bc

Kawin Kontrak [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

book_age18+
2.6K
FOLLOW
22.1K
READ
contract marriage
arranged marriage
playboy
badboy
drama
sweet
bxg
city
enimies to lovers
model
like
intro-logo
Blurb

Hidup Laura Danita hampir selalu biasa-biasa saja. Karirnya stagnan. Kehidupan percintaannya pun terkesan begitu monoton. Begitu pula dengan keluarganya, yang bahkan sudah hancur berantakan. Nyaris tidak pernah ada sesuatu yang mampu membuat Laura merasa bahagia akan hidupnya.

Atas saran temannya, Laura yang ingin mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya, akhirnya memutuskan menggunakan sebuah aplikasi kencan daring. Dari sana, takdir mempertemukan dirinya dengan Andreas Voulgaropoulos, seorang pria asing yang ternyata hidupnya juga tidak lebih beruntung daripada dirinya.

Meskipun hubungan keduanya sempat kandas, namun lagi-lagi takdir mempertemukan Andreas dan Laura kembali. Bukan tanpa alasan, Andreas yang juga tahu kalau Laura sedang membutuhkan banyak uang, akhirnya memperkenalkan Laura pada sebuah ‘pekerjaan gelap’, yang mana pekerjaan itu mengharuskan keduanya untuk menyetujui perjanjian kawin kontrak. Laura yang merasa bosan menjadi masyarakat menengah ke bawah, ditambah lagi harus mencari banyak uang untuk biaya pengobatan ayahnya yang sedang sakit-sakitan, akhirnya menyetujui tawaran Andreas ... walaupun dirinya harus mau tinggal dan hidup satu atap bersama dengan Andreas.

Lambat laun tanpa keduanya sadari, benih-benih cinta akhirnya tumbuh. Tapi saat benih cinta itu mulai tumbuh semakin dalam, Laura menemukan fakta bahwa ternyata selama ini Andreas menyimpan sebuah rahasia kelam yang menyangkut tentang keluarganya sendiri.

Bisakah Laura menerima rahasia kelam tersebut? Dan yang paling penting, akankah Laura terus mencintai Andreas, meskipun dirinya tahu kalau cinta adalah sesuatu yang dilarang dalam surat perjanjian kawin kontraknya?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Cowok Mesuum?
Restoran cepat saji yang menjual beragam jenis masakan berbahan dasar seafood itu nampak gaduh. Hampir semua mata setiap pengunjung terpaku pada seorang wanita berusia tiga puluhan yang dengan angkuhnya memarahi seorang pelayan wanita yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya. “Kamu ini bagaimana, sih?! Tadi kan saya pesan omelette udang dan bukannya omelette biasa?! Kamu catat pesanan saya atau tidak?!” oceh wanita berusia tiga puluhan itu. “Maaf, ini semua salah saya,” kata Laura, pelayan wanita yang sedang kena omel itu. Diambilnya piring berisi omelette yang belum disentuh itu dari atas meja wanita tersebut. “Biar saya ganti dengan yang baru.” “Ah, tidak usah!” sanggah wanita tersebut. “Kamu membuang-buang waktuku! Aku minta bill-nya saja! Aku akan beri rating tempat ini jelek, biar tidak ada lagi orang yang mau makan di tempat ini!” Laura meremas celana hitam panjang yang sedang dikenakannya dengan gemas. ‘Duh, kalau bukan karena keteledoranku, aku pasti sudah mengulek bibirmu yang sombong itu dengan cabai!’ murkanya dalam hati. Seseorang memegangi pundak Laura setelahnya. Dialah Rey, teman baiknya yang juga pelayan di restoran cepat saji tersebut. “Ada ribut-ribut apa ini?” tanyanya selepas mendengar kegaduhan itu dari dapur. “Temanmu itu salah mencatat pesananku!” bentak wanita tersebut. “Dia harus di-training lagi biar becus!” “Maafkan kami. Apa perlu kami ganti pesanannya yang sesuai dengan permintaan Anda? Anda tidak usah bayar lagi, biar kami yang ganti rugi,” ucap Rey. Bukannya menjawab, wanita itu malah langsung pergi meninggalkan Laura dan Rey, hendak menuju kasir. Dia mau pergi secepat mungkin dari restoran itu selepas membayar pesanannya yang gagal. Laura mendengus kesal. Jengkel. Dengan langkah kilat, dia langsung berjalan menuju dapur—diikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya. Keduanya merasa malu sekali. “Ba*gsat!” umpat Laura sesampainya di dapur. “Sombong sekali dia?! Memangnya dia siapa sih?! Apa jangan-jangan bapaknya dulunya pemilik restoran ini?!” “Sabar, Laura .. Tenangkan dirimu,” gumam Rey sambil menepuk perlahan pundak sahabatnya. “Aku tidak bisa tenang sebelum aku menampar wajahnya, Rey!” ucap Laura yang terlihat masih begitu berapi-api. “Silahkan,” tutur Rey seusai menghela napas panjang. “Silahkan tampar dia, tapi jangan salahkan aku kalau setelah itu kamu kehilangan pekerjaanmu.” Laura Danita, atau biasa dipanggil Laura saja, hanya seorang gadis berusia dua puluh empat tahun  yang mempunyai mimpi sederhana: punya banyak uang. Dari Senin sampai Jumat, Laura bekerja di sebuah firma hukum milik Kaivan, teman sekaligus kekasih hati Rey. Itupun sebenarnya Kaivan hampir saja menolak lamaran kerja Laura. Tapi karena bujukan Rey dan melihat mimik muka Laura yang amat memelas, hati Kaivan tergerak untuk berkata ‘selamat, kamu diterima kerja di sini’. Hari Sabtu dan Minggunya, Laura bekerja di restoran cepat saji ini, bersama dengan Rey. Dia harus mencari banyak uang dan kerja ekstra keras. Ditambah lagi ayahnya, Arkana Brawijaya, memang sudah lama sakit-sakitan. Sementara ibunya, Maya Danita, lebih memilih untuk kabur dan hidup bersama laki-laki lain. Kehidupan keluarga Laura memang kurang mengenakan. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-sembilan belas, ayahnya divonis terkena penyakit paru-paru—efek terlalu banyak merokok saat dirinya masih muda dulu. Karena penyakitnya itu juga Arkana dipecat dari perusahaan yang dulu mau mempekerjakannya. Seringnya absen dan banyaknya kesalahan yang dia buat di tempat kerja, membuat atasannya berpikir dua kali untuk mempekerjakannya lagi. Tepat enam bulan kemudian, ibu kandung Laura yang tidak tahan mengurus suaminya yang sakit-sakitan, plus masih harus merawat Laura dan mengurus semua biaya pendidikannya, memilih untuk meninggalkan keduanya. Apalagi diam-diam, ibu kandung Laura memang sudah lama bermain api dengan laki-laki lain. Suaminya yang tubuhnya semakin melemah dan tidak sebergairah dulu juga membuat kebutuhan ranjangnya nyaris tak terpenuhi lagi. “Jangankan untuk tidur denganku,” ucap Maya pada Arkana waktu itu. “Bahkan ‘milikmu’pun susah untuk ‘bangun’!” Sudah kebutuhan ranjangnya tak terpenuhi, kebutuhan ekonomi dan dapurnya tak terpenuhi pula. Itulah yang membuat Maya, dengan teganya pergi begitu saja. Dan tentu saja dia tidak mau mengajak serta Laura dengannya. Baginya Laura cuma beban. Tapi hal itu tidak semata-mata membuat Laura menyerah. Kepahitan hidupnya malah seolah-olah menjadi cambuk buat dirinya untuk tetap melangkah maju. Laura bersedia kerja setiap hari, well, meskipun tidak selama dua puluh empat jam penuh, untuk memenuhi kebutuhannya dan ayahnya sekarang. “Tidak apa jika aku yang jadi tulang punggung keluarga. Sudah cukup ayah berkorban untukku sejak aku bayi sampai diusiaku yang sekarang. Sekarang saatnya ayah menikmati hidup,” ucap Laura pada ayahnya waktu itu. Kadang ada terbesit sedikit rasa penyesalan di benak Laura karena sudah berkata supaya ayahnya menikmati hidup. Bagi Laura, kalau mau menikmati hidup, itu harus didasari dengan punya banyak uang dulu. Mau makan enak, mau liburan ke tempat-tempat bagus, mau rekreasi ke tempat-tempat keren—semua butuh uang. Itulah alasan lain kenapa Laura rela kerja full selama tujuh hari seminggu. Selama dua puluh empat tahun menjalani hidupnya di dunia ini, Laura tidak pernah pacaran. Waktu sekolah dan kuliah dulu sebenarnya ada beberapa orang laki-laki yang mendekati Laura. Hanya ada satu yang hampir saja jadi kekasihnya, tapi karena masalah komunikasi, akhirnya hubungan itu kandas begitu saja. Meskipun hidupnya minim cinta dari lawan jenis, Laura nyaris tidak pernah merasa kesepian. Ada ayah, Rey, dan Kaivan yang selalu menemani dirinya. Dan lagi, ‘kehidupan ranjang’ Laura sebenarnya juga sudah cukup membuat dirinya merasa puas. Kalau sedang ‘ingin’ menyalurkan hasratnya, Laura tinggal mengambil vibrator kesukaannya, memutar film erotis favoritnya, lalu mendesah diam-diam di dalam kamar tidurnya. “Tak apa aku single, yang penting aku tahu bagaimana caranya ‘memuaskan’ dan ‘menyenangkan’ diriku sendiri,” kata Laura senang. Ya, meskipun terkadang ada sedikit rasa penasaran dalam hatinya yang ingin merasakan bagaimana rasanya ‘batang kenikmatan’ milik laki-laki itu. ***** “Ada masalah apa, Laura?” tanya Ronald, head chef di restoran cepat saji tempat Laura dan Rey menyambung hidup. “Itu, Laura salah catat pesanan. Harusnya dia mencatat omelette udang, bukannya omelette biasa,” jawab Rey yang terlihat agak takut. “Ini semua salahku, chef,” resah Laura. “Sepertinya aku kecapekan karena harus kerja di firma hukum juga.” “Jangan sampai manager kita tahu soal ini,” ucap Ronald serius. Laura tersenyum miring, “Sayangnya dia sudah tahu.” “Ya sudah, kalau dia bertanya, bilang saja aku yang salah membuatkan pesanannya,” bela Ronald. “Chef yakin?” ujar Laura dengan tatapan harunya. “Iya,” kata Ronald sambil tersenyum dan mengangguk. “Jadikan hari ini buat pelajaran supaya ke depannya kamu lebih teliti lagi.” “Terima kasih banyak, chef,” ucap Laura bahagia. “Selalu ada ‘pelangi’ di setiap ‘hujan badai’, kan?” canda Rey. “Entahlah, Rey,” kata Laura sambil menaikkan kedua bahunya. “Kadang aku merasa dalam hidupku cuma ada cuaca berawan. Hujan tidak, cerah juga tidak. Biasa-biasa saja.” “Ah, itu karena kamu kurang menikmati hidup,” kata Rey santai. Dahi mulus Laura langsung mengernyit, “Kurang menikmati hidup bagaimana?” “Kamu harus melakukan sesuatu yang memacu adrenalin, Laura,” jawab Rey dengan raut wajahnya yang terlihat sedikit nakal. “Contohnya?” “Ini,” kata Rey sambil menunjukkan layar ponselnya pada Laura. Ditatapnya layar ponsel milik Rey untuk sejenak. “Apa ini? Aplikasi dating online?” tanya Laura heran. Rey hanya mengangguk sambil tersenyum. “Kamu download aplikasi ini?” tanya Laura sambil sedikit membelalakkan matanya dengan kaget. “Yes, dan aku rasa kamu juga harus mencobanya.” “Oh my God, kamu tidak salah?! Kalau Kaivan tahu, dia pasti akan langsung minta putus!” cetus Laura. “Mana sini ponselmu, biar aku hapus aplikasi itu sekarang juga.” “Ah, tidak usah!” larang Rey. Dia lanjut bicara sambil sedikit memelankan suaranya, “Aku pakai aplikasi ini bukan buat kencan.” “Lalu? Untuk apa? Jual diri?” sinidr Laura. “Enak saja!” sanggah Rey sambil mencubit lengan sahabatnya. “Cuma untuk menemukan teman baru dan teman untuk menraktirku makan saja, tidak lebih. Aku tetap cinta dengan Kaivan kok.” “Serius?” tanya Laura sambil menatap Rey curiga. Rey memutar bola matanya dengan malas. “Iya, aku bersungguh-sungguh,” katanya. “Kalau mau cari teman baru dan teman untuk menraktirmu makan, kenapa tidak cari lewat aplikasi lain saja? Kamu memang seorang playgirl, Rey,” canda Laura. “Justru kalau aku mencarinya di aplikasi penambah teman malah tidak ada yang mau menraktirku makan. Kalau ada yang mengajakku ‘dating’ kan hitung-hitung cowok-cowok itu akan menraktirku juga. Ya walau tidak semua sih. Ada juga yang memintaku untuk bayar sendiri,” jelas Rey. “Ah, sudahlah! Pokoknya kamu harus coba aplikasi ini!” Laura menggeleng. “Nope. Sepertinya kurang memacu adrenalin buatku. Aku mau nabung buat main bungee-jumping saja,” tolaknya. “Kalau sampai kamu meninggal bagaimana?” tutur Rey khawatir. “Kalau aku meninggal kan tinggal dimakamkan. Susah-susah amat,” kata Laura enteng. “Masalahnya aku tidak mau kehilangan sahabat sepertimu,” gerutu Rey dengan wajah sedihnya yang terlihat begitu dibuat-buat. “Kamu berlebihan sekali sih. Pantas Kaivan jatuh cinta denganmu,” ucap Laura sambil tersenyum. “Karena aku perempuan yang ‘lebay’?” “Bukan,” sanggah Laura sambil menggeleng. “Karena Kaivan laki-laki penyuka drama,” candanya. Ronald kembali bicara pada keduanya. “Ladies? Sudah selesai ngobrolnya? Ada pesanan yang harus segera diantar,” katanya. “Sini, biar aku saja yang antar, chef,” tawar Laura. “Permisi, meja nomor sembilan? Ini pesanan Anda,” katanya sambil menyerahkan dua piring fish and chips, segelas cola dan segelas air mineral ke atas meja pelanggan tersebut. “Thanks,” ucap seorang laki-laki muda yang dari penampilan dan perawakannya sepertinya merupakan seorang model. Wajahnya terlihat begitu unik dan menarik. Laura, yang selama ini beranggapan kalau hidupnya tidak membutuhkan yang namanya laki-laki saja seketika jadi tertarik perhatiannya. Alis laki-laki itu hitam dan tebal. Matanya terlihat tegas, dengan tulang hidung dan tulang pipi yang tinggi, plus tulang rahang tirus yang tajamnya bisa melukai jari siapapun yang menyentuhnya. Warna matanya hazel—campuran warna coklat keemasan dengan sedikit semburat hijau yang indah. Duduk di seberang laki-laki itu, ada seorang perempuan muda berpakaian mini dress warna merah yang ketat dan sangat sexy—memperlihatkan lekuk tubuhnya dan gundukan kembarnya yang besar dan ber-volume. Tapi anehnya perempuan muda dan sexy itu malah sibuk dengan ponselnya, bukannya ngobrol dengan laki-laki yang duduk di seberangnya. “Laura, sini sebentar,” bisik Rey begitu Laura kembali usai mengantarkan pesanan milik laki-laki itu. “Siapa lagi yang kamu jadikan bahan gosip?” kata Laura curiga. Rey langsung menarik lengannya, “Aduh!” “Kamu lihat cowok yang duduk dengan cewek berpakaian sexy itu? Yang tadi kamu antar pesanannya? Dia benar-benar seksi! Bagaimana bisa ya perempuan itu bersikap acuh tak acuh pada laki-laki setampan itu?” kata Rey heboh. “Ish, kamu ini. Memangnya Kaivan kurang sexy buatmu?” ucap Laura sambil menaikkan satu alisnya. “Kaivan juga sexy kok,” tutur Rey sambil tersenyum. “Aku suka perutnya yang buncit.” Laura hanya memutar bola matanya. Usai waktu break-nya tiba, Laura mampir sebentar ke kamar mandi wanita. Langkahnya langsung terhenti saat tiba-tiba dirinya mendengar suara desahan wanita dari dalam kamar mandi pria. “Ahhh ..” “Oh, astaga, berani-beraninya orang ini berbuat m***m di sini!” benak Laura geram. Dibukanya pintu kamar mandi pria itu dengan tergesa-gesa dan tanpa mengetuk lebih dulu. Dan saat pintu itu sudah terbuka, mata Laura semakin terbelalak kaget. Ternyata suara desahan itu bukan berasal dari dua insan yang sedang bercinta, melainkan dari suara ponsel. “God, damn it! Mau apa kamu di kamar mandi pria?!” ucap laki-laki itu kaget, yang rupanya adalah laki-laki si pelanggan meja nomor sembilan yang pesanannya baru saja Laura antar tadi. ♥♥TO BE CONTINUED♥♥

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

Rewind Our Time

read
161.2K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
533.4K
bc

LIKE A VIRGIN

read
840.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook