bc

Jodoh Berondongku

book_age18+
2.6K
FOLLOW
21.8K
READ
arranged marriage
drama
comedy
virgin
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Seorang wanita mandiri seperti Shiren, dipaksa jatuh dalam perjodohan dengan lelaki muda berusia dua puluh dua tahun bernama Zafran.

Dua orang yang memiliki perbedaan karakter dipersatukan dalam satu atap. Perdebatan demi perdebatan mewarnai hari-hari mereka. Selera yang tak sama, gaya hidup yang jauh berbeda, dan pola pikir yang tak sejalan membuat mereka saling bertentangan.

Namun, siapa sangka benih-benih cinta mulai tumbuh dan berkembang dari setiap pertengkaran? Rindu justru lahir dari setiap kritik tajam lidah mereka sendiri?

Hanya saja saat masalah menerpa, mungkinkah mereka akan cukup kuat bertahan?

Ini adalah kisah wanita berusia tiga puluh tahun yang jatuh dalam pesona lelaki muda. Cinta itu datang tiba-tiba, memberi bekas yang kuat, dan menguji mereka dengan setumpuk masalah.

chap-preview
Free preview
Usia dan Permintaan untuk Menikah
Shiren menutup kedua telinganya rapat-rapat. Dia berjalan tergesa-gesa menuju Meisya, si motor maticnya yang masih nangkring cantik di garasi rumah. Seragam kerjanya yang berwarna merah marun tampak indah membalut tubuhnya yang ramping namun berisi. Sebuah name tag bertuliskan Shiren Viola Sukma (ticketing staff) terpasang rapi dibagian d**a. Sebuah logo tempat wisata tampak di ujung lengan seragamnya. Bergambar air dari bordiran benang berwarna biru laut. "Shiren, dengerin Mama kalau sedang bicara!" Seorang wanita paruh baya dengan kecantikan dan keanggunan alami membuntuti dirinya. Kedua tanganya melambai-lambai seolah memaksa putri sulungnya untuk memberi perhatian. "Please deh Ma, pagi-pagi jangan ngomongin masalah pernikahan. Pamali." Shiren, melepaskan kedua tanganya dari telinga dengan skeptis. Drama apa ini. Si Mama sepagi ini sudah menceramahinya tentang pernikahan. Lagi. Entah karena usianya yang sebentar lagi menginjak tiga puluh tahun, atau entah karena Mama yang semakin merasa was-was dengan dirinya, atau entah karena alasan lainya, dia dituntut untuk segera melakukan pernikahan. Shiren semakin pusing. Tiga tahun terakhir ini, Mama selalu merecokinya tentang calon suami. Pembicaraan ini semakin intensif semenjak sebulan yang lalu. Mungkin, jika perhitungan Shiren benar, Mama sudah mengangkat topik ini sebanyak sebelas kali dalam dua puluh delapan hari. Satu kali lagi genap selusin. Shiren berinisiatif untuk bertepuk tangan. Hebat nian si Mama. "Dua hari lagi umur kamu tiga puluh tahun. Saat seusiamu, Mama sudah memiliki tiga anak yang lucu-lucu tapi kamu bahkan menikah saja belum! Mau jadi apa kamu itu?! Ckck!" Mama melanjutkan petuah paginya. Dia menasehati agar Shiren tidak terlalu sering bermain-main. Sudah saatnya dia serius menjalani kehidupan. Cari lelaki yang baik, bawa pulang dan mulai berumah tangga. Telunjuk Mama menuding-nuding Shiren, tampak mulai emosi. Dengan terburu-buru, Shiren memakai helm hitam miliknya dan menghidupkan starter. Suara Meisya menderu lembut, sedikit menenangkan hatinya. Cari lelaki yang baik, bawa pulang. Mama berkata begitu seolah-olah lelaki sebuah barang saja. Lihat, minat, bungkus. Selesai. Lama-lama otak Shiren mulai mengepul mendengar wejangan-wejangan beliau. "Sudahlah Ma, Shiren berangkat kerja dulu. Sekali-kali Mama ikut yoga, biar emosi Mama stabil." Mama mendelik marah, tatapanya seolah siap memotong-motong putrinya menjadi sepuluh ribu keping. Mungkin inilah yang dinamakan dengan kemarahan sang ibu. Tatapanya saja sanggup mengulitimu hidup-hidup. "Ngomong-ngomong masalah pernikahan, kalau Mama udah kebelet, Mama cari aja suami baru. Siapa tau aja sebenarnya Mamalah yang menginginkan pernikahan. Bukan Shiren." "SHIREEEEEEEN!!!!" Teriakan mama terdengar melengking, mengantar kepergian putrinya yang langsung menarik gas Meisya secepat kilat. Suara mama cukup tinggi juga. Mungkin sebenarnya beliau memiliki bakat olah suara yang terpendam. Bahkan higga lima puluh meter Shiren pergi, suara cempreng tersebut masih saja terngiang di telinganya. Membuatnya bergidik ngeri. Bagi seorang perempuan lajang dengan umur yang tidak lagi muda, nasihat-nasihat ibu akan menjadi suatu momok tersendiri. Tentang pernikahan, tentang laki-laki, tentang rumah tangga. Dan semua hal yang melengkapinya. Pertanyaan kapan menikah? menjadi suatu hal wajib yang harus dipertanyakan oleh sekelilingnya. Bukan hanya ibu sebenarnya. Semua sanak kerabat, tetangga, teman dan kenalan-kenalan, sama saja. Lama-lama akan menjadi bahan ghibah tersendiri. Hidup dan segala kerumitanya. Mungkin diluar sana, pasti banyak juga yang mengalami hal serupa. Jika Shiren mengumpulkan personil wanita lajang berumur telat menikah, mungkin dia akan menemukan banyak teman senasib sepenanggungan. Shiren tergoda untuk membuat komunitas baru bagi kaum seperti dirinya. Mungkin jika dia beruntung, dia akan dinobatkan sebagai wanita pencetus kehidupan lajang selamanya. Dia tergoda untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang dipandang sebelah mata. Namun lagi-lagi, dia masih memikirkan nasib ibunya. Jika beliau tau, bisa jadi darah tingginya kambuh. Repot. Shiren hanya menghabiskan seperempat jam menuju lokasi tempatnya bekerja. Sebuah wahana wisata air yang terletak di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Lima tahun lebih dia menghabiskan waktunya untuk bekerja di tempat ini. Menjabat sebagai ticketing staff dan berhasil menggaet posisi karyawan tetap sejak dua tahun yang lalu. Dengan langkah gontai, Shiren melakukan absen finger print di depan pintu masuk karyawan dan segera menuju tempat loket. Tiga orang temanya sibuk berceloteh ria di ruangan berukuran lima kali enam. Damar, Angel, dan Lia serentak menoleh bersama saat Shiren memasuki ruangan. "Woi, wajah lu kebelet begitu. Loe boker belum selesai ya langsung kemari?" Damar berceletuk heboh mengomentari ekspresi wajah Shiren yang ditekuk. "Dasar loe!" Shiren melemparkan tas peachnya, melihatnya terjatuh mengenaskan di atas meja di dekat telepon. Dia menatap nanar tas kesayanganya. Dua bulan gajian telah ia relakan untuk benda istimewa itu. Shiren meletakkan pantatnya di atas sebuah kursi putar berwarna biru. Dia mengatur tinggi kursi dengan menekan setelan di bagian bawah beberapa kali sesuai yang ia inginkan. "Nyokap gue membahas pernikahan lagi. Dia semakin agresif membujuk gue." Shiren mengambil sebuah kertas coteran dan memainkan ujung-ujungnya secara perlahan. Lia menanggapi keluhan temanya. Dia bilang itu wajar. Lia saja yang usianya lima tahun dibawahnya sudah merried setahun yang lalu. Shiren menatap Lia penuh arti. Kedua bibirnya tertekuk tak nyaman. Kertas di tanganya ia remas dan ia buang ke arah Damar yang segera saja menunjukkan jurus tangkisan darurat. "Sebenarnya kenapa sih loe belum mau merried?" Damar mengambil sebuah mug berisi cokelat hangat miliknya dan mengangsurkanya pada Shiren. Mereka memang selalu berbagi minuman dalam gelas yang sama, hal yang lumrah bagi orang-orang loket. Shiren menerima mug dari Damar,menatap penuh damba pada cokelat gelap di hadapanya. Perlahan ia sesap cairan itu, menikmati rasanya yang sangat familiar. Shiren terdiam cukup lama. Pertanyaan Damar membuat pikiranya melayang untuk sesaat. Kenapa ia belum merried? Itu juga pertanyaan yang sering kali ia utarakan untuk dirinya sendiri. Secara wajah, Shiren memiliki aset yang cukup baik. Secara pergaulan, dia cukup supel. Secara romansa, dia juga cukup sering hang out dengan lawan jenis. Bukanya dia kesulitan untuk mencari pasangan sebenarnya. Masalahnya mungkin lebih condong pada hati dan perasaanya. Nyaris tiga puluh tahun kehidupanya, perasaanya tidak pernah sekalipun tergerak untuk lawan jenis. Tidak ada getaran-getaran asing. Tidak ada percikan-percikan tertentu. Tidak ada perasaan-perasaan ambigu. Memang menyenangkan bisa jalan dengan kaum adam. Berbagi tawa dan keseruan. Tetapi semuanya berhenti di situ. Tidak ada perasaan yang mulai berkembang dari pihak Shiren. Mungkinkah di balik sikapnya yang supel hatinya telah mendingin dengan sendirinya? Bayangan pernikahan selalu tak pernah terpikirkan bagi Shiren. Dia belum pernah menemukan cinta. Bagaimana mungkin dia membayangkan pernikahan. Mengabdi pada satu lelaki sepanjang kehidupanya, melalui hari demi hari bersama hingga menua, berbagi atap hingga berbagi ranjang. Ya Lord, semua itu membuat perutnya memberontak. Mungkinkah sebenarnya dia memiliki gamophobia? semacam sindrom tertentu yang membuatnya takut akan sebuah pernikahan. Shiren menggeleng lemah, mulai menghidupkan komputer dan mempersiapkan printer. Loket sudah saatnya dibuka. Beberapa pengunjung mulai berdatangan dalam antrian yang teratur. Tiga orang teman lainya masing-masing melakukan bagianya sendiri, bertindak dengan gesit. Hari ini berlalu dengan lancar. Pekerjaan Shiren berakhir dengan baik. Setoran uang dan perhitunganya juga tak mengalami selisih. Dia tengah bersiap-siap pulang, saat tiba-tiba ponselnya berdering nyaring. Dengan ragu, dia menatap nama Mama yang terpampang di layar utama. Ada apa dengan Mama? apakah ada kondisi darurat mendadak? "Ya Ma." "Kapan kamu pulang, Sayang?" tanya wanita di seberang sana. "Ini mau pulang. Ada apa?" "Mbah Uti sedang berkunjung ke sini. Dia perlu ngobrol sama kamu." Dahi Shiren berkerut, kedua matanya sedikit menyipit. Mbah Uti, adalah sebutan nenek dari pihak ibunya yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah. Meskipun hubungan mereka baik, namun sangat jarang bagi wanita sepuh itu mengunjungi kediaman Shiren. Beliau telah berusia tujuh puluh tahun dan memilih menikmati masa tua di kampung halaman. Hanya ada satu kemungkinan besar Mbah Uti memutuskan untuk berkunjung. Pasti membawa suatu kabar yang penting. Sialnya, sesuatu itu berkaitan erat dengan dirinya. Shiren mulai merasa senut-senut di kepalanya. Drama apalagi yang menantinya? Disebelahnya, Damar menatap dirinya dengan pandangan penuh tanya. Sebatang rokok terselip di antara dua jarinya, mengepulkan asap putih yang mulai membumbung ke atas. "Kenapa ekspresi loe begitu? kebelet boker lagi?" Shiren mendelik jengkel, melempari Damar dengan bolpoin hitam yang ia pegang. Lia dan Angel hanya tertawa kecil melihat mereka. ... 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.4K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
110.7K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

True Love Agas Milly

read
197.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook