bc

KARMA IPAR JULID

book_age18+
3.1K
FOLLOW
25.7K
READ
dark
pregnant
playboy
badboy
drama
tragedy
sweet
serious
school
affair
like
intro-logo
Blurb

Nurma harus menelan pil pahit saat diboyong kerumah mertua oleh suami. Alih-alih mendapat keluarga baru, ternyata selama tinggal Nurma dijadikan bak pembantu dirumah metuanya sendiri.

Dua tahun, hidup dalam batin yang amat tertekan. Nurma akhirnya melawan saat sang buah hati, ikut menjadi sasaran sang mertua.

chap-preview
Free preview
01 - Brontak.
Byuurrrr .... Aku terlonjak saat guyuran air mendarat di kepala. "Uppss ... maaf. Gue pikir tidak ada orang," Maya, Adik perempuan suamiku, menempelkan tangan di mulutnya. Tanpa dosa dia langsung berbalik badan setelah menyiram kepalaku dengan air bekas rendaman cabai. Perih dan panas bukan lagi kepala, tapi juga hati ini. Aku yang sedang berjongkok memandikan Arya di kamar mandi, langsung membilas tubuh mungilnya. Untung saja guyuran itu tidak mengenai tubuh anakku. "Enak ya ... bangun siang langsung makan." Maya mencibir, saat aku membuka tudung saji. "Masih pagi, baru jam delapan," sahutku tak acuh. Maya menatap sinis, tak suka mendengar jawabanku. "Pagi-pagi tuh, bangun. Bantuin Ibu, jangan sibuk alasan menyusui," geramnya. "Oh yasudah ... mulai nanti malam, kamu yang nemenin Arya tidur, sekalian susui. Biar aku yang beres-beres rumah," jawabku sambil melempar senyum lalu masuk ke dalam kamar, setelah mengambil nasi beserta kawan-kawannya. Terdengar bantingan barang, di luar pintu. Usia Arya belum genap tiga bulan, seminggu setelah melahirkan Ibu selalu menuntut agar aku melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Sejak menikah dengan Mas Andri, aku langsung di boyong kerumah Ibunya. Dan ternyata mereka memperlakukan aku layaknya babu gratisan. Sekarang jangan harap! "Dek, kamu tidak bantu Ibu tadi pagi?" Mas Andri yang baru saja pulang kerja langsung menghampiriku di dalam kamar. "Bantu apa? Aku capek. Sesekalilah Ibu masak sendiri, ada Maya juga yang bantu-bantu." Jawabku ketus, sambil melipat pakaian si kecil Arya. "Eh Dek, tahu diri dong. Hidup menumpang dirumah mertua itu, harus bisa bantu-bantu." balas suamiku dengan wajah memerah. Alisku menaut, menatap bola matanya dengan lekat. "Selama ini emang aku cuma bengong doang disini. Habis pulang dari rumah sakit, Ibumu langsung menodongku mencuci pakaian keluarga ini satu bak munjung. Pikirmu aku tidak lelah?" "Awas kalau besok-besok tidak bantu Ibu, aku pulangkan kamu kerumah orangtuamu!" Dengkus Mas Andri sambil menoyor kepalaku dengan kasar. Dia memang begitu selalu mengancam dan bermain tangan. Aku yang sudah terlanjur di mabuk cinta selalu menurut, mendengar ancamannya bagaikan peluit kematian bagiku. Aah ... betapa lemahnya cintaku. Pagi hari aku hanya mencuci pakaianku dan Arya, aku pisahkan pakaian Ibu Bapak mertua dan kedua Adik-Adiknya. Baru sehari aku tak menjadi babu, rumah ini sudah sangat kacau berantakan. Meja makan penuh dengan makanan sisa, wastafel numpuk dengan piring kotor. Kedua Tuan Putri itu hanya tahu memoles bedak di wajahnya, pekerjaan rumah tidak pernah di sentuh sedikit pun. Jijik barang kali, takut tangannya kotor dan menjadi kasar. Maka aku yang di korbankan. Aku abaikan piring kotor yang melambai untuk di cuci, sampai busuk dan lumutan tidak akan aku menyentuhnya. Prankk!! "Dasar benalu, kerjaan rumah berantakan seperti ini tidak di kerjakan juga!!" Suara Maya menggema disetiap sudut ruangan. Aku yang sedang menjemur pakaian terlonjak kaget, langsung berlari menuju kamar saat mendengar suara tangis Arya. "Kenapa enggak sekalian di cuci, heh! Mata lu buta ya!!" Sembur Maya saat aku baru saja menginjak kaki di dalam rumah. Wanita berusia 17 tahun itu melotot tajam, dengan kedua tangan di atas pinggang. "Nih lu cuci. Atau pergi dari rumah ini sekarang!" Dengan sangat tidak sopan, bocah ingusan itu melempar satu ember berisi pakaian kotor di depan wajahku. Kesabaran yang selalu aku bangun, runtuh seketika. Dengan langkah lebar, aku mengambil celana dalam kotor itu lalu membalik tubuh Maya yang membelakangiku. "Cuci dalamanmu sendiri, atau aku sumpal ke dalam mulutmu!" tegasku sambil menempelkan secara kuat celana dalam itu di wajahnya. Maya menjerit histeris, di dorongnya tubuhku hingga aku mundur beberapa langkah. "Benalu! Awas lu, gua aduin ke Mas Andri. Biar di cerein lu sekalian!" Pekik Maya sambil berlari menuju kamarnya. Aku hanya menarik nafas, menormalkan detak jantung yang bertalu-talu. Selama dua tahun aku hanya diam, baru hari ini aku berani melawan. Aku langsung memasuki kamar, menenangkan Arya. Tak lama dering gawaiku berbunyi, nama Mas Andri tertera di dalam layar. Maya pasti sudah mengadu, Mas Andri pasti akan marah besar jika aku mengangkat teleponnya. Tak menggubris panggilan itu, setelah Arya kembali tidur aku langsung mengemasi pakaianku juga si kecil. "Takut! Mau kaburkan lu." Pintu kamar terbuka lebar, mataku terbelalak saat melihat Maya dan Ibu sudah berdiri di ambang pintu. "Tidak tahu diri. Hidup menumpang mau enak-enak saja!" Langkah kaki Ibu semakin dekat, Ibu langsung menarik rambutku sekuat tenaga. Aku menjerit kesakitan, bertubi-tubi pukulan kasar mendarat di wajah dan badanku. Selalu seperti ini, jika aku melawan atau mengadu sedikit saja, keluarga suamiku akan membuat tubuhku babak belur. "Tidak tahu di untung, dasar sampah, jelek. Malas lagi!" cacinya mengiris hati. Tak tahan dengan pukulan dan suara sumbangnya, kedua tanganku refleks menangkap tangan keriputnya. Ibu melebarkan mata, saat melihat aku mulai berani melawannya. Cukup sudah, aku di perlakukan mereka bak binatang. Aku cengkram tangan itu dengan kesepuluh kuku jariku, perempuan tua itu menggigil ketakutan. "M-au apa kamu, hah. Berani melawan, biar kusuruh si Andri menceraikanmu." Meski dengan suara bergetar Ibu masih bisa mengancamku. "Bilang sama anakmu, akupun sudah muak menjadi istrinya!" Desisku dengan nafas yang memburu. Aku seakan gelap mata, mendorong tubuh perempuan tua itu lalu melayangkan tendangan dengan keras. "Aaaakkkk!!" jeritnya memekik telinga. "Berhenti siaalan!" Maki Maya sambil memegangi tubuhku, aku memberontak entah dapat kekuatan dari mana aku bisa melepaskan diri dan balik mendorong tubuhnya. Maya meringis memegangi kepala, aku langsung mendekatinya dan melingkarkan tangan di leher jenjangnya. "Berhenti Nurma! Atau aku lempar bayimu!" teriak Ibu yang sudah berada di dekat Arya. Secepat kilat dia menggendong anakku dan mengangkatnya tinggi-tinggi. ***Ofd. Lanjut?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook