bc

My First Love (INDONESIA)

book_age18+
1.1K
FOLLOW
8.0K
READ
love-triangle
sex
family
forced
second chance
playboy
dominant
badboy
drama
first love
like
intro-logo
Blurb

Apakah cinta pertama akan selalu menjadi yang paling membekas?

Akankah semua cinta pertama selalu akan melahirkan kisah yang bahagia pada akhirnya?

Jika pada kenyataannya, cinta pertama itu lah yang akhirnya meninggalkan luka paling membekas di dalam d**a?

Inilah adalah kisah tentang kehidupan cinta Fayolla Alandari. Ketika semuanya berawal dari rasa nyaman dan akhirnya menumbuhkan cinta sekaligus luka karena dia yang ia sebut sebagai First Love.

"Kamu adalah cinta pertamaku. Laki - laki pertama yang memberi tahuku arti cinta antara laki - laki dan perempuan, bukan sebagai saudara. Namun mengapa kamu juga menjadi orang pertama yang memberikan aku luka begitu dalam hingga rasanya sulit aku lupakan?"

"Bisakah aku mempercayai dirimu untuk aku titipkan kepingan - kepingan hatiku? Jika pada kenyataannya bukan hanya namaku yang ada di dalam kepala dan juga hatimu, Alfagha Hizran Rianda?"

- Fayolla Alandari

chap-preview
Free preview
1. AWAL PERTEMUAN
"Ibu!" teriak Fagha dari dalam kamarnya. Bocah berumur enam tahun itu menangis kencang kala sang ibu tak jua muncul di kamarnya. "Kenapa sih mas? Pagi - pagi udah ribut aja? Ibu kan lagi mandiin Echa." Kesal Hyra yang harus berlari menuju lantai dua kala mendengar suara anaknya. "Ibu .... " "Hmm." "Mas ngompol lagi ...." ucap Fagha lirih. Suara anak itu masih terdengar serak. Hyra kembali menghela nafasnya. Sudah tidak aneh lagi kala putera satu - satunya itu akan menangis kencang kala ia terbangun dalam kondisi ngompol. Hyra mendekati sang anak. Ia duduk di sisi ranjang yang tidak terkena bekas ompolan Fagha. "Udah ganti celananya?" Tanya Hyra pelan. Tangannya mengusap rambut hitam milik anaknya itu. "Belum ibu." Fagha menggelengkan kepala. "Kenapa? Nanti masuk angin loh." "Mas takut,” jawab Fagha hampir menangis kembali. "Takut apa?" "Takut ada hantu ibu..." cicit Fagha. Hyra mengerutkan keningnya. "Ada hantu dimana?" "Di--di." "Mas Fagha, jawab ibu yang jelas dong, ada hantu dimana?" "Di kamar mandi, Ibu." Fagha langsung menubruk tubuh Hyra dan memeluknya kencang. Putera kesayangan Galang itu menangis dalam pelukan sang ibu tercinta. "Cup..cup, kok malah nangis sih?" Hyra menjauhkan Fagha dari tubuhnya. Tangannga terulur mengusap wajah sang anak yang telah dipenuhi air mata. Wajahnya yang putih pun tampak begitu memerah. "Cerita dulu sama ibu, mas tahu dari mana ada hantu di kamar mandi? Emang mas lihat sendiri?" Fagha menggelengkan kepalanya. "Terus?" "Kan di Film gitu ibu." Jawab Fagha polos. "Ha? Film apa?" Tanya Hyra kaget. Seingatnya, ia dan sang suami selalu mengawasi tontonan sang anak agar tidak menonton acara - acara yang belum sesuai dengan usianya. "Semalem, mas ikut nonton di kamar Kak Leya." Mata Hyra membulat. "Nonton apa?" "Film hantu ibu, hantunya muncul dari kamar mandi, ih takut ibu." "Kak Leya yang ngajak?" Fagha menggeleng. "Terus?" "Mas yang maksa minta nonton, abisnya mas penasaran ibu." Rengek Fagha. Hyra menghela nafasnya. Anak lelakinya ini memang luar biasa. Tingkat kemanjaannya bahkan melebihi dua puterinya yang lain. Terkadang Hyra suka bertanya - tanya, sifat siapakah yang ditiru oleh Fagha. Jika wajah, tentu semua orang tahu jika anak ketiganya itu mewarisi hampir semua wajahnya. Tapi untuk tingkah laku? Bahkan ia tak pernah merasakan sifat pada anaknya itu turun dari suaminya. "Trus kenapa bisa sampai ngompol? Mas kan udah lama enggak ngompol? Waktu itu udah ibu ajarin kan? Kalau berasa langsung ke kamar mandi." "Ya kan tadi mas udah bilang, mas takut jadi pipisnha mas tahan sampai pagi biar ada yang nemenin." Jawab Fagha polos. "Mas, dengerin ibu." Hyra memegang bahu Fagha agar Fagha melihatnya. "Jangan sekali - kali lagi nonton film horor." "Tapi Kak Leya boleh?" Sela Fagha. "Kak Leya sudah besar, lagipula Kak Leya enggak penakut kaya kamu sampai ngompol segala gara - gara takut ke kamar mandi." "Tapi kan bu..." "Atau kamu enggak boleh tidur sama ibu dan ayah lagi." "Enggak! Mas masih mau tidur sama ayah dan ibu." "Kalah kamu nih sama Echa." "Biarin..." Hyra menggelengkan kepalanya. Tingkah ajaib anaknya itu memang benar - benar membuatnya sakit kepala. "Yaudah, sekarang cepet ke kamar mandi, mandi dulu ganti baju biar ganteng. Ibu mau beresin tempat tidur kamu ini, bau pesing banget." "Temenin ibu..." Rengek Fagha. Hyra yang sudah memulai aktivitasnya membuka sprei bergambar doraemon itu langsung menghentikan tangannya. Ia langsung menoleh dan melihat anaknya yang masih juga belum beranjak dari tempat semula. "Mas, ibu disini loh. Kamar mandinya keliatan loh itu." Hyra mengangkat telunjuknya dan mengarahkannya pada kamar mandi. Fagha menggelengkan kepalanya. Ia langsung menarik tangan sang ibu. "Nanti kalau hantunya muncul gimana bu? Trus mas dicekek di lelepin ke bak mandi. Ibu tega?" Hyra memutar bola matanya malas. "Di kamar mandi kamu sejak kapan ada bak mandinya mas? Kan cuma ada shower sama ember kecil. Mana bisa kamu kelelep di ember kecilnya." Fagha terdiam. "Oh iya ya bu? Emang enggak ada ya?" Lagi - lagi Hyra hanya bisa mengelus dadanya. Sungguh kelakuan anaknya memang benar - benar ajaib. "Mandi cepetan atau ibu tinggal sekalian?" Fagha membulatkan matanya. "Mana bisa? Enggak ada ya ibu ninggalin mas." "Makanya cepetan mandi sayangnya ibu, Alfagha..." Suara Hyra terdengar semakin kesal. "Tapi janji, ibu tetap di kamar mas sampai mas selesai ya? Jangan tinggalin mas, kalau mas teriak ibu harus langsung masuk." "Hmm..." "Ibu janji ya..." "Iya mas, iya...." Fagha pun mulai berjalan mundur menuju kamar mandi. Ia tak sedikitpun melepas pandangannya dari sang ibu yang sedang merapikan tempat tidurnya yang sudah dapat dipastikan sangat pesing. Baru saja hendak menutup pintu kamar mandi, suara lantang Fagha kembali terdengar. Ia langsung berlari keluar dan kembali memeluk ibunya dari belakang. "Apalagi ya Allah?" "Kenapa lagi mas? Ada hantunya?" Fagha menggelengkan kepala. "Bukan..." "Terus apa?" Tanya Hyra tak sabar. "Itu bu..." "Itu apa?" "Ke... Kecoa..." Hyra memejamkan matanya. Sungguh anaknya ini memang senang menguji kesabarannya. "Mamas.....anakmu.....!" *** "Anak papa cantiknya...." Gadis cantik yang baru saja resmi menjadi anak angkat Algani Prama Rianda itu pun tersenyum. Ia baru saja keluar dari kamar barunya menggunakan dress bermotif bunga yang dibelikan khusus oleh sang papa angkat. "Fay suka bajunya?" Tanya Gani sembari merunduk di depan gadis kecil nan cantik itu. Gadis cantik beranama Fayolla Alandari itu mengangguk sambil menyunggingkan senyumnya. "Suka om, Fay suka bajunya, cantik." "Eh, kok manggilnya masih om? Kemarin om kan udah kasih tahu, manggilnya siapa hayo?" Fay tampak menunduk. Ia masih malu jika harus memanggil pria yang baru saja mengadopsinya sebagai anak itu dengan sebutan papa. "Eh kok nunduk anak cantik papa, sini dong lihat papa." Gani mengusap lembut pipi Fay. "Kok nunduk, kenapa sayang?" Tanya Gani pelan. "Fay malu." Cicitnya "Malu kenapa?" "Malu sama om, Fay takut om enggak suka kalau Fay panggil papa." Jawabnya pelan. Gani terkekeh. "Kenapa harus enggak suka? Kan papa yang minta." "Apa Fay yang enggak suka ya?" Ucap Gani dengan raut sedih. Fay langsung mengglengkan kepalanya. "Enggak, Fay suka...Fay suka panggil papa ke om." Gani tersenyum lebar. "Nah berarti mulai sekarang panggilnya jangan om dong, tapi..." "Pa..pa?" Ucap Fay pelan. Gani mengusap rambut Fay lagi. "Nah gitu dong, kan papa jadi senang. Fay senang kan?" Fay mengangguk pelan. Ia menampilkan senyumnya pada sosok ayah barunya itu. Pengganti sang ayah yang meninggal satu tahun lalu akibat sebuah kecelakaan, bersama sang bunda tentunya. "Yaudah, Fay udah siap kan?" "Sudah pa...pa..." Jawab Fay terbata karena belum terbiasa. "Yuk berangkat." Gani berdiri dan menarik jemari Fay untuk dirinya genggam. Keduanya berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di halaman rumah Gani. Senyum tak hilang dari wajah Gani maupun Fay. Walaupun masih terlihat sungkan, Fay sudah mulai belajar menyesuaikan hidupnya dengan orangtua barunya. Begitupula dengan Gani. Ia telah bertekad akan berusaha sebisa mungkin memberikan perhatian dan kasih sayangnya untuk Fay. Mungkin kehadiran Fay memang jawaban Tuhan bagi semua doa - doa Gani yang harus menahan rindu pada anak tersayangnya. Bukan maksud Gani menjadikan Fay sebagai pelariannya. Tapi dirinya memang membutuhkan objek untuk melepaskan segala kerinduannya pada sang anak yang saat ini belum ia ketahui keberadaannya. "Kita mau kemana papa?" Tanya Fay setelah mobil Gani meninggalkan halaman rumahnya. "Kita bakal ke rumah Om Galang dan tante Hyra, Om Galang itu adiknya papa." Fay mengangguk pelan pertanda ia paham apa yang dikatakan oleh Gani. "Nanti di rumah Om Galang dan Tante Hyra ada temen - temen yang bisa diajak main sama Fay." "Oiya?" Wajah Fay langsung berbinar ketika mendengar kata teman dan main. Gani mengangguk. "Heem, ada tiga lagi." Wajah cantik Fay semakin terlihat bersinar. Ia semakin tak sabar bertemu dengan teman - teman barunya itu. "Ada Kak Leya, ada Mas Fagha, dan ada Adek Echa." "Wah banyak, tapi..." Wajah Fay seketika murung. "Loh kenapa sayang?" Tanya Gani ketika melihat perubahan raut wajah Fay. "Apa mereka mau main sama Fay?" Gani mengerutkan keningnya. "Loh emangnya kenapa mereka harus enggak mau main sama Fay? Anak papa kan baik, mereka pasti suka main sama Fay, Fay juga pasti suka deh." "Tapi..." "Tapi kenapa sayang? Coba cerita sama papa..." "Fay kan bekas anak panti, mereka emang mau main sama Fay?" "Emangnya kenapa sama Fay yang bekas anak panti? Lagipula kan Fay sekarang udah jadi anak papa." "Dulu di sekolah yang lama, banyak yang enggak mau berteman dan bermain sama Fay." Cerita Fay pelan. Ia mengingat segala kejadian buruk yang ia terima dari teman - teman sekolahnya. "Katanya, Fay enggak pantes main sama mereka, nanti Fay bisa menularkan penyakit anak - anak panti." Ucap Fay penuh pilu. Gani menghela nafasnya. Ia taju tak mudah bagi Fay menjalani kehidupannya setelah kedua orangtuanya meninggal. Belum lagi Fay harus tinggal di panti asuhan untuk waktu yang tak cukup sebentar. Prosedur adopsi yang dilakukan oleh Gani ternyata memerlukan waktu yang cukup panjang. Bisa saja Gani langsung membawa Fay untuk tinggal bersamanya. Namun ia tak ingin menemukan kesusahan terlebih lagi ini menyangkut masa depan seorang anak, membuatnya akhirnya berusaha mati - matian memperjuangkan status Fay sebagai anak angkatnya secara legal. Gani mengusap air mata yang jatuh di pipi Fay. "Jangan takut, Kak Leya, Mas Fagha, dan Dek Echa baik, mereka enggak akan sama kaya temen - temen Fay di sekolah yang lama." Fay mendongakan kepalanya. Ia menoleh ke arah Gani. "Papa beneran kan? Papa enggak bohong kan?" Gani tertawa kecil. "Enggak dong, Fay percaya papa kan?" Fay mengangguk pelan. "Pintar, jadi jangan takut lagi ya?" "Iya papa..."Jawab Fay sambil tersenyum. *** Mas, novel kak Leya jangan buat mainan!" Teriak Leya kencang sambil terus mengejar sang adik di halaman depan rumah kedua orangtuanya. "Ambil nih kalau bisa." Ucap Fagha santai sambil memeletkan lidahnya. Ia memang sangat senang menggoda kakak dan adik perempuannya. Sementara Hyra hanya bisa mengelus d**a sambil membawa si kecil ke atas pangkuannya. Dibandingkan dua anaknya yang lain, puteri paling kecilnya memang lebih kalem. Wajahnya memang duplikat sang ayah, tapi sifat dan perilakunya nyaris menurun dari dirinya semua. "Kenapa sayang?" Tanya Galang yang baru saja keluar dari rumah sambil membawa kamera terbarunya. "Mamas, udah ya? Jangan minta nambah anak lagi." Ucap Hyra memelas. "Eh, kok enggak jadi, katanya mau nambah dua lagi?" Protes Galang. Hyra mendelik ke arah sang suami. "Kamu tega lihat aku pusing lihat keributan Leya sama Fagha kaya gitu?" Keduanya melihat ke arah dua anaknya yang masih sibuk berkejar - kejaran. "Aku kasih kamu kuota tambahan anak, kalau bisa bikin Leya dan si mas lebih tenang." Galang langsung menoleh ke arah sang istri. "Ini serius enggak?" Tanya Galang penasaran. "Iya mamas, aku serius. Kalau kamu bisa menenangkan mereka satu kali ini aja nanti malam kita bikin adik buat Echa." Ucap Hyra sambil tersenyum. Galang tersenyum lebar. Ia melirik ke arah anak bungsunya yang nampaknya sibuk dengan mainannya sendiri lalu mengecup bibir sang istri dengan cepat. Tentu hal itu membuat Hyra kaget dan langsung menatap tajam sang suami. "Nyicil dulu..." Galang mengedipkan matanya ke arah sang istri. "Kakak...Mas, jangan berantem...!" Teriak Galang sebelum berlari menuju kedua anaknya yang masih saja menimbulkan keributan. Hyra menggelengkan kepalanya. "Kalau lagi kaya gitu, persis banget si Fagha." "Mas...mas...berhenti dong..." Galang berhasil menangkap putera kesayangannya itu. "Lepas ayah, nanti Kak Leya nangkap aku." Fagha meronta mencoba melepaskan diri dari dekapan sang ayah. "Nah, akhirnya ketangkep kan kamu anak nakal!" Leya yang sudah bermandikan keringat berjalan mendekati ayah dan juga adiknya. "Makasih ayah sayang..." Ucap Leya tulus. "Ayo nak, balikin novel Kakak..." bujuk Galang lembut. "Enggak mau!" Tolak Fagha. Galang menghela nafasnya. Ternyata mendamaikan kedua anaknya bukan persoalan gampang. Terutama sang putera yang memang sangat luar biasa menguras tenaganya. "Cepet balikin!" Leya menarik novel yang berada di tangan sang adik, namun Fagha tak mau kalah, ia terus menarik kembali novel milik kakaknya itu. "Mas, ayo dong jangan nakal, kasian kakak itu loh...balikin ya sayang...." Bujuk Galang lagi. "Enggak....enggak...enggak....!" "Awwww....." Teriak Galang kencang saat tangannya digigit cukup kuat oleh sang anak. Tak ingin menyia - nyiakan kesempatan Fagha langsung berlari meninggalkan sang ayah dan juga kakak. "Ayah? Diapain sama mas?" Tanya Leya panik kala melihat bekas luka gigitan di lengan Galang. "Dasar anak nakal!" Leya selalu tidak suka jika ayah tercintanya itu terluka. Ia langsung kembali mengejar sang adik, ia sudah tidak berfikir tentang novel itu, yang ada dipikirannya adalah menangkap adiknya dan menyuruhnya meminta maaf pada sang ayah. "Kak Leya...udah nak." Panggil Galang. Namun dihiraukan oleh Leya, remaja yang menjadi jelmaan Galang itu terus berlari mengejar adiknya. Bruk Tubuh Fagha tersungkur karena bertabrakan dengan seseorang. Ia nyaris saja menangis saat melihat kakinya mengeluarkan darah. "Jagoan Om Gani..." Fagha mendongakan kepalanya. Wajahnya telah memerah karena menahan air mata. "Om Gani...." Gani tersenyum. "Ayok bangun, masa jagoan nangis?" "Sakit kaki mas, ada darahnya." Adu Fagha pada Gani. Ia menunjuk lututnya yang mengeluarkan darah. "Eh jagoan enggak boleh nangis, ayok bangun. Lihat Om sama siapa?" "Bang Aslan?" Tebak Fagha membuat Gani tersenyum kecut. Gani menggeleng sambil tersenyum. "Makanya, lihat dulu kenalan ya sama dia? Mau? Teman buat Mas." Fagha mengintip sedikit. Ia dapat melihat seorang gadis kecil yang menunduk sehingga Fagha tak dapat melihatnya dengan jelas. "Itu siapa?" Tanya Fagha polos. "Teman buat mas, ayok bangun nanti om kenalin." Fagha mengangguk. Ia menerima uluran tangan Gani dan langsung bangun. "Fay, sini kenalan sama Mas Fagha." Panggil Gani lembut. Fay yang sedari tadi menunduk pun mengangkat kepalanya. Ia berjalan pelan hingga tubuhnya berada tepat di hadapan Fagha. Sementara Fagha dibuat tak berkedip kala menatap wajah Fay. Walaupun masih kecil, naluri lelakinya sudah bekerja, ia sudah bisa membedakan mana gadis cantik dan mana yang tidak. "Ayo kenalan, salaman dong." Tegur Gani saat melihat Fagha dan Fay hanya diam saja. Fagha langsung mengulurkan tangannya yang masih kotor. Senyum lebarnya tersungging untuk gadis kecil yang baru saja tiba bersama omnya. "Hai, aku Fagha. Kamu siapa?" Fay tampak ragu - ragu. Ia menoleh ke arah Gani dan Gani mengangguk sebagai jawaban. Barulah Fay kembali menatap Fagha dan membalas uluran tangan itu. "Hai, aku...Fayolla..." ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
256.8K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

His Secret : LTP S3

read
647.3K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook