bc

DIPAKSA DIJODOHKAN

book_age18+
5.7K
FOLLOW
67.4K
READ
arranged marriage
playboy
drama
like
intro-logo
Blurb

Tuhan seolah sedang menjungkirbalikkan takdir hidup seorang Ziel Nata Kusuma, seorang pemuda yang baru saja lulus sekolah SMA, ternyata dijodohkan oleh sang kakek dengan gadis yang merupakan cucu sahabatnya.

Bayangan indah dan seru sebagai anak kuliahan, seolah pupus begitu ia mengetahui gadis yang dijodohkan dengan dirinya.

Evelyn Xena Narendra, seorang gadis cantik sedikit tomboy, adalah gadis yang kakeknya jodohkan. Sial bagi Ziel sebab Evelyn adalah teman satu sekolah yang merupakan musuh bebuyutannya selama tiga tahun menimba ilmu di tempat yang sama.

Lantas, bagaimana kemudian perjodohan itu akan terlaksana di tengah penolakan yang dilakukan oleh Ziel dan Evelyn?

chap-preview
Free preview
First Kiss
Cup!  Terdengar sebuah kecupan di bibir Evelyn secara tiba-tiba, saat gadis berusia tujuh belas tahun itu terjatuh akibat tubrukan dari seorang lelaki yang entah dari mana datangnya.  Sedetik, dua detik hingga lima detik lamanya, kedua orang berlainan jenis itu terdiam mencoba memahami apa yang tengah terjadi. Hanya dua pasang mata yang saling terbuka lebar, melotot karena kaget.  Posisi yang sebelumnya, si gadis terbaring di lantai dengan tertindih sosok lelaki di atasnya, segera tersadar, setelah mendengar teriakan dari seorang gadis, "Ziel?!" Dengan derap langkah kaki terburu-buru setengah berlari, menghampiri keduanya.  Sang lelaki langsung terbangun dibantu dorongan yang sangat kuat dari gadis di bawahnya.  "Hei! Ziel? Maksud lo apa? Main sosor seenaknya aja!" Evelyn berkata dengan menggebu-gebu sambil mengelap bibir yang sebelumnya bersentuhan dengan bibir si lelaki bernama Ziel, yang merupakan teman sekolahnya.  "Sory, Eve, gua enggak sengaja!" jawab Ziel, tampak cuek.  "Bohong banget lo! Enggak mungkin. Lo pasti sengaja." Evelyn masih terlihat kesal. Bagaimana tidak, kejadian yang terjadi di lorong sekolah itu, merupakan hal yang memalukan karena disaksikan oleh banyak murid yang saat itu tengah duduk santai di pinggir lorong.  "Ziel!!" teriak seorang gadis bernama Danish. "Kamu tega banget sih sama aku! Ngapain kamu cium cewek bar-bar ini?" teriak Danish sambil jarinya yang menunjuk wajah Evelyn.  "Hei! Cewek ganjen, maksud lo apaan?" Evelyn membalas ucapan Danish dengan sama kerasnya.  "Apa lo bilang? Ganjen? Lo tuh yang bar-bar, jadi cewek kok enggak ada manis-manisnya!" "Eh, suka-suka gua yah! Apa pedulinya sama hidup lo?" balas Evelyn tak mau kalah.  Evelyn sebetulnya adalah seorang gadis yang cantik, hanya karena penampilannya yang sedikit tomboy, membuat ia tidak terlihat sebagai seorang gadis yang cantik dan berkelas.  "Ziel, kamu ngapain lari dari aku sih? Jadinya 'kan kamu harus malu gara-gara cewek ini!" ucap Danish sambil mata yang melotot ke arah Evelyn.  "Eh, Ganjen! Kalo mau juga gua yang malu tahu enggak! Makanya kalo punya cowok dijagain yang bener jangan sampai kabur, kalo bisa lo ikat pakai tali!" cerocos Evelyn yang masih emosi.  "Sial banget gue hari ini. Mesti buru-buru ke dokter deh, biar bibir gue enggak kena virus!" serunya menatap tajam Ziel.  "Eh, cewek bar-bar! Sembarangan aja lo ngomong. Emang gua penyakit yang nyebarin virus?" Kini Ziel balik menatap tajam Evelyn. Keduanya saling berhadapan dengan mata yang sama-sama menatap tajam. Bukan cerita baru bagi seluruh penghuni sekolah Budi Bangsa melihat pertengkaran yang terjadi antara Evelyn si gadis tomboy dan Ziel si lelaki playboy. Kejadian ribut antara keduanya sudah terjadi sejak awal mereka masuk sekolah.  Saat itu, Ziel yang tengah bermain basket bersama kawan-kawan barunya berniat mengoper bola ke arah temannya, tetapi tanpa sengaja malah meleset dan terlempar keluar lapangan. Bisa ditebak, saat itu ada Evelyn dan Dita —kawan barunya, yang tengah berjalan di sisi lapangan hendak menuju kantin.  Tak ayal sang gadis jatuh terjerembab akibat hantaman bola yang lumayan keras mengenai kepalanya. Ziel yang menyadari kesalahannya langsung menghampiri Evelyn, berusaha membangunkannya, tetapi ditolak mentah-mentah oleh gadis itu.  "Maaf yah, gua enggak sengaja. Lo enggak apa-apa 'kan?" ucap Ziel meminta maaf.  "Enggak apa-apa gimana, kepala gua bocor nih!" seru Evelyn yang Ziel tahu itu sangat berlebihan. Sebenarnya kepalanya tidak terlalu sakit, tetapi rasa malu yang membelenggu dirinya sebab jadi bahan tontonan murid yang lain, membuat ia kesal kepada Ziel.  "Eh, jangan berlebihan dong! Gua lihat lo enggak apa-apa, kok. Ini bola, Non, bukan batu. Masa bisa bikin kepala bocor. Aneh-aneh aja!" sahut Ziel yang mulai terlihat emosi.  "Kalo ada apa-apa sama organ dalam kepala gua gimana? Lemparan bola lo tadi udah bikin gua terjungkal." "Iya, gua tahu. 'Kan gua juga udah minta maaf karena enggak sengaja. Lagian lo ngapain ada di sini coba." "Loh, kok lo jadi nyalahin gua. Jelas-jelas gua yang jadi korban di sini, tetapi malah dibikin jadi tersangka." "Siapa yang nyalahin lo?' "Lah itu tadi, lo sendiri yang bilang. Dasar orang aneh. Pokoknya gua enggak mau tahu, kalo ada apa-apa sama kepala gua ini lo bakal gua cari meski pun lo sembunyi di lubang semut sekali pun." "Sorry yah, gua enggak akan sembunyi tuh! Tenang aja kalo ada apa-apa sama kepala lo, gua akan tanggung jawab." Sejak saat itulah Evelyn dan Ziel seperti kucing dan anjing. Keduanya kerap kali bertengkar jika terjadi gesekan. Padahal keduanya berbeda kelas, tetapi setiap harinya ada saja kejadian yang menyebabkan si bar-bar dan si playboy bertengkar.  Seperti siang itu, keduanya yang tengah menanti penyerahan ijazah sekolah harus kembali bertengkar akibat kejadian yang sebetulnya romantis bagi orang yang sedang jatuh cinta, tetapi sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Evelyn dan Ziel.  Ya, Evelyn dan Ziel sudah dinyatakan lulus sebagai murid SMA, dan kini mereka diharuskan datang ke sekolah untuk mengambil ijazah serta berkas administrasi sekolah lainnya.  Evelyn yang saat itu hendak menuju ruang kelasnya, tiba-tiba ditubruk oleh Ziel yang sedang lari dari kejaran Danish. Danish adalah teman sekelasnya yang sejak dulu menyukai dirinya, tetapi tak kunjung mendapatkan cinta sang playboy. Akibat tubrukan itu, Evelyn terjatuh ke lantai sekolah dan tertindih oleh Ziel. Selain itu, tubrukan yang sangat kuat dari Ziel menyebabkan bibir keduanya harus beradu.  "Gua tadinya udah baik-baik, yah, minta maaf sama lo, tetapi respon lo kaya gini gua cabut deh kata maaf gua." Ziel pergi meninggalkan Evelyn yang terbengong dan juga Danish yang sedari tadi ia cueki. "Cowok sialan! Playboy cap cicak! Awas lo yah!" Evelyn terus mengumpat di tengah senyuman para murid yang sedari awal menyaksikan pertunjukan seru dan gratis yang ada di depan mereka.  *** "Apa!" pekik Evelyn pada kedua orang tuanya.  Dirga dan Amelia menutup daun telinga masing-masing saat mendengar suara kencang dari sang putri. Keduanya sudah siap dengan reaksi yang akan putrinya berikan ketika mengutarakan satu berita yang mereka anggap penting.  "Mom!" lirih suara Evelyn kepada ibunya.  "Bunda!" ralat Amelia, membenarkan panggilan sang putri untuk dirinya, tetapi sepertinya Evelyn tidak peduli.  Sejak kecil gadis itu memang memanggil Amelia dengan panggilan Mommy. Hal itu bermula ketika ia memiliki tetangga masa kecil yang berkewarganegaraan Inggris bernama William. Teman masa kecilnya itu memanggil ibunya dengan sebutan Mommy. Dari situlah, Evelyn mengikuti William memanggil dengan panggilan yang sama terhadap Amelia.  "Dad!" Kini ia beralih pada sang ayah.  "Hem!" jawaban singkat yang Dirga berikan.  "Are you serious?" tanya Evelyn pada Dirga.  "Ya, Ayah serius!" jawabnya mantap.  "Dad, aku ini masih tujuh belas tahun. Masih panjang cita-cita yang aku impikan supaya bisa terwujud. Masa aku udah mau dinikahin, yang bener aja dong! Apa putri Daddy ini enggak cantik dan enggak akan laku nanti?" "Siapa bilang kamu enggak cantik? Kamu cantik kok, cantik banget malah." "Ya, makanya kalo emang Daddy enggak ragu dengan wajah aku, kenapa Daddy seolah ragu kalo nanti aku enggak akan dapat jodoh tanpa harus kalian jodohkan kaya gini!" "Justru karena kamu ini cantik, dan sebagai orang tua kamu ini adalah gadis yang istimewa, makanya kami berniat menikahkan dengan seorang lelaki baik yang kami kenal keluarganya." "Tapi, Dad. Aku masih tujuh belas tahun, masa aku menikah muda? Lagian juga aku enggak kenal siapa lelaki itu, apakah buruk rupa atau bagaimana!" Sekali lagi ia menegaskan.  "Dia lelaki baik dan juga tampan!" sahut sang bunda.  "Momy, enggak usah ikutan deh. Momy ini aneh, sama-sama perempuan tapi kok enggak memahami aku sebagai putrinya," ucap Evelyn seperti akan menangis, dan dibalas oleh sang bunda dengan mengangkat kedua bahunya.  "Enggak usah pura-pura, Eve. Kamu itu bukan gadis yang cengeng, Ayah tahu itu. Lagian juga kalian enggak harus menikah sekarang-sekarang kok, perkenalan dulu. Kalo udah cocok dan cukup mengenal, baru kalian kami nikahkan." "Sial!" gumamnya. Rencananya tidak berhasil. "Ok, kalo begitu apakah aku boleh tahu siapa lelaki itu?" *** "Apa sama cewek bar-bar itu? Aku enggak mau!" teriak Ziel pada kedua orang tua dan kakeknya.  "Kamu jangan sembarangan, Ziel! Evelyn itu gadis baik-baik. Dia cucu dari Harsa Narendra, seorang pengusaha yang sangat baik dan dermawan, dan beliau adalah sahabat kakek sejak dulu," ucap Tuan Rifki —kakek Ziel.  "Kakek dan keluarga Evely mungkin kalian kenal dengan baik, tetapi cewek itu kalian belum tahu saja sifat dan sikap aslinya." Kalimat Ziel tampak sekali kesal.  "Apakah kamu pernah memiliki masalah dengannya, Nak?" tanya Sita —ibunya Ziel.  "Bukan pernah lagi, tapi hampir setiap hari," kesal lelaki itu menatap sang ibu.  "Ya bagus dong, itu lebih memudahkan perkenalan kalian, karena kalian berdua sudah saling mengenal satu sama lain!" "What? Kakek ini kenapa sih, kok ngotot banget ngejodohin Ziel sama cewek tomboy itu!" "Pokoknya kamu enggak bisa nolak perjodohan ini. Sudah lama kakek dan kakeknya Evelyn berencana menjodohkan putra atau putri kami. Namun, takdir Tuhan berkata lain, perjodohan ini terlaksana melalui cucu kami masing-masing." "Enggak tahu ah, pokoknya Ziel tetap pada pendirian awal. Ziel tidak mau dijodohkan terlebih dengan seorang cewek bar-bar itu." Setelah berbicara kalimat terakhir itu, Ziel pergi meninggalkan keluarganya menuju kamar.  "Biarkan saja, nanti juga dia bakalan mau, percaya sama Papa." Tuan Rifki berkata pada sang menantu --Ibu Ziel-- yang terlihat khawatir.  ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook