bc

Fallen Angels (Indonesia)

book_age18+
2.7K
FOLLOW
30.2K
READ
killer
dark
possessive
reincarnation/transmigration
fated
dominant
tragedy
bxg
icy
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

(FREE ONGOING)

Sayangnya ciuman pria itu hanya bertahan sekilas sebelum kemudian menjauh darinya dan Scarlet bisa merasakan lagi dinginnya senapan Ivan menekan pelipisnya.

“Ini adalah sebuah kesalahan, Scarlet.” Ivan berkata dengan suara parau.

Scarlet membuka matanya. Ia menjulurkan tangan kanannya ke belakang tengkuk Ivan, menarik wajah pria itu kembali mendekat.

“Tidak. Banyak hal yang kulakukan adalah sebuah kesalahan, tapi ini bukan salah satunya.” Ia berbisik ke dalam mulut Ivan sebelum kemudian menutupinya dengan bibirnya sendiri.

Wanita itu mengeratkan pelukan kakinya mengelilingi pinggang Ivan. Menekankan dirinya sendiri melawan kekakuan tubuh Ivan. Ia bisa merasakan getaran tubuhnya, mengalir menyusuri bagian bawah perutnya, kemudian turun hingga ke ujung kakinya.

Scarlet menggerakkan pinggulnya, menggesekkannya ke bagian tubuh Ivan yang masih tertutup oleh boxer hitamnya. Pria itu tidak mendorongnya menjauh, tapi Scarlet bisa merasakan perasaan Ivan yang bertentangan.

“Kumohon, Ivan.” Scarlet melepaskan ciumannya dan menatap ke mata indah pria itu. “Biarkan aku menikmatimu sesuai dengan yang kumau.”

***

***

Ivan Vladimir adalah seorang pembunuh bayaran berdarah dingin yang menyimpan sebuah rahasia.

Ketika mimpi buruknya makin parah, ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, mengira akhirnya ia akan mendapatkan ketenangan.

Namun semuanya berubah ketika ia bertemu dengan seorang wanita bernama Scarlet Feyre yang selama lima tahun terakhir tinggal bersama Moxley, pria paling berkuasa di kotanya.

Takdir mengatur Scarlet untuk bertemu dengan Ivan yang bersedia memberi wanita itu perlindungan.

Akankah Ivan berhasil melindungi Scarlet?

Dan rahasia apa yang di simpan oleh Ivan rapat-rapat?

chap-preview
Free preview
1. Mimpi Buruk
Azra memeluk tubuh Ainara yang sudah lemas erat. Sayap Ainara yang putih ternoda oleh bercak kemerahan dari darah yang terus mengalir dari d**a wanita itu. Ainara mengangkat tangannya dengan susah payah, mengelus pipi Azra yang kini terasa lebih hangat dari dirinya. “Lari! Tinggalkan tempat ini dan larilah!” perintah Ainara. “Tidak… Aku tidak akan meninggalkanmu, Ai,” bisik Azra. “Mereka akan mematahkan sayapmu Azra—“ “Aku tidak peduli. Mereka boleh menguburku hidup-hidup jika perlu. Tapi aku tidak akan meninggalkanmu.” Ainara mengerutkan keningnya. Hal yang dilakukannya ketika ia kesal, pikir Azra. Ia meraih tangan Ainara yang masih mengelus sisi wajahnya dan meremasnya pelan, mendekatkannya ke bibir dan mencium punggung tangan wanita itu. “Kau akan baik-baik saja Ainara, kita akan pergi dari tempat ini bersama-sama. Kita akan melarikan diri dari semua aturan, dari takdir. Hanya kau dan aku. Selamanya… Setuju?” Air mata mulai menggenang di kelopak mata Azra. Sekuat tenaga ia menahannya untuk tidak menetes. Ia tidak ingin Ainara melihatnya dalam keadaan tidak berdaya seperti ini. Walau ia tahu Ainara jauh lebih kuat dan tabah daripadanya, tapi setidaknya ia harus menahan diri agar tidak hancur ketika Ainara membutuhkannya. Ainara memaksakan sebuah senyuman di wajahnya yang sudah pucat mendengar ucapan Azra “Selamanya… Setuju… Hanya kau dan aku… Hingga akhir...” Ainara bahkan tidak mampu menyelesaikan kalimatnya sebelum kemudian ia menutup matanya yang besar dan indah. Selamanya. Azra mencengkeram telapak tangan Ainara yang mulai merosot kehilangan tenaga. Kehangatan yang tadinya masih dirasakannya dari tangan Ainara, walaupun hanya sedikit, kini perlahan lenyap. Menghilang ditelan oleh tanda-tanda kehidupan dari wanita yang di cintainya. Malaikatnya. Ainara. Malaikat kegelapan itu bahkan tidak peduli lagi ketika tentara awan menyeretnya menjauh dari tubuh lemas Ainara. Ia mencengkeram tubuh Ainara selama yang ia mampu, mendekapnya, mencium aroma tubuhnya yang masih tersisa. Hingga dirasanya sesuatu mengoyak punggungnya. Menyobek sayap hitamnya yang lebar dan sumber dari kekuatannya. Azra meraung kesakitan. Bukan hanya dari luka menganga di punggungnya. Tapi lebih karena hilangnya satu-satunya cahaya dari kegelapannya. Ainara. Seseorang berjalan mendekat. Mikhal, Sang Raja dari para malaikat. Tubuhnya yang besar terlihat menjulang di atas badan Azra yang sudah terpuruk lemas di lantai. Mikhal menendang tubuh Azra menjauh dari Ainara. Tanpa memiliki kekuatan seorang malaikat, tubuh Azra langsung terjungkal kebelakang. “Kau sudah tahu apa yang akan terjadi pada Ainara, tapi tetap saja kau memaksakan keinginanmu. Sudah berapa kali aku memintamu untuk menjauhinya?” geram Mikhal. “Kini lihat apa yang sudah terjadi padanya.” Mikhal menunduk dan meraih tubuh Ainara. “Ainara adalah yang terbaik dan termurni dari yang lain. Calon ratuku, yang kini sudah ternoda oleh mu.” Azra tidak mampu lagi menahan air matanya. Ia bahkan tidak mampu menatap wajah Mikhal. “Kau lah yang membunuhnya, Mikhal!” balas Azra sambil menggertakkan giginya. Ia mengepalkan telapak tangannya erat-erat, berusaha menahan emosinya. “Mengapa kau tidak bisa membiarkan kami berdua bahagia? Ainara mencintaiku, bukan dirimu. Ainara memilihku, bukan dirimu. Itukan yang menyebabkan kau membunuhnya, Mikhal? Karena kau tidak bisa memilikinya? Cih!” Azra meludah sebelum meneruskan, “Siapa yang menentukan malaikat kegelapan dan malaikan cahaya tidak boleh bersatu? Apa yang menyebabkan dirimu memiliki hak untuk memisah-misahkan kami? Malaikat cahaya, malaikat kegelapan bahkan manusia. Kami semua sama. Berasal dari sumber yang sama. Seseorang yang memiliki kebijakan melebihi diriku dan dirimu. Jadi apa yang membuatmu mempunyai hak untuk mengatur kehidupan kami?” “LUPAKAH POSISIMU, AZRA!!?!” bentak Mikhal dengan suara menggelegar. Wajahnya yang sempurna memerah menahan amaran. Alisnya yang tebal mengumpul di tengah. “Aku adalah Raja mu. Raja semua mahkluk. Malaikat, manusia…bahkan raja dari setan seperti dirimu.” Mikhal menunduk mendekatkan wajahnya ke rambut Ainara yang sudah tidak bernyawa dan menghirupnya dalam-dalam. “Sayang sekali kecantikan yang sia-sia.” Gumaman Mikhal pelan tapi mampu membuat Azra kehilangan akal sehatnya. Ia melompat ke arah Mikhal, mengabaikan rasa pedih dari tempat sayapnya sebelumnya menempel dan menggeram. “Menjauhlah darinya, Ja-hanam!” Azra mendorong bahu Mikhal dan mengepalkan tinjunya. Dengan sekuat tenaga ia mengayunkannya ke depan wajah Mikhal. Tapi dengan hilangnya sayapnya yang menjadi sumber kekuatannya, Mikhal yang pada dasarnya memang lebih kuat dari Azra, kini dengan mudah menghentikan pukulan Azra. Ia meraih kepalan tangan Azra dengan satu tangan dan meremasnya kuat-kuat. Mengirimkan Azra mengerang kesakitan hingga berlutut didepannya. Suara tulang yang patah terdengar, diikuti ancaman dari mulut Mikhal. “Kau sudah merusak segalanya bagiku, Azra. Padahal Ainara akan mempunyai masa depan yang cerah bersamaku. Bertahta di kerajaanku yang bergelimang cahaya, dan bukannya bergelimang lumpur dengan mu dalam kegelapan.” Mikhal makin mengeratkan cengkeramnya ke tangan Azra yang rapuh. “Kau melupakan tempatmu. Kau hanyalah satu dari banyaknya malaikat kegelapan di kerajaanku. Pekerja rendahan, yang tidak sepadan untuk cinta seorang Ainara. Sekarang… ucapkan perpisahan dengan kehidupan kekalmu, dan selamat datang pada kehidupan mu sebagai manusia.” Mikhal melepaskan cengkeraman tangannya dari Azra dan menendang da-da pria itu hingga terjengkang kebelakang. Pria berambut keemasan itu kemudian meraih pedang berapi dari pinggangnya dan mengarahkannya ke Azra yang sudah tidak berniat untuk melawan. “Membusuklah di dunia bersama dengan orang-orang berdosa lainnya, Azra. Ini adalah hukumanmu, Danau Berapimu.” Malaikat Cahaya itu mengayunkan ujung pedangnya ke bawah sekuat tenaga, menusuk Azra tepat di jantungnya. Mengakhiri kehidupan Sang Malaikat Kegelapan. *** *** *** Bip! Bip! Bip! Jeritan beker membangunkan Ivan dari tidur penuh mimpinya. Pria itu melompat terbangun dengan tubuh penuh peluh dan wajah pucat pasi. Sial! Mimpi itu kembali lagi, umpatnya sambil mengusap wajah yang penuh oleh keringat. Entah sudah berapa lama ia selalu memimpikan hal yang sama. Selalu mahkluk bersayap putih itu. Selalu pedang berapi itu. Selalu wanita itu. Ainara? Ivan menyibak selmut yang melilit setengah badannya dan melemparkannya ke lantai. Diturunkannya kadua kakinya ke bawah, menyentuh dinginnya lantai, sementara tangannya kini mengusap da-danya yang terasa nyeri. Tepat di jantungnya, tepat di tempat mahkluk dalam mimpinya menghujamkan pedang berapinya. Ivan menunduk. Menatap tubuhnya yang telan-jang da-da. Ada tanda lahir berwarna kehitaman tepat di tempat yang diusapnya. Panjang dan tipis, mirip dengan luka tusukan benda tajam. Sama dengan yang melintang di punggungnya. Dua tanda lahir lain yang kehitaman, persis di tulang belikatnya. Ditempat yang sama dengan dimana sayapnya melekat dalam mimpinya. Ivan menarik nafasnya dalam-dalam. Dadanya terasa panas seolah sebuah peluru baru saja menembus paru-parunya. Bagaimana ia tahu? Tentu saja ia tahu. Sudah menjadi pekerjaannya untuk mengetahui hal seperti ini. Sebagai seorang pembunuh bayaran tanpa ikatan, Ivan adalah yang terbaik dalam pekerjaannya. Tanpa emosi. Tanpa kawan. Tanpa lawan. Hanya satu hal yang memotivasi pekerjaannya. Uang. Ia akan menyewakan keahliannya kepada pembayar tertinggi. Siapapun itu, siapapun targetnya, siapapun motivnya. Ia tidak peduli. Sebagai pembunuh bayaran tanpa negara, tanpa teman. Kesetiaannya hanyalah pada dirinya sendiri. Dan kepada keluarga besar Vladimir yang sudah menaunginya selama ini. Satu-satunya kode yang dipegangnya teguh hanya satu. Jangan pernah menggigit tangan yang memberimu makan. Dalam hal ini, orang-orang yang pernah menyewa jasanya. Ia akan menolak tawaran siapapun yang memintanya untuk membunuh orang yang pernah membayarnya. Ivan bangkit dan berjalan menuju keran wastafel di dalam apartemen satu ruangan yang sedang ditinggalinya saat ini. Hanya ada matras, meja makan dan tiang lampu di dalamnya. Minim. Mengingat ia tidak berniat untuk tinggal di tempat itu dalam jangka waktu panjang. Diraihnya gelas dari dalam lemari yang tergantung diatas kepalanya, dan diisinya dengan air dari keran. Diteguknya cairan bening dalam gelas yang ada di tangannya itu hingga habis. Guyuran dingin dari air yang diminumnya membuat Ivan merasa kembali hidup. Memudarkan mimpi aneh yang membuntutinya selama ini. Diletakkannya kembali gelas diatas meja. Merasa sedikit baikan, Ivan berjalan kembali ke tengah ruangan dan menjatuhkan tubuhnya telungkup dengan kaki lurus ke belakang. Menopang beban badannya dengan kedua telapak tangannya, ia melakukan hal yang dilakukannya setiap pagi. Push up. Satu… Dua… Tiga… Ivan menghitung dalam benaknya. Hingga ia terlalu lelah untuk menghitung dan hanya bergerak mengikuti kekuatan otot tubuhnya. Beep! Ponsel yang diletakkan diatas meja nakasnya berbunyi. Ivan mengabaikannya hingga benda itu berbunyi lagi. Tapi kali ini berdering. Pria itu mendengus. Sambil menggeram ia bangkit dan berjalan ke sisi kasur yang masih acak-acakan. Diraihnya benda pipih yang masih berdering itu dari nakas. “Ya?” jawab Ivan begitu mendekatkan benda itu ke telinganya. “Aku baru saja mengirimkan berkas baru untukmu,” balas suara yang ada diujung sambungan. “Sudah kukatakan bukan? Aku tidak menerima berkas apapun saat ini,” balas Ivan datar. Sudah sebulan ini mimpi buruknya tidak berhenti mengikutinya. Setiap ia menutup matanya, bayangan mahkluk bersayap putih itu selalu mengikutinya. Mengganggu konsentrasinya bahkan kadang saat ia tidak tertidurpun. “Tapi Ivan…. Berkas ini datang dengan jumlah uang yang luar biasa. Bagaimana bisa kau menolak—” “Chad…,” potong Ivan. Nada suaranya mulai naik tanda bahwa ia sudah kesal. Terdengar suara helaan nafas dari ujung sambungan. “Okay… baiklah. Aku akan menolaknya. Asal kau tahu saja. Mereka membayar 5x lipat dari ongkos biasanya.” “Aku tidak peduli.” “Sialan, Ivan. Sampai kapan kau akan mengambil cuti? Sudah sebulan lebih kau tidak menerima satupun berkas yang kuberikan.” “Entahlah. Aku akan hubungi jika aku sudah siap. Lagipula, aku memiliki cukup simpangan untuk pensiun jika perlu.” Chad langsung tertawa mendengar ucapan Ivan. “Pensiun?” Ia bertanya sambil meneruskan tawanya hingga habis. “Kau akan lebih dulu mati daripada pensiun, Ivan. Pria sepertimu. Tidak akan paham apa namanya pensiun. Baiklah. Jika kau ingin istirahat. Mengisi ulang bahan bakar dalam jiwamu, atau hal semacam itu. Tapi pegang kata-kataku, membunuh sudah ada dalam darah daging mu. Libur hanya akan membuat mu makin sengsara. Pekerjaan adalah yang kau butuhkan untuk melewati…apapun ini yang sedang kau lewati.” Ivan terdiam. Tidak bisa menyangkal ucapan Chad. Pria yang dianggapnya sebagai kakaknya. Kedua orang tua Chad mengadopsi Ivan sejak kecil. Salah satu dari sekian banyak anak panti asuhan yang di adopsi oleh Keluarga besar Vladimir. Anak-anak itu dididik untuk menjadi sebuah mesin. Pembunuh bayaran. Dan Ivan, adalah yang terbaik dari yang lain. Ketika Chad akhirnya mengambil alih bisnis keluarga, pria itu menjadikan Ivan sebagai ujung tombak usahanya. Kedua orang tuanya hanya menganggap anak-anak itu sebagai alat. Tapi hubungan Chad dan Ivan berbeda. Mungkin karena seumuran, keduanya lebih dekat dari yang lain. “Ivan, kau masih di sana?” tanya Chad. “Ya. Aku mendengarmu. Aku akan menghubungimu, Chad. Bye.” Tanpa menunggu balasan Chad, Ivan mematikan sambungan ponsel di tangannya dan melemparkannya ke atas ranjang. Percakapannya dengan Chad membuat perasaan Ivan kembali berat. Tidak ingin tertarik kembali kedalam hisapan ketidakberdayaan yang dirasakannya tadi pagi, Ivan memutuskan untuk keluar dari apartemennya. Ia butuh berada di tempat terbuka. Menghirup udara luar yang segar. Usai mandi dan berganti pakaian, pria itu meraih kunci sepeda motor dan kunci apartemennya lalu melangkah keluar menuju dinginnya udara pagi musim gugur bulan Oktober. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K
bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
2.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook