bc

Again

book_age16+
615
FOLLOW
4.2K
READ
forbidden
family
friends to lovers
dare to love and hate
drama
bxg
mystery
cheating
rejected
cruel
like
intro-logo
Blurb

Mereka pikir semua baik-baik saja. Dilandasi persahabatan yang terbentuk sejak kecil, membawa mereka dalam pernikahan semu. Bayang-bayang itu tiada ujung. Rasa sakit yang semula bercokol, tidak lekas mau pergi.

Star in her eyes. Death in her heart.

chap-preview
Free preview
1
Nala meremas pulpen hitam yang ia genggam. Matanya menatap lurus pada bangunan menjulang dengan topi proyek penghalau panas di kepala. Keringat menetes. Mengalir deras di pelipis dan dahinya. Menetes hingga ke bahu, kemeja abu- "Nala, duduklah dulu." Nala menatap gadis berperawakan kecil yang memandangnya cemas. Mau bagaimana lagi? Nala tipikal keras kepala yang tidak bisa dibujuk dengan mudah. Seperti saat ini. Ayumi sendiri tidak tahu sudah berapa lama Nala berdiri di sana sejak mereka datang setelah absen di abunya meninggalkan titik basah yang kontras dengan warna gelapnya. Dengan punggung tangan yang kaku, Nala mencoba mencatat segala kekurangan dan kelebihan dari proyek baru yang sedang dia pantau. Anggap saja ini pekerjaan mudah, tapi nyatanya kondisi di lapangan berbanding sebaliknya. "Tidak, kalau aku gagal lagi kali ini ... Tuan Kama akan memarahiku. Dia akan memotong gaji bulananku." Ayumi mendesah. Tuan Kama sialan memang tiada duanya dalam urusan ancam-mengancam. Pria paruh baya yang kabarnya ditinggal minggat istrinya itu punya temperamen yang buruk. Dia acap kali sering berbuat seenaknya pada bawahan rendah macam mereka. Nala dan Ayumi terkadang menjadi bulan-bulanan mereka. Atau terkadang, pegawai cantik di divisi lain menjadi bahan rayuan menggelikannya. Ayumi terkadang tidak mengerti. Bagaimana bisa sekelas Tuan Kama duduk di posisi kepala bagian kalau kerjanya tidak becus begitu? "Ayumi, kenapa melamun?" "Ingin membantai Tuan Kama rasanya," ketus Ayumi. Meninggalkan senyum ramah pada Nala. Yang meminta gadis dengan usia dua tahun lebih muda darinya duduk. Ayumi terkadang berapi-api. Gadis itu belum bisa mengontrol emosinya dengan baik. Pernah suatu pagi, saat Tuan Kama mengoceh di ruangan, Ayumi melemparnya dengan berkas yang dia ketik semalaman suntuk karena Tuan Kama menyebut dokumen yang dia susun sampah. Semenjak itu, sasaran amukan Tuan Kama sering beralih pada Ayumi yang malang. Dia hanya bermaksud melampiaskan kekesalannya. Terlebih Tuan Kama terang-terangan pilih kasih. "Setelah jam makan siang, kita harus kembali ke kantor. Tuan Kama sialan itu akan merevisi pekerjaan kita," keluh Ayumi saat Nala memintanya duduk dan dengan berat hati menurutinya. Nala duduk di sampingnya. Menegak air mineral yang Ayumi belikan di pinggir lokasi proyek. "Mau bagaimana lagi?" Ayumi menghela napas. Dia terhitung anak baru di kelasnya. Baru bekerja dua tahun—jalan tiga, dia sudah mengeluh banyak hal. Tidak seperti seniornya, Nala yang bekerja selama lima tahun. Dan keinginan resign Ayumi harus terhalang karena dia ingin tetap di sisi Nala. Hanya Nala, yang bersikap dewasa layaknya kakak sendiri. Dia memberikan orang lain semangat, walau harinya mungkin buruk. Karena Tuan Kama itu juga terlihat membencinya. Nala meluruskan kedua kakinya yang terasa kaku. Saat dia mendesah, menemukan luka lebam di lututnya berubah kehitaman. Jemarinya mengusap lemah, meringis perih. "Itu kenapa?" Nala tersenyum. "Terantuk meja makan. Aku pikir sudah membaik, ternyata belum." Ayumi mendesah. "Beri salep. Di apotik banyak menjual. Apa kau ingin aku membelikannya?" Nala menggeleng. "Aku sudah punya di kotak obat. Tapi, memang lebam ini nakal. Mau bagaimana lagi?" Ayumi hanya mendengus. *** "Ke ruanganku sekarang." Nala mendengar desahan panjang dari berbagai kubikel yang ada di ruangannya. Semua orang tampak sayu, malas bertemu tatap dengan Tuan Kama yang egois. Di saat matanya bertemu pandang dengan mata Ayumi, gadis itu bersikap sama. "Ayo," Nala tersenyum. Menggandeng tangan Ayumi yang tampak malas memasuki ruangan Tuan Kama yang lebih besar, walau ruangan CEO perusahaan ini lebih besar, ruangan Tuan Kama dan kepala bagian lain juga tak kalah sama. Ayumi duduk, di sebelah Nala. Saat Tuan Kama berdeham, memperbaiki dasi hitamnya dan mulai berdiri memutari meja bundar. "Sudah kalian pantau proyek itu? Bagaimana? Mana laporannya?" "Ini," Nala berdiri memberikan laporan itu pada Tuan Kama yang bersikap dingin. Saat dia mengambil dokumen itu, membaca cepat kurang dari dua menit, dan mendesah. "Memang, laporan sampah." Nala memejamkan mata saat laporan yang dia susun selepas makan siang kini teronggok tak berdaya di atas lantai. Tuan Kama membanting laporannya. Ini bukan pertama kalinya, meski dia senior sekali pun, sasaran itu tidak akan lepas darinya. "Dengar, Nala. Kau paling tua di divisi ini, mereka semua yang baru tentu saja belajar darimu. Dan menyusun laporan begini saja kau tidak mampu?" Nala menghela napas. "Aku sudah berusaha sebaik mungkin. Kepala supervisor menyetujuinya dan mengatakan laporanku bagus. Mana yang salah?" Tuan Kama menipiskan bibir. Memandang Nala dengan tatapan dingin tanpa ampun. Semua mata memilih untuk menatap sepatu mereka dibanding menatap Tuan Kama yang sedang naik darah. "Kau anggap aku apa di sini? Kau lebih percaya pada kepala supervisor yang jelas-jelas bukan orang dalam?" "Orang dalam atau tidak, kinerja mereka tentu sudah diperhatikan perusahaan kita," kata Nala. Mencoba mempertahankan diri walau reputasinya dipertahankan di sini. "Mereka lolos seleksi, dan itu artinya mereka tidak main-main. Jika mereka menyebut laporanku bagus, bisa Anda sebutkan dimana kesalahan laporan yang kubuat?" Tuan Kama mengernyitkan kening. Menatap Nala dengan tatapan jijik sebelum dia akhirnya mengusir semua anak buahnya pergi. Dan membiarkan Nala sendiri di sini. Ayumi terlihat ragu meninggalkan Nala sendirian. Namun, melihat senyumnya membuat Ayumi yakin untuk meninggalkannya sendiri. "Dengar, Nala." "Aku tidak perlu mendengar apa pun, Tuan Kama," sahut Nala dingin. Mengangkat tangan di hadapan Tuan Kama yang hendak mendekatinya. "Cukup. Berhenti sampai di sana." Tuan Kama terlihat tidak suka dengan penolakan terang-terangan yang Nala lakukan padanya. Tetapi, dia tidak menyerah. Dia kembali mendekati Nala, membuat wanita itu meradang. "Sekali lagi kau mendekat, kursi ini melayang ke wajahmu." Tuan Kama menggeram dalam suaranya. Dengan gebrakan meja cukup kuat, berhasil membuat Nala terlonjak, dia menatap Nala tajam. Seakan siap menguliti. "Macam-macam, kau akan didepak dari sini secepatnya, Nala." Nala mendesah pelan. Menatap Tuan Kama dengan sorot mata hampa, lalu mendesah. "Kalau begitu, aku permisi." Tanpa lagi menoleh ke belakang. Mendapati kalau Tuan Kama masih seegois dulu. Saat pria itu mengejarnya, mengimingi-imingi kehidupan mewah karena gaji yang dia terima lebih besar, dan lebih banyak dari pegawai biasa seperti dirinya. Dan Nala dengan kepala terangkat menolaknya. Dia tidak akan termakan bujuk rayu penjahat kelamin seperti Tuan Kama. Yang mementingkan s**********n dibanding perasaan. Nala memejamkan mata. Di saat dia memikirkan kondisi lain yang membuatnya bertahan sejauh ini. Saat dia mencoba untuk tetap tegar meski badai itu menghantamnya. Nala hanya tidak tahu ... mau sampai kapan dia bertahan? *** "Rasanya asin sekali masakan tadi," keluh Ayumi. "Apa koki di kantin baru lagi?" Nala hanya mengangkat bahu. Saat dia mendapati CEO, atau founder perusahaan mereka baru kembali dari kunjungan luar negeri selama tujuh hari penuh. Dia kembali dengan baik-baik saja dan selamat. Tengah menyalami beberapa kepala direksi yang tengah berbincang. "Jam makan siang telah berakhir, ada kebijakan lain yang tidak kuketahui selama aku tidak ada?" Nala mendesah pelan. Menemukan Ayumi menggigit ujung sedotannya dengan mata berbinar saat tatapan itu mendamba jatuh pada Azda yang tampil sempurna siang ini. Pria itu memang terlambat, dan semua bisa ditoleransi saat orang tampan nan kaya yang melakukannya. Dunia tidak adil. Nala menghela napas. Saat dia dan Ayumi baru bisa menikmati makan siang yang sebenarnya setelah menyeleArrakan beberapa pekerjaan. Dan Tuan Kama yang menghilang dari ruangannya. Nala tidak tahu, mengapa bisa Tuan Kama lolos dari bagian HRD yang super ketat? Bagaimana bisa mereka menyaring pekerja seperti itu? Yang mementingkan ego dan temperamen buruknya untuk menang di atas segala-galanya? "Ayo." Ayumi menarik tangan Nala yang malah larut dalam pikirannya sendiri. Saat gadis itu melengos, mencari lift yang kosong. Dan mereka menunggu selama dua menit lamanya sebelum lift yang membawa mereka menuju lantai ruangan kembali. Nala mendapati Ayumi menahan napas saat Nato Azda masuk, bersama dua kepala direksi lain. Ada empat kepala direksi yang tadi mengobrol bersama, dan dua lagi pergi keluar entah kemana. "Permisi." Salah satu pria tua itu bicara. Ayumi bergeser di saat Nala ikut bergeser. Mendadak kecil jika melihat siapa ketiganya dan siapa dirinya. Ayumi tidak pernah melepas tatapannya dari Azda yang bersandar pada dinding lift. Sorot mata tajam, hidung tinggi, dan kulit yang bersih, bos muda itu jelas menjadi incaran banyak orang. Nala mengerti seberapa terkenalnya CEO perusahaan yang menaungi dirinya bekerja. Nato Azda jelas bukan dianggap remeh. Dia bukan pria sembarangan. Dengan track record yang bagus. Bersih dari skandal, dan menjadi pihak dermawan sepanjang tiga tahun berturut-turut, Azda jelas menjadi daftar pertama untuk pria idaman yang ingin dijadikan menantu oleh banyak orang. Terlepas uang yang banyak, pembawaan Azda yang tenang dan lebih banyak bertindak adalah salah satunya. Nala pernah mendengar beberapa kali Azda bicara panjang lebar, tapi untuk keperluan perusahaan. Sisanya? Tidak ada. Pria itu akan diam, diam, dan diam. Mungkin, dalam beberapa kasus Azda terlihat apatis. Namun, beberapa kejadian merubah pikiran Nala. Nato Azda boleh hanya duduk-duduk santai, memantau pegawainya dalam diam. Tapi, pria itu tentu saja bekerja untuk kemajuan perusahaan. Membayar gaji karyawan yang rela bekerja dan pulang malam demi menaikkan reputasi perusahaan keluarga ini, Azda tidak akan seacuh itu. Ayumi terbatuk tanpa sadar. Membuat Nala mengerjap saat matanya tertangkap basah diam-diam mengagumi Azda dari jarak selebar ini. Pria itu hanya mengangkat alis, berlaku seperti biasa. Seakan ekspresi datar memang sudah harga mati bagi diri pria itu. "Maaf." Ayumi mengulum senyum malu. Saat kedua pria paruh baya itu mengangguk. Dan saat keduanya turun di lantai yang berbeda, lalu bergantian mereka. Ayumi maju lebih dulu. Saat Nala menyusul dan dia menoleh ke belakang, menemukan Azda menatapnya dalam diam, tanpa ekspresi dan dengan tatapan mata yang tidak pernah ingin Nala dapatkan selama hidupnya. Tolong. Remasan Nala pada pergelangan tangannya mengencang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

Over Protective Doctor

read
474.0K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
579.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook