bc

Pacar Rahasia Reinald

book_age16+
86
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
arranged marriage
independent
confident
dare to love and hate
CEO
drama
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Tampan, mapan, dan rupawan.

Siapa yang bisa menolak pesona seorang Reinald Adiraga. Namun, masalahnya, pria itu seperti tidak tertarik pada wanita. Secantik dan seseksi apapun, bahkan kamu berlutut sekalipun, tidak akan mampu membuat Reinald melirikmu.

Atau ... jangan-jangan rumor yang beredar itu benar? Bahwa Reinald tidak menyukai wanita?

chap-preview
Free preview
Bab I
Hidup sehari-hari Laras tidak pernah menyenangkan. Setidaknya itu yang dilihat banyak orang selama ini, termasuk sahabatnya, Andini. Setiap hari, tentu saja kecuali akhir pekan, yang dilakukan Laras adalah bangun pagi, bersiap pergi ke kantor, menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, pulang, membersihkan diri, lalu tidur. Seperti itu, dan dilakukan terus menerus setahun belakangan ini. Tapi banyak yang orang lain tidak tahu tentang Laras. Itu bukan bagian terburuknya! Bagian terburuk dari keseharian Laras adalah bertemu dengan Reinald, bosnya di kantor. Jika bukan karena gaji sebagai sekretaris cadangan seorang Rei yang mencapai dua digit, dengan angka tiga di bagian paling depan, Laras tidak akan sudi menjadi budaknya. Terlebih lagi fasilitas yang diberikan oleh Rei, sebuah apartemen yang berada di sebelah unit apartemen Rei. Gila! "Saya nggak pengen kalau lagi butuh kamu buat kerjain sesuatu, lama datengnya. Makanya kamu saya sewain apartemen di sebelah saya." Itu yang diucapkan Rei di hari pertama Laras bekerja. Laras menghela napas menatap sekeliling kamarnya, lalu menoleh pada jam weker di nakas yang menunjuk pukul setengah enam. "Satu ..." Laras berguling ke kiri, tangannya terulur menggapai ponselnya. "Dua ..." Laras membuka kunci layar di ponselnya. "Ti ..." Belum selesai Laras menghitung, ponselnya sudah berdering dan nama bos neraka muncul di sana. "Ya, Pak? Baik, Pak. Siap, Pak. Segera, Pak." Laras melempar ponselnya setelah Pak Bos Hades mengakhiri panggilannya, seperti biasa. Panggilan yang berhasil meru-sak pagi Laras yang indah. Dengan berat hati, Laras beranjak dari rebahannya dan langsung menuju kamar mandi untuk bersiap. Setelahnya, Laras langsung menyabet tas dan map hasil lemburnya semalam, dan pergi ke apartemen sebelah. Kelebihan yang Laras punya daripada wanita-wanita di luar sana yang rela berlutut bahkan bersujud di depan Rei, memohon lelaki itu untuk menjadikannya wanitanya adalah Laras bebas keluar masuk apartemen Rei. Pria itu memberikan akses penuh, bahkan sampai ke kamar tidurnya. "Hari ini meeting bersama Pak Bernard terkait kunjungan pabrik di Jawa Timur, lalu---" Laras tidak sempat melanjutkan kalimatnya, saat Rei tiba-tiba saja meraih wajah perempuan dengan lipstik maron itu dan melumat bibir seksi yang selalu menggodanya. Laras gelagapan menerima serangan Rei yang tiba-tiba, padahal ini sudah menjadi kebiasaan pria lajang ini hampir setahun yang lalu. Tepatnya saat Rei menawarkan uang dalam jumlah banyak pada Laras untuk menjadi tameng dalam segala hal, tanpa terkecuali. "Kamu masih kaku aja. Pantesan aja Kak Tia nggak percaya kalau kita pacaran." "Maaf, Pak. Saya masih belum terbiasa dengan serangan Bapak yang suka tiba-tiba. "Udah berapa kali saya bilang? Kalau lagi sendiri kayak gini, kamu panggilnya Rei aja. Lebih bagus lagi kalau sayang," kesal Rei yang langsung mengambil dasinya dari tangan Laras dan memakainya sendiri. Laras tertunduk dalam mendengar kalimat Rei. Semua salahnya, salah Laras yang membuat keluarga Rei tidak percaya bahwa mereka memiliki hubungan lebih dari sekedar bos dan sekretarisnya. Terlebih lagi Kak Tia, kakak perempuan Rei yang langsung menginterogasi mereka di bulan ketiga mereka pacaran. Wanita mungil dengan nada bicara yang tidak kalah ketus dengan Rei itu, dengan gamblang mengatakan tidak percaya dengan hubungan mereka. Padahal baik Rei maupun Laras sudah berusaha menunjukkan kesungguhan mereka. "Kalau sampai akhir tahun ini, Kak Tia belum juga percaya kalau kita memang pacaran dan kita juga belum nikah. Kamu harus balikin semua fasilitas yang kamu terima." Laras menelan ludahnya, uang darimana untuk bisa mengembalikan semua fasilitas yang diberikan Rei? Bahkan kalaupun Laras harus jual diri ke pejabat selama bertahun-tahun, tidak akan bisa melunasinya. Laras segera mengenyahkan pikiran melanturnya, lalu dengan tangan gemetar meraih dasi Rei dan membantunya. "Saya harus gimana, Pak?" Rei melotot marah. "Saya harus gimana, Mas," koreksi Laras buru-buru. "Mas?" "Saya nggak mau manggil Bapak dengan sebutan sayang. Lebih baik panggil mas saja, yang netral." "Memangnya kamu pikir saya mas-mas di Tanah Abang?" "Terus maunya gimana?" Rei mencebik. "Ya udah, terserah," kesalnya lalu melirik jam tangannya yang masih tergeletak di meja. Laras yang melihat gelagat pria arogan di depannya ini segera mengambil jam tangan limited edition keluaran Richard Mille, yang menyentuhnya saja membuat Laras harus berdoa dalam hati agar tangannya yang kasar tidak menggoresnya. "Gimana kursus kepribadian kamu? Betah? Kalau nggak betah, paksain harus betah. Saya nggak mau calon istri yang bahkan nggak bisa bedain sendok sup dan sendok makan. Terus, nanti di kantor seperti biasanya. Kamu bantuin Irza untuk ngurus dokumen saya. Nggak usah yang susah-susah, ntar malahan salah semua kayak dulu." "Yang udah ya udah kali, Pak eh Mas. Kan saya udah minta maaf waktu itu. Lagian juga mas bisa benerin sendiri kesalahan dokumen itu, kan?" "Tentu saja. Saya ini Reinald, masa nggak bisa benerin kurva investasi perusahaan yang kamu gambar mirip cacing itu! O iya, ngebahas itu, saya jadi inget. Kursus komputer kamu gimana?" "Udah lulus kok," jawab Laras bangga. "Bisa office word sama power point aja, bangganya setengah mati begitu," gerutu Rei seraya menoyor kepala Laras, lalu beranjak keluar kamar. "Ayo, kita udah telat." Laras bergegas mengikuti langkah Rei memasuki lift menuju basement gedung apartemen. Lalu melaju bersama Pak Bos Hades menuju kantor. Namun seperti biasanya, Rei akan menurunkan Laras di dekat halte bus yang tidak terlalu jauh dari kantor. Setelahnya, gadis malang itu harus berjalan kaki menuju tempat kerjanya, begitu setiap harinya. "Ras!" panggil Andini, sambil menyodorkan seplastik nasi bungkus dari kantin di belakang kantor. "Buat tenaga menghadapi Bos Gila!" "Gue mending balik lagi jadi office girl deh. Hidup gue lebih enak." "Eh, nggak boleh gitu. Lo mesti bersyukur naik jabatan, langsung jadi sekretarisnya Pak Bos lagi!" "Ngapain naik jabatan, kalau kerjaanya nyiksa gue banget!" Andini tergelak mendengar gerutuan Laras, lalu segera menarik lengan sahabatnya itu masuk lift. Lantai kerja Andini berada satu lantai di bawah lantai Laras, sehingga membuat gadis itu akhirnya melangkah enggan menuju kubikal kerjanya bersama Irza. "Kusut amat muka lo?" celetuk Irza yang sudah berada di kursinya dan tangannya sibuk merapikan dokumen untuk ditandatangani Rei. "Capek gue. Lo mah enak, cuma ngurus si Herder itu di kantor, nah gue?" Kening Irza mengerut. "Lo juga masih ngurusin kerjaan rumah di apartemennya Pak Rei?" Laras mengangguk. "Lho, ART yang kemarin diminta sama Pak Rei gimana?" "Lo kayak nggak tahu aja, gimana kelakuan bos lo itu." "Dia bos lo juga kali. Jadi, lo bolak-balik dari kos ke apartemen dia? Jauh amat?" "Nggak kok, eh, iya maksud gue jauh banget! Gila kan dia!?" gugup Laras saat menyadari dirinya hampir membuka rahasia yang selama ini disimpannya rapat-rapat, termasuk dari Irza, cowok yang pernah mengisi hatinya saat pertama kali melihatnya lewat di lobi kantor---dulu. Perkara Laras tinggal di unit apartemen di sebelah unit Rei, tidak ada yang tahu. Seluruh kantor! Bahkan termasuk keluarga Rei! Ini adalah kesepakatan yang dibuat antara Rei dan Laras setahun lalu, saat pria ketus itu menyeretnya masuk ke ruang kerjanya. Menyodorkan kertas kesepakatan dengan imbalan yang tidak sedikit untuk Laras, jika perempuan itu mau mengurus semua kebutuhan Rei, termasuk menjadi tameng sebagai pacar sewaan saat wanita-wanita genit merayu Rei. Apakah Laras bisa menolak? Tentu saja, tapi awalnya saja, karena setiap kali Rei menambah jumlah angka nol di lembar kesepakatan itu, membuat pertahanan dan harga diri Laras runtuh seketika. "Baik, Pak. Saya terima." "Bagus. Mulai besok, kamu jadi sekretaris saya, hem ... lebih tepatnya asisten pribadi, karena untuk sekretaris saya nggak suka kalau cewek, lagipula sudah ada Irza. Jadi sampai waktu yang nggak ditentukan---" "Sampai saya punya suami, Pak." "Iya, sampai kamu punya suami, kesepakatan ini akan tetap jalan. Kamu harus ikutin semua kursus yang udah saya sebutin di kontrak, tanpa terkecuali." "Kenapa gitu, Pak?" "Kamu pikir keluarga saya bakalan percaya kalau kamu pacar saya dengan skill dan penampilan kamu yang ..." Rei menatap Laras dari ujung kepala hingga kaki. "Bedain garam sama gula aja nggak bisa." "Yaelah, Pak. Masih diungkit aja. Lagian saya---" "Udah, nggak usah banyak ngomong. Sore nanti, saya jemput kamu di kontrakan kamu. Sini kasih alamatnya." "Kenapa nggak minta ke HRD aja, Pak?" "Tuh, kan, b**o. Belum mulai hari pertama aja, udah mau bikin gosip saya nanyain soal alamat kamu. Apa kata seisi kantor ini nanti?" Laras mengangguk paham, benar juga. "Tapi, Pak. Kenapa saya yang bapak pilih untuk kesepakatan ini?" "Karena ..." Bersambung ... Jangan lupa recehan love dan komentarnya ...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Loving The Pain

read
2.9M
bc

HOT NIGHT

read
605.4K
bc

10 Days with my Hot Boss

read
1.5M
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Hubungan Terlarang

read
500.8K
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook