bc

Pernikahan Wasiat

book_age16+
61
FOLLOW
1K
READ
billionaire
sex
love after marriage
second chance
arrogant
manipulative
goodgirl
enimies to lovers
husband
like
intro-logo
Blurb

Tolong tab love, ya, demi kelancaran cerita dan demi kelancaran ide.

Di ambang batas antara hidup dan mati, Arya, suami Airani, memberinya wasiat terakhir.

"Hanya ada satu orang yang mampu melindungimu dan melindungi putri kita dengan baik. Dia adalah Nevan. Jika aku mati, menikahlah dengannya!"

Wasiat itu seperti eksekusi mati bagi Airani. Nevan adalah lelaki yang sangat Airani benci. Pengkhianatannya di masa lalu membuat hati Airani hancur dan porak poranda. Kini wasiat dari suaminya sebelum meninggal, adalah permintaan agar ia menikah dengan Nevan. Apakah ini lelucon?

"Kita sama-sama tahu hanya aku yang mampu memberikan kestabilan bagimu dan bagi putrimu! Akuilah, Airani! Kamu tak punya pilihan lain selain menikah denganku!" ucap Nevan yang berhasil menutup semua niat Airani untuk melarikan diri.

chap-preview
Free preview
Wasiat Mendiang Suami
"Hanya ada satu orang yang mampu melindungimu dan melindungi putri kita dengan baik. Dia adalah Nevan. Jika aku mati, menikahlah dengannya!" Sebuah kalimat yang terngiang-ngiang di benak Airani, meruntuhkan keyakinannya yang terakhir. Wanita itu berdiri di depan makam, dengan nama "Arya W. Pratama" terukir di batu nisan yang berpermukaan licin. Kematian adalah suatu kejutan yang dibawa dunia. Datang tanpa diharapkan, menyelinap pergi membawa seseorang yang kita sayang begitu saja. Sering kali, kematian itu seperti lelucon kejam. Arya, suami Airani yang divonis mengidap CML, alias Chronic Myeloid Leukemia selama tujuh tahun, nyatanya justru meninggal karena kecelakaan mobil. Setelah melalui perawatan berkala, obat tanpa henti, pembatasan fisik yang ketat, hidup sehat dan diet yang baik, pada akhirnya, kematian yang Arya hadapi disebabkan oleh kecelakaan. CML hanyalah fase tertentu dalam hidupnya yang ternyata, tak memiliki pengaruh sama sekali dalam proses kematiannya. Hidup itu unik. Sebagian orang melawan sesuatu, tetapi ia dikalahkan oleh objek lain yang menjadi variabel tak terduga. Seperti halnya Arya. Dia melawan kanker selama tujuh tahun, tapi pada akhirnya, ia dikalahkan oleh kecelakaan. Selalu ada musuh tak terlihat yang menjadi pihak ketiga. "Bu, Tuan Nevan telah menunggu!" Pak Kasman, lelaki kekar dengan tubuh tinggi besar, membuka pintu copilot mobil, mempersilakan Airani untuk masuk ke dalamnya. Airani memandang area pemakaman cukup lama, merapikan rambut bergelombang sepunggung saat terkena angin, membuat kerudung hitamnya ikut berantakan. "Apakah aku bisa menolak?" Pupil kecokelatan Airani menatap Pak Kasman, melihat sopir itu tetap berdiri tegak tanpa mengatakan sepatah kata pun, kemudian Airani masuk ke mobil dengan sudut mulut yang tertarik, membentuk cemoohan. Tampaknya tak ada ruang untuk penolakan. Masih seperti dulu. Nevan dan sikap angkuh lelaki itu yang mengerikan. Mobil berjalan dengan kecepatan sedang, menyatu ke lalu lintas Jakarta yang siang ini tak terlalu ramai. Airani menikmati pemandangan di sisi jalan melalui jendela mobil, sorot matanya semakin lama semakin jatuh dalam perenungan. Orang bilang hidup seperti grafik yang dinamis. Selalu ada naik dan turun. Kali ini, tampaknya Airani jatuh ke titik terendah. Titik yang tak pernah ia duga akan ia alami sebelumnya. "Silakan!" Pak Kasman membuka pintu mobil, mempersilakan Airani untuk turun. Mobil telah berhenti di area parkir khusus, tak jauh dari pintu utama gedung perusahaan yang langsung mengarah pada resepsionis. Airani linglung untuk sejenak. Tangan di sisi tubuhnya terkepal membentuk tinju yang kuat. Setelah mengatur keadaan mentalnya, Airani turun dengan anggun, melewati resepsionis, langsung dibimbing ke lantai tujuh bangunan ini. Tampaknya kehadiran Airani telah diantisipasi. Resespsionis itu memperlakukan Airani seolah ia adalah tamu yang sudah masuk dalam agenda pertemuan atasannya. "Pak Nevan ada di dalam. Silakan, Bu!" Di sebuah pintu kayu bertuliskan "Ruang Direktur Utama", resepsionis itu meninggalkan Airani seorang diri, membiarkan ia menyelesaikan urusannya. Airani mengetuk pintu dua kali, dan terdengar suara yang familier di telinganya, memintanya untuk masuk. Suara yang sudah lama tak ia dengar, tetapi masih tersimpan dengan baik di memori Airani. Terkadang, sesuatu yang coba dilupakan seseorang, justru akan menjadi sesuatu yang teringat kuat di benaknya. Ini seperti menyimpan bom waktu, dan Airani tak suka dengan kenyataan ini. Pintu terbuka perlahan, menampakkan sosok lelaki berperawakan macho di belakangnya, dengan kulit berwarna tembaga. Airani menguatkan langkahnya saat mendekat ke arah lelaki itu, semakin dekat semakin merasakan krisis. Tujuh tahun tidak banyak mengubah lelaki di hadapannya. Hanya menguatkan jejak kedewasaan dan matangnya usia. Ada gurat-gurat baru di sekitar pelipis, samar-samar menjadi pengingat waktu yang telah lama ia habiskan tanpa Airani di sisinya. "Pak Kasman bilang kamu sudah menungguku!" Airani meletakkan tubuhnya yang lelah di atas kursi putar, diam-diam mendesah lega saat tubuhnya mendapatkan kenyamanan baru. "Kapan kamu akan menerima kenyataan?" Suara Nevan yang dalam, ditujukan pada Airani dengan penuh tekanan. Dokumen yang bertumpuk rapi di mejanya masih menunjukkan betapa ia memiliki kecanduan dalam kebersihan dan kerapian. Nevan melepaskan kacamata tanpa bingkai yang ia kenakan, menyugar rambut gelapnya yang sekelam malam, dan menatap wanita ayu di hadapannya dengan hati-hati. Ada lesung pipit yang selalu muncul dari sudut bibir wanita itu setiap kali ia tersenyum, sesuatu yang tak pernah ia lihat lagi selama tujuh tahun ini darinya. Karena tujuh tahun ini tak pernah ada senyum darinya untuk Nevan, dengan alasan apa pun. Jika pun ada, senyum itu adalah senyum ironis. "Kapan kamu akan memahami keadaan?" Nevan menyipitkan matanya, rahangnya mengeras tanpa sadar. "Kapan kamu akan berpura-pura segalanya baik-baik saja?" Nevan terkekeh kecil, tetapi sorot matanya semakin memberikan tekanan yang lebih dari sebelumnya. Jari-jari lentik Airani mengetuk sudut meja kerja Nevan secara ritmis, menghasilkan suara yang konsisten di dalam ruangan yang sunyi, menjadi satu-satunya respon atas setiap pertanyaan Nevan. "Kamu bisa bertahan, tapi apakah putrimu bisa? Jaminan seperti apa yang kaumiliki jika putrimu tetap hidup dengan kenyamanan yang sama?" Kali ini Nevan bertanya dengan nada lembut. Sangat lembut malah. Tapi justru dengan inilah Airani menyadari keseriusan topik yang Nevan sampaikan. Nevan seperti air. Semakin tenang dan semakin lembut permukaannya, semakin menyimpan bahaya di bawahnya. Saat topik dialihkan pada Sena, putri Airani, ekspresi Airani berubah menjadi gelap dalam sekejap. Orang akan selalu mempertahankan keberadaan cahaya terakhir dalam hidupnya. Kebetulan cahaya terakhir ini adalah putrinya, Sena. "Apakah kamu lupa apa wasiat terakhir mendiang suamimu?" Nevan mengingatkan. Lima bulan telah berlalu setelah Arya meninggal. Tak ada perbincangan yang serius dari pihak Airani, tak ada inisiatif untuk membahas apa pun terkait wasiat terakhir yang Arya sampaikan pada Airani sebelum ia meninggal. Wasiat yang diketahui oleh mereka berdua atas kebijakan pengacara Arya. "Wasiatnya yang terakhir adalah memintaku untuk menikahimu!" Airani tercekat, tawa sumbang terdengar dari bibirnya. "Katakan padaku, apakah menikahimu itu neraka kedua dalam hidup? Kamu pikir kamu siapa, Nevan?" Nevan terdiam lama. Dia memahami jelas bagaimana kebencian yang Airani simpan untuknya. "Kamu bukan orang yang tidak masuk akal, Airani! Kita-kita sama-sama tahu bagaimana bisnis mendiang suamimu berada di ambang kehancuran. Kita juga tahu keselamatanmu dan keselamatan putrimu tidak sepenuhnya terjamin. Apa kamu pikir kecelakaan Arya itu semua kebetulan?" Dihadapkan pada kenyataan ini, Airani menarik napas panjang, jatuh dalam ketidakberdayaan. Nevan benar. Airani bisa bunuh diri dalam kesepian tanpa akhir setelah kepergian Arya. Tapi putrinya tidak bisa. Sena masih membutuhkan dukungan kuat untuk melanjutkan hidup yang saat ini tak terlalu bersahabat untuk mereka. Airani bisa menyerah, tetapi putrinya tidak. Airani bisa menanggung rasa sakit, tapi putrinya tidak. Putrinya adalah harga yang tak bisa ia tawar. "Kenapa kamu ingin menikah denganku?" Airani tahu mereka memiliki masa lalu, tapi dengan karakter Nevan, dia tidak mungkin menyimpan cinta padanya, bukan? Oh ayolah. Meskipun Airani tidak mengikuti informasi perkembangan Nevan, tapi ia sempat mendengar selentingan kedekatan Nevan dengan beberapa wanita. Salah. Banyak wanita malah. "Kita selalu memiliki alasan tertentu pada sesuatu. Jika kukatakan sekarang, kamu belum tentu mempercayaiku! Jadi mari kita persingkat pembicaraan ini! Menikahlah denganku,oke?" Ini adalah lamaran tersimpel, terpraktis, tersingkat, tersederhana yang Airani alami. "Baiklah!" Dan ini adalah jawaban tersingkat, terdatar, terdingin yang pernah Airani berikan pada lamaran orang lain. …

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook