bc

Masa Putih Abu-Abu

book_age4+
2.1K
FOLLOW
18.6K
READ
friends to lovers
goodgirl
inspirational
student
drama
comedy
sweet
humorous
highschool
like
intro-logo
Blurb

Nirina ingin menjadi seorang ahli Fisika. Akan tetapi, ulahnya yang tengil sering membuat semua guru sakit kepala. Tidak jarang keusilannya membuat semua guru mendadak pusing. Tak hanya itu, Nirina juga berani menjawab semua nasihat atau perkataan dari gurunya terutama guru BK. Di balik ulahnya yang selalu membuat guru pusing, Nirina mempunyai segudang prestasi yang membanggakan.

Nirina bisa naik ke kelas tiga dengan nilai yang sangat membanggakan. Gadis ajaib itu bahkan masuk dalam kelas tiga yang favorit di sekolahnya. Sebuah prestasi yang patut diacungi jempol. Ketika tamat, setelah melalui serangkaian ujian sekolah, gadis ajaib itu juga mendapatkan sebuah beasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama.

chap-preview
Free preview
Masa Putih Abu-Abu
Hari Minggu yang cerah, aku memutuskan membereskan semua kardus berisi buku-buku semasa sekolah. Sayang kalau dijual, harga tidak seberapa tapi membuat banyak kenangan yang hilang. Suka duka saat menempuh pendidikan SMA dulu, jauh dari orang tua dan aku indekos. Aku harus mandiri, suka tidak suka dan mau tidak mau harus bisa mandiri. Hal ini tentu tidak mudah tapi aku bisa. Menemukan banyak kenangan dalam buku catatan dan kertas ulangan beberapa belas tahun silam membuatku tersenyum. Hati ini bahagia mengingat semua ulah pada masa SMA yang kata orang sangat indah kala itu. [Na, buruan masuk kelas!] Satu pesan dari Fajar salah satu teman kelasku yang paling rajin mengirimkan pesan. Mungkin banyak pulsa atau habis merampok teman yang lain. [Na, ulangan Matematika sekarang! Jadwal maju ga ada susulan lagi!] Mata ini langsung melebar membaca pesan kedua. Bergegas cuci muka dan sikat gigi. Kilat! bahkan aku lupa sudah menutup pintu kamar atau belum karena lari mengejar angkutan umum untuk mengantar agar sampai di kelas dengan selamat. Nirina sosok gadis lucu dan kadang kekonyolannya membuat orang terdekat pusing. Guru di sekolahnya selalu saja pusing menghadapi tingkah polahnya. Gadis manis dengan rambut lurus sebahu, mata kecokelatan, dan kulit kuning langsat bukan bodoh hanya saja kadang malas untuk belajar. Apes! Angkutan umum bahkan tidak ada sama sekali. Jadwal anak sekolah sudah lewat. Aku terpaksa berlari agar bisa sampai sekolah demi mengikuti ulangan Matematika. Gerbang sekolah bahkan sudah ditutup rapat oleh satpam yang gayanya minta dijambak menggunakan lima belas pasang tangan manusia dewasa. Aku tidak kehilangan akal, panjat gerbang adalah salah satu keahlian yang wajib dimiliki oleh siswa yang sering terlambat. Berhasil! Aku memuji kecerdasan yang mendadak datang ke kepala ini. Aku lewat kantor guru tujuannya agar tidak ada yang curiga. Biasanya anak yang lewat kantor guru ada keperluan ke koperasi. Ide cerdas yang datang tepat pada waktunya. Tubuh ini gemetaran ketika sudah sampai depan pintu kelas. Aku mengetuk pintu dan menunggu dipersilakan masuk oleh Pak Bambang. Bukan takut pada beliau hanya saja segan. Hal ini tidak hanya menimpaku tapi semua siswa dan siswi satu sekolah ini. "Ya, silakan masuk," kata Pak Bambang dari dalam kelas. "Maaf, Pak, mengapa saya terlambat?" tanyaku tanpa sadar sambil menundukkan mata. Satu kelas ini justru riuh suara tawa, entah mereka menertawakan apa. Membuat aku penasaran dan mendongak melihat teman-temanku yang sibuk tertawa tidak jelas. "Ya, mana saya tahu kamu terlambat karena apa, 'kan tidak satu kos," jawab Pak Bambang sembari mengulas senyum yang jarang sekali terjadi. Aku segera mendekati tempat duduk milikku di sebelah Rini, teman sebangku yang sangat baik hati. Senyum yang mengembang di bibir segera sirna. Pak Bambang menegurku kembali agar berhenti berjalan. "Mau ke mana kamu?" tanyanya padaku padahal sudah tahu jika aku mau duduk. "Siapa suruh duduk di sana, sini kamu duduk di kursi saya," lanjut beliau sambil menunjuk kursi guru. Terpaksa aku duduk di kursi guru yang tidak akan bisa mendapat contekan dari berbagai sumber terpercaya walaupun kadang sesat. Pak Bambang memberikan kertas ulangan dan aku hanya lemas saja. "Untuk kertas corat-coret ambil dari bekas surat izin di laci yang kebanyakan didominasi milikmu!" Aku melongo mendengar perintah beliau. Waktu ulangan hampir habis, hanya tinggal satu nomor yang tidak bisa kukerjakan. Bersyukur, Nila mengumpulkan jawaban ulangan di meja yang kugunakan untuk menulis. Kesempatan emas datang, aku segera melihat jawaban nomor sembilan milikku yang masih kosong. Semua murid berhamburan keluar kelas setelah ulangan selesai. Aku langsung menghampiri Rini, teman sebangku yang sangat baik. Fajar, entahlah makhluk satu itu pergi tak jelas rimbanya. "Rin, kenapa tadi pas aku masuk kok pada ketawa? Apa ada yang aneh ya, 'kan aku dah biasa telat masuk sekolah?" Aku menanyakan hal yang mengganggu pikiran terlebih Pak Bambang tersenyum. "Kamu ga sadar emang?" tanyanya balik dengan senyum yang sangat lebar hingga giginya sedikit terlihat. "Kalo aku tahu ya ga akan tanya, suka aneh kamu ini," sungutku sambil berjalan pulang menuju tempat indekos. "Kamu pas masuk itu salah omong, s***p! Masa tadi bilangnya ke Pak Bambang gini, maaf, Pak, mengapa saya terlambat?" Butuh beberapa detik untuk mencerna perkataan Rini. Rini terkikik geli saat menceritakan kejadian tadi pagi. Aku mengingat apa saja yang kuucapkan sewaktu masuk kelas tadi. Sedikit tidak percaya jika ternyata yang keluar dari mulut ini adalah kalimat ''Pak, mengapa saya terlambat?'' "Hahaha ... padahal dari indekos udah persiapan mau bilang, Pak, maaf saya terlambat. Kenapa justru itu yang keluar ya?" tanyaku bingung. "Kalau aku sih ga heran kalau kamu gitu. Justru kalau ngomongnya baku dan bener orang takut. Takut kamu kesambet." Rini mengatakan dengan tawa berderai. Ya Allah, apa kabar aku, kenapa mengatakan hal yang kadang membuat orang bingung. Sudahlah, pada kenyataannya memang aku juga bingung dengan diriku sendiri. Jadi, jangan heran jika orang lain juga akan ikut bingung. "Besok ada Matematika lagi," kata Rini berpesan padaku. Aku mengangguk sebagai jawaban tapi lihat bagaimana besok saja. Masih besok tidak perlu dipikirkan sekarang. Menambah banyak pikiran dan biasanya aku akan lapar jika banyak berpikir. Rini gadis yang sangat anggun dan cantik. Sedikit ada darah arab yang entah berapa persen, hidung mancung dengan mata yang belok. Kulit putih, tinggi seratus enam puluh lima centimeter. Pantas jika dia menjadi seorang model majalah. Aku dan Rini pulang ke tempat indekos masing-masing. Rumah indekos Rini lebih dekat dari sekolah daripada tempatku indekos. Banyak teman-teman dan kakak kelas yang satu kos dengan kami berdua. Pernah ada keinginan untu satu indekos bersama, tapi segera kuurungkan. Tempat kos Rini pemiliknya sangat galak dan disiplin. Tamu pria yang bukan saudara kandung setanah air tidak boleh masuk. Hanya di depan gerbang indekos. Ibu pemilik indekos takut jika anak kosnya berbuat maksiat. Menurutku bukan itu yang beliau takutkan, tapi takut jika ada yang ingin indekos mengaku cewek tapi sebenarnya adalah makhluk tulang lunak. Indekos yang kutempati beda lagi, sangat bebas tapi ada aturan. Tamu pria boleh masuk di ruang nonton televisi. Di sana terlihat dari rumah beliau, siapa saja yang masuk ke tempat indekos. Tidak ada curiga, karena memang tidak ada yang sampai masuk ke kamar pribadi. Semua yang tinggal di tempat indekos ini sangat paham dan patuh pada aturab yang dibuat oleh pemilik indekos. Tak hanya itu, kadang di tempat indekos ini di sediakan camilan, walaupun hanya waktu tengah bulan saja.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.2K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.0K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook