bc

(Rahasia) Tentang Kita

book_age16+
712
FOLLOW
3.0K
READ
second chance
friends to lovers
drama
sweet
bxg
office/work place
secrets
wife
husband
model
like
intro-logo
Blurb

Yuda merasa Rana melupakan kenangan mereka saat masa sekolah dulu. Karena setelah 12 tahun berlalu dan mereka kembali di pertemukan, Yuda bak orang asing di mata gadis itu. Hubungan keduanya pun harus di rahasiakan karena profesi Rana sebagai model yang masih terikat kontrak dan tidak boleh menikah.

Semula semua tampak biasa saja, sampai malam itu terjadi Yuda dengan paksa merenggut kesucian sang istri meski itu hal yang wajar karena mereka telah resmi menikah tetapi kekasaran Yuda membuat luka masa lalu Rana kembali terbuka, membuat hubungannya dengan Yuda berantakan. Rana ingin berpisah tetapi Yuda masih ingin bersama.

Penyesalan dan rasa khawatir di hati Yuda membuat dia harus berjuang untuk meyakinkan sang istri kembali.

Di tengah rahasia hubungan mereka. Akankah Yuda bisa kembali memiliki kesempatan kedua dari Rana untuk memperbaiki hubungan mereka? Dan apa yang terjadi di masa lalu sampai Rana memiliki luka yang kembali membuat dia terpuruk?

**

Cover : Orisinal

Dibuat oleh : Purplerill

Gambar : Unplash.com

Font : App text on photo

chap-preview
Free preview
1 : Pulang
Empat tahun hidup di Paris sendirian membuat Yuda merindukan suasana di Negaranya sendiri. Kedatangannya kembali ke Indonesia adalah untuk mengambil alih perusahaan keluarganya karena sang ayah yang harus segera lengser dari jabatannya, mengingat di umur yang sudah tak muda lagi beliau seharusnya hanya berada di rumah menikmati masa tua bersama dengan Istrinya. Yuda Malik Alhanan yang merupakan penerus tunggal dari Perusahaan Alhanan, anak dari pasangan Hedy Alhanan dan Nurma Alhanan kali ini bernapas lega saat pesawat yang dia tumpangi mendarat dengan mulus di Negaranya tercinta, Indonesia. Laki-laki yang sekarang ini memasuki umur 25 tahun memiliki paras yang begitu rupawan. Laki-laki keturunan Indonesia asli campuran suku Sunda-Betawi ini tampak begitu memesona dan seolah memiliki daya tarik sendiri untuk setiap orang yang melihatnya. Roda koper berwarna hitam melaju seiring dengan langkah kakinya. Kacamata hitam yang melekat di hidungnya membuat penampilan laki-laki itu semakin luar biasa. Dari kejauhan seorang pria yang terlihat lebih tua darinya berdiri dengan sebuah kertas bertuliskan “Selamat datang kembali Tuan muda Alhanan” membuat hatinya tergelitik. Penyambutan yang menurutnya terkesan berlebihan, seolah dirinya tengah pulang dari medan perang. Namun tak urung semakin melebarkan langkahnya mendekati pria tersebut, pria yang dia tahu sudah belasan tahun ini mengabdi kepada keluarga Alhhanan. “Apa kabar Paman Rama?” Laki-laki itu melepas kacamatanya dan memeluk orang yang di panggilnya “Paman” begitu hangat. “Baik, Aden,” balas pria tersebut membalas pelukan hangat dari anak majikannya. “Ah Paman kebiasan banget," protesnya mendengar panggilan "Aden" tersemat dalam perkataan Paman Rama. "Yuda, Paman,” lanjutnya, wajah laki-laki yang menyebut dirinya dengan nama Yuda, seolah merajuk karena panggilan dari Paman Rama. “Sudah seharusnya begitu." Paman Rama tersenyum hangat. “Terserah deh. Ayo kita pulang! Yuda kangen masakan Mama.” Yuda menarik kembali koper miliknya, mengabaikan Paman Rama yang hendak meraih koper tersebut. Mereka berjalan ke arah mobil yang sejak tadi sudah siap untuk mengantarkan dirinya kembali pulang ke rumah. “Kirain Jakarta udah nggak macet,” ucapnya memecahkan keheningan. Mobil masih melaju menerobos kemacetan yang selalu terjadi di setiap sudut jalanan Ibu Kota ini. Pemandangan yang tidak asing lagi untuk mereka yang sudah tinggal lama di kota ini. Namun tentu menjadi hal yanga asing bagi mereka yang tidak terbiasa dengan kemacetan kota Jakarta. “Ibu kota banyak berubah dan semakin ramai, Yuda,” balas Paman Rama yang sekarang sudah memanggilnya tanpa embel-embel lain, hanya namanya saja membuat senyum di wajah Yuda terbit. Yuda mengangguk membenarkan. “Saya harus terbiasa lagi dengan situasi ini,” gumamnya dan kembali melihat kendaraan yang berlalu lalang di balik kaca mobil. ** “Anak Mama akhirnya pulang.” Pelukan hangat yang selama ini dia rindukan kini kembali terasa. Ibunya menyambut kedatangan dia dengan mata yang berkaca-kaca. Cukup lama memang mereka tidak bertemu karena kondisi yang memang sudah tidak memungkinkan untuk mereka bertemu lebih sering seperti sebelumnya. “Kamu kok kurusan, Sayang? Pasti deh makan nggak teratur. Udah Mama bilang kan waktu itu jaga pola makan kamu. Ih kamu bandel banget,” omelan sang ibu kepadanya. Bukan membuat dirinya merasa bersalah tetapi malah membuatnya terkekeh. Omelan yang selalu dia rindukan. Yuda tersenyum lembut pada sang ibu, mengajak wanita paruh baya itu masuk lebih dulu ke dalam rumah mereka. Paman Rama mengikuti ke duanya dari belakang bersama dengan koper yang kali ini ada di tangan pria tersebut. “Yuda mau makan masakan Mama, kangen banget. Selama empat tahun di Paris tetap bikin Yuda lebih berselera makan kalau masakan Indonesia, apalagi masakan Mama tercinta, terenak di seluruh kota.” Bu Nurma –Ibu Yuda- tertawa mendengar perkataan anaknya yang terkesan berlebihan namun tak urung membuatnya terharu karena sang anak masih merindukan masakannya. “Ya udah mulai hari ini kamu harus banyak makan. Jangan sampe kaya orang yang nggak mampu beli makanan," ucap Bu Nurma. “Iya siap, Mama.” “Oh iya, Papa ke mana, Ma?” tanya Yuda melihat hanya sang ibu dan beberapa asisten rumah tangga mereka yang tampak menyambutnya kali ini. “Ah iya ni Papa bukannya sambut anak, malah pergi sama Daffa,” ucap Bu Nurma agak jengkel mengingat sang suami yang lebih memilih pergi dengan Daffa, anak dari almarhum sahabat mereka. “Kak Daffa?” “Iya, siapa lagi. Teman Papa main catur tu." “Udah berapa lama ya Yuda nggak ketemu Kak Daffa.” “Nanti dia pasti datang ke sini sama istrinya.” Yuda mengangguk dan mereka pun berjalan ke arah meja makan. Di mana sudah tersedia beragam macam lauk-pauk untuk menyambut kepulangan Yuda. Masakan sang ibu memang selalu dia rindukan dan kali ini tidak lagi karena setiap hari akan kembali di sajikan oleh sang ibu di rumah ini. ** “Ganti gaya..” “Oke..” “Satu... dua..” Jepretan kamera dan sang model yang tengah berpose menjadi pemandangan yang memukau orang-orang di sini. Sang model tampak begitu elegan dengan gaun yang melekat di tubuh rampingnya membuat siapa pun iri dengan penampilan model cantik tersebut. Rana Naava Zerlina atau lebih di kenal dengan nama Zerlin di kalangan para model dan masyarakat luas tengah melakukan sesi pemotretan di studio yang menjadi tempat kerja selama hampir empat tahun ini. Gadis itu tampak lihai di depan kamera meski kerap kali berganti gaya dan berganti pakaian yang memang sudah biasa dia lakukan. “Ya pemotretan hari ini selesai, terima kasih semuanya,” ucap sang fotografer. Beberapa orang yang merupakan asisten dari Rana menghampiri gadis tersebut dan membantunya untuk berjalan mengingat gaun yang di kenakan merupakan gaun pengantin yang tampak membuat gadis itu kerepotan. “Setelah ini aku free kan, Mbak?” tanya Rana kepada perempuan yang tengah sibuk dengan layar handphone di tangannya. Mbak Yuli namanya. Dia merupakan manager dari Rana, bagi gadis itu Mbak Yuli bukan hanya seorang manager yang mengatur setiap jadwal kegiatannya tetapi juga kakak yang kerap kali dia jadikan tempat mencurahkan isi hatinya, sama seperti kepada Husna –kakak iparnya. Mbak Yuli merupakan wanita single parent yang memiliki satu orang anak laki-laki, yang sekarang sudah memasuki sekolah menengah pertama. Mbak Yuli mengangguk, “Iya tapi nanti malam jangan lupa datang di acara pembukaan galeri milik Alan,” katanya. “Siap kalau itu, Mbak. Yang penting abis ini aku bisa free dulu. Pacaran dulu,” ucapnya di akhiri dengan kekehan. “Emangnya pacar kamu free?” tanya Mbak Yuli. “Iya dong. Tadi bilang gitu,” jawab Rana, tangannya masih sibuk melepas beberapa aksesoris yang tadi dia gunakan untuk sesi pemotretan, di bantu juga oleh asistennya bernama Mega. Menjadi model bukanlah cita-citanya. Tetapi entah kenapa sekarang dia malah begitu mencintai profesinya ini. Mungkin juga karena dia sudah masuk dan bergelut cukup lama dalam dunia permodelan. Dulu saat pertama kali dia mendapatkan tawaran untuk menjadi salah satu model iklan sebuah produk kecantikan, Rana sama sekali tidak menyangka itu semua menjadi awal baginya sehingga sampai di titik sekarang ini. Kadafa, Kakaknya itu sempat melarang apa yang di lakukan olehnya mengingat bagaimana pergaulan menjadi model di luar sana. Tetapi Rana bisa membuktikan bahwa tidak semua model masuk ke dalam pergaulan bebas dan kakaknya hanya termakan omongan gosip belaka. Sampai akhirnya Rana benar-benar membuktikan dengan sukses menjadi seorang model dan masih menjadi adik yang begitu baik di mata kakaknya. Dari sini juga dia mengenal Brian, yang tak lain adalah laki-laki yang sudah dua tahun ini menjadi kekasihnya. Brian juga merupakan salah satu fotografer yang sering kali menjadi partner kerjanya. “Idih mentang-mentang kerja bareng, jadwal pun sampe sama,” ejek Mbak Yuli yang tentunya dengan nada candaan. “Jelas dong, Mbak,” timpal Rana percaya diri. “Kita pergi sekatang, Beb?” Obrolan mereka terjeda saat seorang laki-laki menghampiri keduanya. Senyum Rana begitu cerah melihat keberadaan sang kekasih yang berdiri di hadapannya. “Aku ganti baju dulu,” ucapnya beranjak dari kursi. Brian mengangguk dan membiarkan sang kekasih untuk berganti pakaian. Sebelum mereka pergi menikmati waktu berdua di sela-sela pekerjaan mereka yang sama-sama padat. Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama meskipun tidak setiap saat pergi bersama tetapi setidaknya mereka tetap bisa bertemu di tempat kerja. ** Rana dan Brian menikmati waktu mereka berdua. Sekedar menonton di Bioskop dan makan bersama sudah membuat mereka senang. Semua ini kerap kali terjadi mengingat kesibukan yang begitu padat dari keduanya. Apalagi Rana yang bukan sekedar model saja tetapi sesekali di minta untuk tampil dalam iklan beberapa produk makanan, make up atau pun yang lainnya. Kariernya memang sedang melonjak. Tawaran dari produser pun berdatangan tetapi Rana tidak serta merta mengambilnya. Bukan dia sombong hanya saja Rana bukan ingin menjadi selebritis, dia sudah nyaman dengan dunia model meski di sini pun sebagai publik figure. Namun tentunya berbeda jika dia menjadi pemain film, kesibukannya akan membuat dia semakin sakit kepala. Sampai di titik ini pun Rana sudah menganggapnya luar biasa. “Habis ini kamu mau ke mana?” tanya Brian, mereka baru saja selesai makan setelah dua jam lalu juga selesai menonton. “Pulang aja. Nanti malam kita harus ke acara Alan lho.” Brian mengangguk, “Ya udah. Nanti malam aku jemput ya, Beb.” “Oke. Jangan sampe telat ya, aku nggak mau ah kena omel Alan.” “Ck! Selalu aja Alan dan Alan,” ucap Brian agak ketus. “Cemburu banget, dia sahabat aku.” “Ya wajar dong. Apalagi dia cowok.” “Tapi aku cintanya sama kamu, gimana dong.” Brian menoleh dan menatap sang kekasih yang tengah menunjukkan wajah begitu menggemaskan. Ingin rasanya dia mencium bibir merah milik Rana tetapi dia kembali ingat mendapatkan Rana tidak mudah, gadis ini juga tidak suka hubungan yang terlalu intim bahkan sekedar ciuman. Dan selama ini Brian berusaha untuk tidak melanggar dan membuat Rana pergi darinya. Padahal sejujurnya dia bahkan ingin melihat Rana berada di bawahnya dan menikmati malam indah mereka. Dia laki-laki normal dan itu bukan lagi hal tabu untuknya tetapi tidak bisa dia lakukan dengan kekasihnya. “Gombal banget pacar aku,” Brian mencubit pipi kanan Rana membuat gadis itu meringis namun kemudian tertawa pelan. “Belajar dari kamu,” balas Rana. ** “Nanti malam datang ke acara sepupu kamu, Yud. Papa sudah bilang sama dia kalau kamu sudah pulang dan akan datang.” Perkataan Pak Hedy -Papa Yuda- membuat laki-laki itu mengangguk singkat. Meski dia baru saja mendarat dan sampai di rumahnya tetapi setiap apa yang di katakan oleh laki-laki paruh baya yang menjadi contohnya selama ini dalam setiap langkah kehidupannya, tidak bisa dia abaikan. “Ada acara apa, Pa?” tanya Yuda lalu menyesap teh yang tadi di sajikan untuk mereka yang saat ini berada di tempat santai yang terletak di halaman belakang rumah mewah ini. “Pembukaan galeri baru milik dia.” Yuda mengangguk, “Kak Daffa juga datang?” kali ini kedua mata Yuda menatap ke arah laki-laki yang sejak tadi duduk di sebelah kirinya. Kadafa Danish Zerlino yang juga merupakan kakak kandung dari teman masa kecilnya dulu. Juga orang yang selama ini di percaya oleh Yuda untuk menemani kedua orang tuanya selama dia berada jauh dari keduanya. Laki-laki yang juga sudah Yuda anggap seperti kakaknya sendiri bahkan menjadi bagian dari keluarga Alhanan mengingat memang Keluarga Zerlino dan Alhanan sudah cukup lama bersahabat. “Enggak lah, tapi Rana datang.” Nama yang Daffa sebutkan membuat hatinya menghangat. Entah kenapa dia begitu merindukan gadis itu. Teman masa kecilnya yang sudah cukup lama tak dia temui. Mungkin belasan tahun lamanya mereka tidak bertemu, Yuda jadi membayangkan bagaimana gadis itu sekarang? “Rana." “Iya adik gue, masa lo lupa sama teman kecil lo sendiri.” “Tentu gue selalu ingat,” Yuda mengulas senyumnya. “Dia apa kabar? Pasti udah jadi perempuan dewasa,” sambungnya. “Ya. Lo nanti akan tau.” Yuda mengangguk. Dia tidak sabar melihat gadisnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
91.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
10.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
202.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
13.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook