bc

One Night Baby

book_age18+
27.1K
FOLLOW
321.4K
READ
drama
like
intro-logo
Blurb

Revalina Anastasia terpaksa menggadaikan hidupnya dalam semalam demi melunasi hutang ayahnya pada seorang rentenir. Sosok ayah yang hidup bersamanya merupakan seorang pemabuk dan suka bermain judi, membuat hidup Reva terbebani, dia terpaksa membayar hutang ayahnya yang ternyata mengumpankan dirinya saat membuat perjanjian hutang-piutang tersebut.

Hingga Reva terjebak dalam sebuah hubungan bersama seorang pria yang telah memiliki istri. Hubungan terlarang yang seharusnya tidak boleh terjalin. Namun, takdir seolah menuntun mereka dan menginginkan keduanya untuk bersama dengan menghadirkan sebuah nyawa dalam rahim Reva. Nyawa yang seharusnya tidak ada karena pria itu telah dinyatakan mandul sejak beberapa tahun sebelum mereka bertemu.

Namun, untuk dapat hidup bersama Abimanyu Saputra, ayah dari janin yang dikandungnya itu sangat tidak mungkin bagi Reva, sebab pria itu telah memiliki seorang istri yang sudah dinikahinya lima tahun silam. Terlebih Vivi yang merupakan istri dari Abimanyu tidak ingin rumah tangganya hancur karena kehadiran orang ketiga, hingga Vivi melakukan segala cara untuk melenyapkan Reva sekalipun wanita itu bersembunyi jauh darinya.

Setelah berhasil menemukan keberadaan sosok orang ketiga yang telah menggoda suaminya, Vivi memerintahkan Abimanyu agar mengakhiri hubungannya dengan Reva dan tetap mempertahankan pernikahan mereka, jika menolak maka Vivi akan membunuh wanita itu. Namun, siapa sangka Abimanyu malah lebih memilih Reva dibanding istrinya sendiri karena dia telah menemukan suatu kebenaran.

Mengapa Abimanyu lebih memilih wanita yang baru hadir dalam kehidupannya ketimbang wanita yang sudah menemaninya selama lima tahun terakhir? Kebenaran apa yang sudah diketahui oleh Abimanyu hingga pria itu mantap untuk mengakhiri hubungannya dengan Vivi?

chap-preview
Free preview
Sell
Reva tertegun diambang pintu. Gadis 24 tahun itu baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Sebuah kafe di tengah kota yang buka hingga tengah malam. Ruangan tampak berantakan, barang-barang berserakan dilantai, sementara Adam sang ayah, satu-satunya penghuni rumah kontrakan sederhana itu tampak tak sadarkan diri. Dikelilingi beberapa orang pria berpakaian preman. Reva segera masuk, menghampiri Ayahnya yang terlentang dilantai. "Siapa kalian? apa yang kalian lakukan kepada ayahku?" teriaknya. Bau alkohol menyeruak dari tubuh Adam, pria itu mabuk lagi sama seperti hari-hari sebelumnya. "Ayah!!" desahnya, frustasi. "Dia tidak mau membayar hutangnya kepadaku." suara yang belum pernah dia kenal terdengar berada di belakang. Reva menoleh, dan seorang pria kira-kira beberapa tahun lebih tua darinya tampak duduk santai di sofa miliknya. "Siapa kalian?" Reva mengulang pertanyaan. Pria itu menyesap rokok di tangannya, lalu meniupkan asapnya ke udara. "Dia sudah membuang banyak waktuku. Aku sudah muak dengan janjinya." pria itu bangkit. "Janji? janji apa?" Reva mengerurkan dahi. "Janjinya untuk membayar hutang. Jika tidak, maka dia akan menyerahkan putrinya kepadaku." Deg!! "Apa kau putrinya?" tanya pria tersebut kemudian. Reva tak menjawab, namun tubuhnya jelas menegang. "Aku rasa yang dia maksud adalah dirimu." pria itu berjalan mendekat, lalu muncul seringaian diwajahnya. Reva menelan ludahnya kasar, dirinya tak percaya apa yang selama ini di dengarnya terjadi juga. Percakapan Adam dengan seseorang ditelfon yang kerap kali dia dengar tentang pembayaran hutang dan semacamnya. Dia tak percaya, Adam benar-benar mengumpankan dirinya. "Ayah!!" desahnya lagi, dia semakin merasa frustasi. *** "Bayarkan hutangnya, atau ikut denganku." Razan mengakhiri percakapan setelah kurang lebih tiga puluh menit menjelaskan banyak hal kepada Reva. Gadis itu tertunduk lesu. "Beri aku waktu, ..." katanya, lalu dia mendongak. "Satu minggu." ucap pria itu. "Tidak mungkin!" "Satu minggu, atau kau ikut denganku." Reva hampir tersedak, dan dia tak dapat menutupi kegusarannya. "Itu sudah perjanjiannya." ucap Razan lagi. "Aku mohon berikan aku waktu lebih lama. Itu bukan jumlah yang sedikit, dan harus kemana aku mencarinya?" "Itu urusanmu." Razan denga suara rendahnya. "Pak, aku mohon." Reva menghiba. "Satu minggu, atau kau ikut denganku." pria tersebut berdiri, lalu berjalan menghampiri Reva, kemudian menyambar dagu kecil gadis itu yang hampir merapat di dadanya. Dia mencengkeramnya kuat-kuat. Reva meringis. "Kenapa tidak ikut saja sekarang, sehingga kau tidak perlu repot-repot mencari uang untuk membayar hutang ayahmu, nona manis?" Razan berbisik. Gadis itu menggelengkan kepala. "Tidak mau?" Reva hampir menangis. *** Reva menghela napas dalam-dalam. Ini pertama kali baginya, dan tentu saja hal yang paling tidak dia inginkan. Menyerahkan kesuciannya pada seseorang yag tidak dia kenal. Seorang perempuan selalu bermimpi akan menemuka belahan jiwanya, melakukam segala hal dengan orang yang paling dia cintai, menyerahkan semua kepadanya, termasuk dirinya dan kesuciannya. Namun sebuah keterpaksaan membuatnya menyerah akan hal itu. Dari pada diperbudak oleh rentenir untuk pembayaran hutang dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, dirinya lebih baik memilih cara seperti ini. Walau harus menjual harga dirinya kepada seorang pria tak dikenal. "Hanya malam ini, satu kali, dan aku tidak akan pernah bertemu lagi dengannya bukan?" gumam Reva dalam lamunannya. "Kamu siap?" Aiden berucap, saat mobil yang membawa mereka berhenti di depan sebuah hotel. "Aku gugup." jawab Reva. "Apa kamu yakin?" tanya Aiden sekali lagi. "Apa aku punya pilihan lain?" gadis itu balik bertanya. "Lagipula, ini hanya satu kali 'kan? setelah ini aku tidak akan bertemu dengan dia lagi?" Aiden menganggukan kepala. "Baiklah, ... ayo kita selesaikan malam ini!" Reva berucap, seolah dirinya akan menghadapi sebuah pertempuran. Gadis itu bangkit, dan berjalan keluar diikuti Aiden yang mengekorinya dibelakang, menatap punggungnya yang agak membungkuk. Mereka masuk kedalam lift yang kemudian melesat kelantai sepuluh hotel tersebut. "Tunggu!" ucap Aiden seraya menarik lengannya sebelum gadis itu memasuki sebuah kamar. "Apa?" "Bawa ini." pria itu menyerahkan sebuah bungkusan. "Apa ini?" Reva menerimanya, kemudian menilik benda tersebut yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. "Itu pengaman." jawab Aiden. "Pengaman?" "Minta dia memakainya sebelum berhubungan denganmu." ucap Aiden lagi. Reva mengerutkan dahi. "Kamu tahu, ... untuk mencegah kehamilan agar tak terjadi padamu. Hidupmu tentu saja akan sangat sulit jika itu terjadi." pria itu kemudian terkekeh. "Seorang gadis yang melahirkan bayi tanpa suami ..." "Oh, ... baik." Reva mengangguk. "Nah, sekarang ... masuklah. Dia sudah ada di dalam." Aiden membukakan pintu. "Hati-hati." Reva tak menjawab lagi, dia kemudian masuk kedalam ruangan besar itu. *** Seorang pria duduk di sofa di tengah ruangan besar dengan cahaya remang-remang. Masih bestelan rapi, dia menenggak segelas minuman berwarna bening dengan tenang. Reva menelan ludahnya dengan susah payah. Ini juga pertama kalinya dia berada satu ruangan dengan seorang pria. "Ehm ..." gadis itu berdeham untuk menghilangkan kegugupannya. Pria di depan sana melirik dengan manik kelamnya yang tajam, membuat Reva menahan napasnya untuk sejenak. "Se-selamat malam, Tuan." dia memberanikan diri untuk menyapa. Pria itu tak menjawab, namun dia bangkit dengan perlahan. Lalu berjalan pelan menghampiri Reva yang masih berdiri dibelakang pintu. Rasa takut menyerang gadis itu, namun dia tak mampu berbuat apapun. Kakinya seperti tertancap dilantai tersebut, dan dia membeku. "Siapa namamu?" tanya pria itu dengan suara rendahnya. "Re-reva, Tuan." jawab Reva, dia gemetar. "Reva?" pria itu berhenti tepat tiga langkah di depan Reva. Tubuhnya yang tinggi menjulang membuat dia sedikit membungkuk untuk melihat wajah gadis yang disewanya tersebut agar lebih jelas. "Revalia." Reva mengangguk. "Revalia, hm ..." pria itu bergumam dengan seringai mengejek diwajahnya. Dia kemudian berjalan mengitari gadis yang berdiri mengkeret tersebut, melihatnya dengan benar. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, bentuk tubuhnya biasa, tidak terlalu seksi, tapi lumayan. Dan wajah bermake up agak tebal itu ... tidak bisa menyembunyikan bahwa gadis tersebut tidak terbiasa dengan apa yang dilakukannya. Pria tersebut mengangguk-anggukan kepala. "Pertama kali?" dia bertanya. "I-iya, Tuan." jawab Reva. "Kamu yakin? perempuan jaman sekarang tidak mungkin selugu itu." ucapnya, dia berhenti tepat dibelakang Reva. "Saya tidak bohong." Reva mendongakan wajah. "Benarkah?" si pria misterius mendekat, lalu menghirup aroma lembut yang menguar dari tubuh gadis itu. "Aku suka wangimu ... membuatku bersemangat." ucapannya terdengar mengerikan di telinga Reva. "Tapi aku lebih menyukai aroma sabun mandi yang baru." si pria kembali menegakan tubuhnya. *** Reva keluar dari kamar mandi dengan keadaan setengah basah. Mengenakan handuk yang dililitkan di d**a. Ragu-ragu dia berjalan menuju ruangan dimana pria itu menunggu. Abimanyu terlihat berdiri menghadap jendela besar di sisi ruangan, dia kemudian menoleh kala indera penciumannya menangkap aroma segar yang lagi-lagi menguar dari tubuh gadis yang sebentar lagi akan dia tiduri, sekedar untuk menghilangkan kejenuhannya menjalani kesibukan yang seperti tak ada akhirnya. Pria itu memutar tubuh, dan mendapati Reva yang berdiri tak jauh darinya. Dengan hanya mengenakan sehelai handuk. Bulir-bulir air masih terlihat dikulit mulusnya, sebagian masih menetes hingga berjatuhan diantara kedua kaki telanjangnya. Abimanyu menggerakan tangannya, memberi isyarat kepada gadis itu untuk mendekat, dan Reva segera mendatanginya dengan langkah pelan. Rasa takut tentu saja semakin mendominasi perasaannya. Pria itu mendudukannya ditepi ranjang, dan setelahnya dia melepaskan kemeja yang menempel di tubuh atletisnya. Reva merasakan jantungnya berdegup kencang, dan lututnya terasa bergetar. Dia ingin lari, tapi tidak mungkin. Langkahnya sudah terlalu jauh, dan dia tak bisa mundur lagi. Rentenir itu pasti akan datang lagi kerumah dan mengobrak-abrik apapun yang dia temukan saat ini. Dan akan segera menyekapnya begitu dia menemukannya, mungkin untuk selamanya. Gadis itu menggelengkan kepala. "Ada apa? kamu mau membatalkannya?" Abimanyu menundukan kepala. "Mm ... tidak Tuan." Reva tegagap. "Lalu, ada apa denganmu?" "Tidak ada." jawab Reva dengan suara bergetar. Pria itu lantas mendekatkan diri, lalu menempelkan pipinya pada milok Reva, kemudian menghirup dalam -dalam aroma segar yang terus menguar dari kulit gadis itu. Reva memejamkan mata, kedua tangannya terkepal begitu erat. Dia terus menguatkan hati untuk menghadapinya. Dan terus meyakinkan diri, bahwa tidak akan ada yang terjadi setelah ini. "Tuan?" Reva kemudian membuka mata. Abimanyu menarik kepalanya, kemudian menatap wajah gadis dihadapannya. "Sebelum melakukannya, bisakan tuan memakai pengaman?" Abimanyu mengerutkan dahi. "Kamu menyuruhku apa?" suaranya datar dan rendah. "Bisakah tuan menggunakan pengaman saat kita melakukannya?" ulang Reva. "Apa kamu serius?" Gadis itu menganggukan kepala. "Saya hanya takut terjadi sesuatu setelahnya. Bukankah ini hanya akan terjadi satu kali?" ucapnya, dengan polosnya. "Siapa bilang seperti itu?" pria itu bangkit, lalu duduk di tepi ranjang. "Bukankah memang begitu perjanjiannya?" Reva turut bangkit, dia membenahi lilitan handuk di tubuhnya. Abimanyu menoleh, dan dia menatap wajah gadis itu lekat-lekat. "Aku mandul, aku tidak akan membuatmu mengandung walaupun melakukannya hingga berkali-kali." ucapnya, terdengar lemah. "Maaf Tuan?" Reva mencondongkan tubuhnya. Dia merasa pendengarannya salah. "Jangan khawatir, aku bahkan tidak bisa membuat perempuan yang kunikahi selama bertahun-tahun melahirkan anak untuk keluarga kami." lalu kekehan getir keluar dari mulutnya. Reva menggigit bibirnya kuat-kuat. Entah mengapa hatinya merasa terenyuh mendengar pria itu berbicara demikian. "Maaf, Tuan." ucapnya dengan nada menyesal. "Jadi, bisakah kita mulai sekarang?" pria itu meminta. Reva menatapnya sebentar, kini wajahnya terlihat sangat jelas dari dekat sini. Pria dengan mata coklat, alis tebal dan rahang tegas itu sedang menunggu. "Reva?" "Ya Tuan?" "Kenapa kamu menjual diri?" dia malah bertanya. "Agar mendapatkan uang untuk membayar hutang." gadis itu menjawab "Benarkah?" Reva menganggukan kepala. Alasan klise. "Berapa yang harus aku transfer?" tanya Abimanyu kemudian. "Tuan ... "Kita selesaikan satu-satu. Kemana aku harus mengirim uangnya?" dia meraih ponsel diatas nakas. Reva bangkit dan berlari kearah sofa dimana tasnya berada. Mengambil ponsel dan menunjukan nomor-nomor yang tertera dilayar. Abimanyu terlihat mengetikan sesuatu diponselnya. Lalu dalam beberapa menit dia menunjukan bukti pengiriman uang ke rekening seseorang dilayar. Reva mengangguk pelan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The CEO's Little Wife

read
626.5K
bc

After That Night

read
8.3K
bc

Revenge

read
15.0K
bc

BELENGGU

read
64.4K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.2K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.1K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook