya. Setidaknya jika bukan cinta Tara, ia masih bisa pergi menggapai impiannya menjadi seseorang yang bisa membuat orang tuanya bangga. "Mbak Sasa," panggil Mika membuat Sasa menghentikan langkahnya, namun tidak membuatnya membalikkan badan ke arah gadis itu. "Ini, punya Mbak Sasa." Mika yang telah berdiri tepat di samping Sasa mengulurkan benda yang dipegangnya sedari tadi. Sasa bergeming, tidak menerima benda yang diulurkan Mika padanya. Pertanyaan kini kembali muncul, "Benda itu, kenapa bisa ada pada Mas Tara?" *** Bagian 2 Keramaian peron stasiun sore ini tidak sedikit pun mengalihkan perhatian gadis dua puluh dua tahun itu dari benda yang sejak tadi berada di tangannya. Sebuah liontin emas kecil sederhana berbentuk oval dengan ukiran huruf T, yang sebelumnya terbungkus kertas dengan sedikit bercak darah Tara yang mengering di beberapa bagiannya. Liontin yang ia kira hilang saat beberapa tahun lalu dirinya hampir tenggelam di kolam renang milik keluarga Tara nyatanya masih ada dan nampak terawat. Perlahan ia buka pengait kecil yang terselip pada salah satu sisi liontin emas itu, sebuah potret masa remaja terpampang jelas di sana. Liontin yang merupakan hadiah terakhir sang ayah sebelum pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya lima tahun lalu. Senyum Sasa sedikit terukir ketika kembali mengingat sang ayah, namun beberapa saat kemudian berganti dengan gurat kesedihan karena rindu yang kembali datang. *** "Ini punya Mbak Sasa, Mas Bima ingin mengembalikannya." Mika menarik pelan telapak tangan Sasa dan memasukkan benda terbungkus kertas yang semula ia pegang dalam genggaman Sasa yang masih saja bergeming . "Mika enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi di kertas itu Mas Bima jelas nulis nama Mbak Sasa. Apa Mbak enggak mau nunggu Mas Bima sadar dulu buat denger penjelasannya?" tutur Mika hati-hati. Hanya gelengan pelan yang Sasa tunjukkan sebagai jawaban. Sedari awal sudah ia putuskan, ia akan mencoba menghapus nama Tara dari hati dan pikirannya. Ia menyerah, Tara bukanlah jodohnya sejak ia menerima undangan itu, bertepatan itu pula ia diterima bekerja di tempat yang jauh dari kota kelahirannya. Sebuah kebetulan yang mungkin telah Tuhan gariskan untuknya. "Titip bilang makasih aja sama Mas Tara karena udah nemuin liontin aku yang ilang. Semoga dia lekas sehat. Aku pamit dulu ya, Mika." Sasa tersenyum tulus pada Mika dan bergegas melanjutkan langkahnya meninggalkan Mika yang terdiam masih mencerna apa yang Sasa katakan. Jika dulu cintanya bisa menunggu, kali ini ia tidak akan membiarkan hatinya terluka lebih dalam jika bertahan di sekitar Tara yang tidak akan pernah membalas perasaannya. *** Suara pemberitahuan dari petugas stasiun membuat Sasa tersadar dari pikirannya. Bergegas ia masukkan benda itu dalam saku, kemudian beranjak masuk gerbong kereta yang akan membawanya meninggalkan kota Metropolitan menuju kota pelajar. "Permisi, Mas. Kursi 12A," Sasa menegaskan nomor tempat duduknya pada pria yang sudah duduk dengan mata terpejam, kepala bersandar pada jendela serta headset yang terpasang di kedua telinganya. Tidak ada respon apa pun dari pria itu, membuat Sasa memberanikan diri menepuk pundak pria yang tidak ia kenal sedikit lebih keras hingga terbangun karena terkejut.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

TAKDIR KEDUA

read
26.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook