bc

Jiwa Untuk Raga

book_age16+
7.4K
FOLLOW
54.9K
READ
possessive
time-travel
love after marriage
fated
CEO
boss
drama
humorous
icy
office/work place
like
intro-logo
Blurb

"Pernikahan cuma status, selebihnya kita hanyalah orang asing."

Raga tidak peduli, baginya semua akan berubah jika Jiwa sudah menjadi istrinya. Apapun status di antara mereka, pernikahan adalah hal yang harus di lakukan. Tidak peduli, jika mereka belum lama kenal. Katakan saja , Raga laki laki pemaksa. Tapi di balik sifatnya itu, Raga sudah jatuh hati pada Jiwa Prameswari. Jika Raga adalah laki laki yang pemaksa, Jiwa adalah gadis yang begitu keras kepala. Apapun yang Raga katakan, hanya di anggap omong kosong. Bagi Jiwa, pernikahan ini tidak akan pernah berhasil jika mereka tidak ada perasaan apapun.

"Saya mencintai kamu sebagai istri, dan kamu menganggap saya sebagai orang asing."

chap-preview
Free preview
Lamaran
Suara ketukan pintu terus saja terdengar, membuat seorang gadis semakin menutupi wajahnya dengan selimut. Hari ini adalah hari yang paling buruk, hari yang tidak pernah di inginkan. Gadis itu berharap, semua ini hanyalah sebuah mimpi buruk yang selalu terulang setiap malam. Namun, mimpi buruk yang di harapkan malah semakin terasa nyata saat suara sang ayah terdengar begitu tegas di balik pintu.   "Mau sampai kapan, kamu lari dari kenyataan? Masalah itu di hadapi bukan terus menerus di hindari. Tiga puluh menit, kamu tidak keluar kamar. Hari ini juga, kalian ayah nikahkan!"   Suara derap langkah sang ayah semakin menjauh, tidak lagi terdengar lagi suara apapun. Bahkan, ketukan pintu yang sejak tadi hampir membuatnya ingin melemparkan barang barang yang ada di kamarnya sekarang sudah tidak terdengar lagi. Setidaknya, untuk sementara gadis itu bisa bernafas lega.   Ting   Oh sial, tidak akan ada yang pernah membiarkan dirinya hidup tenang walaupun hanya sebentar. Baiklah, kita lihat siapa yang kembali mengusik ketenangannya saat ini.   Sumber dosa   Mau sampai kapan menghindari saya? Semakin kamu menghindar, pernikahan kita akan dipercepat.   Dalam hitungan detik, ponsel sang gadis berada di lantai dengan keadaan yang mengenaskan. Sudah hampir dua minggu sejak kejadian itu, tidak ada orang yang berpihak kepadanya. Semua orang terlalu percaya pada ucapan laki laki yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya. Memang sulit untuk di percaya, tapi inilah kenyataannya.   "Ya Allah apa Wawa nakal banget ya, kayaknya dosa hamba udah terlalu banyak sampai nggak ada yang percaya."   Dengan malas, gadis yang bernama Jiwa Prameswari membuka pintu kamarnya secara perlahan. Langkahnya juga sengaja diperlambat, kalau bisa dirinya ingin menghilang detik ini juga. Tapi bukankah, itu semua hanya akan memperburuk keadaan? Jiwa menghela nafas panjang, hal yang tidak pernah ia impikan akan terjadi sebentar lagi. Hal yang dulu sangat di hindari, padahal dulu teman temannya selalu menghayal bisa menikah muda dan mendapatkan suami kaya raya. Mengingat hal itu, malah membuat Jiwa pusing. Teman temannya yang suka berkhayal, kenapa dirinya yang mengalami kesialan?   "Alhamdulillah, akhirnya kak Wawa keluar dari kamar ya Bun."   Kini semua orang memperhatikan dirinya, apalagi seseorang yang memakai kemeja maron bisa Jiwa lihat laki laki itu tersenyum padanya. Mendadak perut Jiwa menjadi mual, sepertinya Jiwa alergi pada laki laki itu dan senyumannya. Sang ibu berjalan, meraih tangan sang anak dan menggenggamnya erat seolah takut jika nanti Jiwa akan kabur dari rumah ini. Sang ibu menyuruh jiwa duduk di sebelah laki laki yang sudah menunggunya sejak dua jam yang lalu. Laki laki itu tidak datang sendiri, tapi bersama kedua orang tuanya. Tujuannya hanya satu, melamar Jiwa Prameswari untuk menjadi istrinya.   "Calon mantu bunda, cantik ya Ga? Pantesan kamu minta cepetan di lamar." Ucap bunda Laki laki yang sekarang duduk di sebelah Jiwa.   Raga dirgantara, anak tunggal dari keluarga dirgantara. Usianya sudah cukup matang untuk menikah, 29 tahun. Sedangkan Jiwa, gadis itu masih berusia 21 tahun. Perbedaan usianya di antara mereka tidak menjadi masalah bagi Raga, tapi menjadi Boomerang bagi Jiwa. Seperti gadis pada umumnya, saat ini Jiwa masih ingin bebas. Jiwa masih ingin, melanjutkan kuliahnya. Tapi gara gara laki laki itu, semuanya menjadi hancur. Laki laki yang tidak pernah jiwa kenal sebelumnya, kini berhasil merubah takdirnya dalam sekejap.   "Semua perempuan cantik Bun, tapi bener kata bunda jiwa emang cantik,"    "Jadi, kapan pernikahannya?"   Kepala Jiwa rasanya semakin pusing, kenapa semua orang tidak ada yang bisa mengerti dirinya? Kenapa, semua orang tidak ada yang mau percaya padanya.    "Dua hari lagi yah." Jawab Raga dengan tenang, laki laki itu memang selalu terlihat tenang.    Mendengar Raga memanggil ayahnya dengan panggilan ayah, jiwa benar benar muak. Menurutnya, Raga terlalu percaya diri. Mana mau jiwa menikah dengan om om tua sepertinya? di kampus, banyak yang mendekati Jiwa. Lebih tampan dari Raga, dan pasti tidak tua seperti ini. Untuk kesekian kalinya, jiwa kembali menghela nafas panjang. Masih berharap jika semua ini, hanyalah mimpi!   "Gimana Wa? apa kamu sudah siap jadi menantu Bunda?"    Dengan cepat Jiwa menggeleng, membuat ayahnya semakin naik pitam. Memangnya menikah segampang itu? Jiwa sudah jelas akan menolak pernikahan gila ini. Semua orang, yang berada di ruang keluarga langsung terdiam. Kini, pandangannya tidak tertuju pada gadis cantik itu. Tapi kearah Raga dirgantara, laki laki yang memaksa ingin melamar Jiwa dengan berasalan jika dirinya dan Jiwa Pernah melakukan hal yang paling di langgar oleh Agama.   "Kami lagi ada masalah, boleh kami bicara sebentar di luar?" Tanya Raga pada keluarganya.   Sebagai orang yang lebih tua, tentunya mereka semua paham. Saat menjelang hari pernikahan, masalah akan datang silih berganti. Untuk itu, mereka mengangguk. Memberikan waktu untuk anak anaknya berbicara. Dengan terpaksa, Jiwa akhirnya mengikuti Raga yang berjalan terlebih dahulu. Ini adalah kesempatan terbaik, untuk menggagalkan rencana pernikahan itu. Jiwa akan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik, kalau tidak ada rasa kenapa harus di paksa menikah?   "Aku nggak mau nikah." Ucap Jiwa tiba tiba.   Raga langsung menghentikan langkahnya, dan menatap calon istrinya tajam. Seorang Raga dirgantara, idaman para wanita baru saja di tolak?    "Kamu tau, saya hanya butuh satu jawaban. Dan itu, bukan penolakan!" Ujar Raga pada Jiwa, suara raga terdengar sangat rendah tapi juga begitu tegas.   Susah payah Jiwa memberanikan diri untuk menatap Raga, sebenarnya Raga ini tampan. Hanya saja, cinta tidak bisa di paksakan. Raga mendekati Jiwa, gadis itu terlihat sangat marah.    "Aku nggak mau nikah, aku nggak bisa nikah karena terpaksa." Jiwa tetap kekeh pada pendiriannya.   Raga tahu, jika Jiwa sangat terpaksa atau mungkin bisa saja tertekan karena keadaan itu. Namun, Raga tidak peduli. Biarkan saja gadisnya merasa terpaksa, karena cinta memang tidak bisa di paksakan.   "Kamu cuma punya dua pilihan, menikah sama saya. Atau, semua foto foto kamu malam itu akan saya sebar." Raga tersenyum licik.   "b******k!" amarah Jiwa semakin besar, bagaimana bisa Jiwa akan hidup dengan ancaman seperti ini?   Kemarahan Jiwa adalah salah satu hal yang menjadi tantangan tersendiri bagi Raga, katakan saja Raga b******k, tapi sejengkal pun Raga belum pernah menyentuh gadisnya. Lalu bagaimana bisa mereka harus menikah secepatnya?   "Saya memang b******k, tidak perlu kamu katakan lagi. Tapi, di sini cuma kamu yang tahu saya seperti apa. Jadilah anak baik, menikah dengan saya."   "Apa setelah menikah, kita akan secepatnya bercerai?"    Tanpa sadar, pertanyaan Jiwa berhasil menyulut emosi Raga. Sejak dulu, Raga sangat membenci perceraian. Dan sekarang, calon istrinya malah bertanya seperti ini? Jiwa sangat berharap kalau Raga mengatakan iya, karena akan terasa percuma jika menikah tanpa ada rasa cinta. Cinta memang bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, tapi berbeda dengan Jiwa. Gadis itu berbeda, tidak bisa menerima orang yang sudah membuatnya di benci keluarganya sendiri.   "Apa yang sudah saya miliki, tidak akan saya lepas. Begitu juga dengan pernikahan kita, kalau saya ingin bercerai setelah menikah. Tidak akan mungkin, saya mau bersusah payah membujuk kamu di depan keluarga saya seperti ini. Saya sangat menjaga martabat keluarga, tidak akan pernah ada perceraian. Jadi, buang jauh-jauh pikiran tentang perceraian!"   Setelah mengatakan itu, Raga memeluk Jiwa yang sudah menangis. Raga melakukan itu bukan tanpa alasan, karena sang bunda sejak tadi mengawasi keduanya. Raga tahu, sang bunda sudah menyukai Jiwa sama seperti dirinya yang jatuh hati pada pandangan pertama. Terdengar sangat membosankan, tapi memang begitu kenyataannya. Raga bukan laki laki yang mudah jatuh cinta, Raga tipe laki laki pemilih. Dan pilihannya, adalah Jiwa Prameswari.   Dalam pelukan Raga, Jiwa semakin terisak. Seolah dunianya terasa hancur. Pernikahannya tidak menjanjikan kebahagiaan, pernikahannya hanya di lakukan untuk menjaga martabat keluarganya. Karena bagaimanapun, Jiwa tidak akan membiarkan keluarganya di pandang buruk oleh orang orang di sekitarnya. Apakah Jiwa harus menikah dengan Raga? Akankah Jiwa Akan bahagia bersama Raga?   "Menangis, tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi setidaknya bisa membuat hati kamu sedikit ringan," ujar Raga pada Jiwa.   Jiwa melepaskan diri dari pelukan Raga, sepatah kata dari Raga tidak akan mampu membuat dinding pertahanan Jiwa runtuh. Laki laki di hadapannya ini sangat licik, punya banyak cara untuk mendapatkan apa yang di inginkan. Jiwa yakin, suatu saat nanti Raga akan mencampakkan dirinya. Belum menjadi istrinya saja sudah banyak air mata, apalagi setelah menikah.   "Sudah berapa banyak gadis, yang udah om buat nangis kayak gini?" tanya Jiwa setelah selesai menangis.   Raga menggeleng heran, usia mereka tidak begitu jauh hanya berbeda beberapa tahun. Tapi lihatlah, Jiwa baru saja memanggilnya dengan sebutan Om? sepertinya gadis cantik ini harus mendapat hukuman.   "Kamu ngomong sama saya?"    "Di sini cuma ada aku sama Om, Om kira aku ngomong sama siapa? Tembok?" Selain licik, ternyata Raga juga bodoh. Itulah yang sekarang ada di pikiran Jiwa. Laki laki yang sangat membosankan.   "Saya tidak setua itu Wa, lebih nyaman kalau kamu manggil saya Mas atau Abang."    Perut Jiwa rasanya begitu mual, meskipun bahasa yang di gunakan Raga masih terlihat formal tapi tidak pantas saja Raga menyuruhnya memanggil mas.   "Abang tukang bakso kali ah, Om emang udah tua nggak usah sok menolak lupa deh." Cibir Jiwa, tidak terima saat Raga melupakan usianya yang hampir kepala tiga.   "Om om ini, akan menjadi suami kamu nantinya. Perbedaan usia bukan masalah, bukankah perbedaan sangat wajar?"    Jiwa menggeleng cepat, kalau bisa mendapat suami yang seumuran kenapa harus memilih yang tua seperti Raga? Sejak dulu, tidak pernah terlintas dalam pikiran Jiwa untuk menikah muda. Apalagi, dengan orang yang baru di kenal. Tapi inilah kenyataannya, hal yang selalu di hindari malah semakin mendekat. Rasanya, Jiwa belum siap hidup sengsara bersama Raga.   "Kita mungkin akan menikah, tapi semua itu cuma status. Aku nggak akan melangkah lebih jauh setelah menikah."    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
10.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

My Secret Little Wife

read
91.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
13.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook