bc

Married by Chance

book_age16+
875
FOLLOW
4.0K
READ
revenge
contract marriage
dominant
comedy
sweet
bxg
brilliant
genius
city
actor
like
intro-logo
Blurb

Allesia adalah penulis buku sekaligus naskah terkenal seantero negeri yang karyanya selalu ditunggu-tunggu para pencintanya.

Sementara Bimasena, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Sena adalah aktor kawakan dengan berbagai penghargaan yang berhasil ia bawa pulang karena prestasinya.

Sayangnya prestasi Sena tidak seperti Alle yang jauh dari kabar tak sedap, hidup aktor berusia 34 tahun itu justru dibumbui berbagai intrik dan gosip miring yang terus menerpanya. Dan yang terburuk, Sena diberitakan memiliki pasangan sesama jenis yang tentu bisa menghancurkan karirnya!

Tapi tidak, semua itu tidak terjadi ketika berita mengenai pernikahan Sena dan Alle tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Masalahnya, bagaimana bisa? Ketika Alle saja baru mengetahui prihal rencana pernikahannya itu persis dari pemberitaan mengenai dirinya dan Sena yang tersiar serentak di televisi seluruh negeri.

chap-preview
Free preview
1. Sang Bintang
“Selamat atas kesuksesan film kita!” Seru seorang pria bertubuh tambun yang berusia sekitar awal lima puluhan. Pria itu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, yang kemudian disambut oleh rekan bisnis, karyawan serta orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film yang dimaksudnya tersebut. “Woooahhhh…!” Sahutan riuh terdengar menanggapi seruan pria itu, semua yang ada di sana mengangkat gelas mereka, bersulang untuk merayakan kerja keras mereka yang berbuah manis. Bisingnya suara musik terdengar di seluruh penjuru ruangan. Tentu saja melihat di mana tempat itu berada sekarang. Satu cafe yang bisa di bilang megah, disewa khusus oleh sekelompok orang yang menyebut mereka berasal dari dunia hiburan. Semua yang ada di sana terlihat antusias, bersulang, meminum minuman mereka dengan tawa. Aura kebahagiaan terlihat jelas menyelimuti sekitarnya begitu pekat, ah—mungkin pengecualian untuk satu orang. Ssatu orang yang sebenarnya berperan penting dalam suksesnya film itu namun tidak menyukai suasana ramai yang ada di sekitarnya, satu orang yang lebih suka dengan dunianya sendiri, satu orang yang terpaksa diseret ke sana karena… ya seperti yang dikatakan tadi, sosoknya adalah salah satu yang terpenting untuk terwujudnya film itu. Sebab dia… adalah pencipta dari seluruh jalannya cerita. “Allesia! Sini, sini… Kenapa kamu kelihatan nggak bersemangat gitu? Pesta inikan kita adakan untuk penulis Allesia yang jenius luar biasa! Jadi mari bersenang-senang, lalu setelah ini ayo buat film-film sukses lainnya! Yeah!” Pria baya itu kembali berseru, mengarahkan gelasnya ke arah seorang wanita yang dipanggilnya Allesia. Namanya Allesia Manangan, wanita lajang 29 tahun yang sudah terjun ke dunia penulisan dan khayalan sejak usianya masih belasan. Karir yang panjang, terjal dan tak mudah, akhirnya sedikit mengalami peningkatan sejak salah satu karyanya diangkat ke layar lebar lebih dari lima tahun lalu, dan sejak itu, namanya menjadi begitu dikenal oleh seluruh negeri, bukan hanya sebagai penulis dari novel-novelnya, tapi juga dari scenario-skenario film yang dibuatnya. Kembali ke Alle—begitu biasanya Allesia di sapa. Wanita itu memaksakan dirinya untuk tersenyum, mengangkat gelasnya sendiri yang berisi air putih—berbeda dengan kebanyakan orang-orang di sana yang rata-rata berisi alkohol atau semacamnya, lalu membalas dengan seruan pelan. “Yee-eh...” “Selamat Kak Alle! Ayo buat film lagi, buat film lagi!” “Ya Mbak Alle, kita buat film yang sukses besar seperti ini lagi ya! Ayo! Cepat tulis naskahnya sekarang!” “Kak Alle! Kak Alle! Kak Alle!” Mabuk. Orang-orang ini sudah benar-benar mabuk dilihat dari bagaimana mereka bicara sekarang. Lalu bagaimana dengan Alle? Alle hanya meminum air di dalam gelasnya sambil membuang wajahnya ke arah lain, memejamkan mata tanda bahwa dirinya sudah benar-benar tidak tahan berada dalam situasi seperti sekarang. “Kak Al mau pergi aja? Kalau Kak Al memang merasa udah nggak nyaman biar aku yang jelasin ke Pak Manoj nanti.” Seorang wanita lain menghampiri Alle dengan raut khawatirnya. Beruntung Alle saat ini sudah tidak lagi menjadi pusat perhatian karena yang lain sudah sibuk dengan obrolan mereka sendiri. “Aku pulang setelah ke kamar mandi sebentar.” Alle mengangguk kemudian berusaha bangkit dari kursinya dengan bantuan gadis yang bicara dengannya tadi. Raisa, 23 tahun. Gadis yang bicara dengan Allesia tadi adalah asistennya. Asisten penulis yang pekerjaannya kadang merangkap apa pun termasuk menjadi asisten pribadi yang bertugas juga menjadi juru bicara Alle jika wanita itu tidak menginginkannya. Membiarkan Alle pergi, Raisa masih mengamati punggung atasannya yang berlalu itu sampai benar-benar tidak terlihat lagi. Menghilang di balik tembok menuju lorong yang mengarah ke toilet di café yang secara khusus di sewa oleh mereka. Wanita 29 tahun itu berjalan menuju toilet sambil bertumpu dan berpegangan ke tembok manapun yang bisa digapainya. Sempoyongan? Sedikit. Bukan karena alkohol sebab Alle tidak meminum minuman seperti itu, hanya saja setiap kali Alle berada di keramaian dalam waktu yang cukup lama, hal itu bisa membuatnya pusing dan mual, itu kenapa, Raisa yang sudah cukup mengerti bagaimana seorang Allesia akhirnya mempersilakan wanita itu pergi dari sana. Alle akhirnya bisa bernapas sedikit lebih leluasa setelah menjauh dari orang-orang itu. Bukan apa-apa, tidak ada yang salah sebenarnya dengan acara yang seperti ini, dalam dunia hiburan hal seperti ini jelas sudah biasa, hanya untuk Alle, dirinya tidak pernah bisa terbiasa dan tidak pernah menyukainya. “Hah... Gue benar-benar akan pulang setelah ini.” Gumam Alle memegang kepalanya sendiri yang terasa berputar-putar, pening bukan main. “Ibu nggak akan memarahin kalau gue pulang larut malam kayak gini, kalau—” Langkah Alle seketika terhenti begitu pula dengan gumamannya yang ngalor-ngidul ketika melihat di ujung Lorong—di mana sebelah kirinya adalah tanda bahwa itu adalah tempat toilet berada justru memperlihatkan dua orang yang jika dari sudut Alle saat itu terlihat kalau kedua orang itu sedang... ciu— Alle melangkahkan kakinya mundur saking terkejutnya. Sayangnya, karena tubuhnya yang kaku wanita itu malah tersandung kakinya sendiri hingga jatuh dan menimbulkan suara cukup keras dan membuat dua orang yang berada di pojokan sana menyadari keberadaannya dan menyudahi apa yang sedang mereka perbuat. “M-maaf! Saya nggak bermaksud untuk ganggu! Sama sekali nggak!” Ucap Alle meringis dan memaki dirinya bodoh tanpa suara. Wanita itu masih berusaha bangun dari posisinya, jadi meski mengutarakan permintaan maaf posisi Alle tidaklah menatap dua orag yang dipergokinya di sana. Eum, sebenarnya bisa saja sih Alle meminta maaf sambil menatap keduanya, hanya saja Alle memutuskan untuk tidak melakukan itu. Allesia masih shock, masih terkejut dengan apa yang dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Well melihat dua orang yang seperti itu di dunia hiburan seharusnya sudah menjadi hal yang biasa, hanya saja… Apa yang Alle lihat ini— “Sial, kenapa pula sih mereka harus melakukannya di sini? Apa nggak ada tempat lain untuk melakukan hal semacam itu jadi gue nggak harus memergokin mereka kayak gini.” Gerutu Alle dalam hati, buru-buru bangkit dan memutar tubuhnya untuk segera pergi dari sana. Alle memutuskan untuk langsung pulang saja. Beruntung saat akan ke kamar mandi tadi Alle membawa tas selempang miliknya dan tidak menitipkan benda itu pada asistennya, Raisa. Jadi meski langsung pergi dan tidak berpamitan pada siapa pun tidak akan menjadi masalah. Toh Raisa tadi bilang kalau dia yang akan menyampaikan pada produser dan lainnya bahwa Alle pulang lebih dulu. Dengan ini Alle hanya perlu mengirimkan pesan pada Raisa dan selesai semuanya, bukan? Ah, tentu termasuk melupakan apa yang dilihatnya tadi agar hari ini benar-benar... “Tunggu!” Tengah sibuk berpikir dan terhanyut dengan rencananya sendiri Alle mendengar suara yang terdengar seperti tengah mengarahkan kata itu untuknya. Tapi tidak, Alle memutuskan untuk tidak berhenti dan melanjutkan langkahnya karena wanita itu mendapatkan firasat yang tidak enak mengenai hal ini. “Saya bilang, tunggu! Hei!” Benar, kan? Suara itu benar-benar tertuju padanya, kan? Sebab siapa lagi di sini yang ada selain Alle. Yang dengan sialnya memergoki dua orang dipojokan dan sedang memadu kasih dengan cara yang tidak senono— “Saya bilang, tunggu! Kamu! Hei! Kamu si penulis itu, kan? Kamu—Allesia!” Seru suara itu lagi, kali ini lebih lantang. Yang menyebalkan, tadi apa dia bilang? “Kamu si penulis itu?” Apa Alle tidak salah dengar? Yang benar saja! Setelah semuanya, setelah apa yang mereka lakukan bersama selama ini—maksudnya dengan project film mereka bersama—pria tidak benar-benar mengenali Alle? Sampai harus mengatakan pertanyaan tidak sopan macam itu? Dia pikir dia siapa?! Tentu saja, karena harga dirinya yang tinggi dan sifat Alle yang memang keras juga urakan, Alle akhirnya menghentikan langkahnya, wanita itu berbalik dan menghadapi pria yang memanggilnya sejak tadi. Siapa lagi? Kalau bukan laki-laki pemeran tokoh utama dalam film yang ditulisnya, ah, juga pelaku perbuatan m***m yang baru saja Alle saksikan di ujung lorong menuju toilet beberapa detik lalu. Dia, Bimasena—Bimasena Ardiraga, aktor papan atas negeri yang terkenal dengan prestasi juga berita-berita yang selalu ada menimpa dan menghampirinya. Well, kalau Alle bisa sarkas sedikit, Alle akan menyebutnya sebagai aktor beribu sensasi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook