bc

37

book_age18+
3.0K
FOLLOW
14.3K
READ
possessive
age gap
dominant
drama
tragedy
sweet
first love
like
intro-logo
Blurb

"Disaat aku minta ditemanin jalan-jalan ke mall, shopping dan kegiatan senang-senang lainnya, dia malah lebih memilih nonton liputan berita di televisi. Apalagi membayangkan kalau menikah dengannya. Disaat anak-anak kami baru masuk sekolah, dia sudah jadi kakek- kakek. (Desinta Damaya)"

May tidak pernah tahu jika keputusannya putus dengan Dion malah membawanya ke hubungan yang lebih jauh dengan Graha, lelaki mapan berusia dua belas tahun di atasnya. Dia ingin menolak, tapi kenyataan jika hatinya telah terpaut pada Graha membuatnya tidak bisa menolak.

-

Cover : Freepik

chap-preview
Free preview
Prolog
-Bisa mengenalnya adalah rencana terbaik yang pernah diberikan untukku. Aku tidak pernah menyesal untuk itu. Mengetahui isi hatinya membuatku tidak bisa berpaling lagi. - - - “Adiknya Rere?” Aku baru saja mau membuka pagar rumah, saat terdengar suara yang menyapaku. “Iya, siapa ya?” tanyaku bingung dengan pandangan menyelidiki. Lelaki di hadapanku ini tidak mungkin temannya Mbak Rere. Aku mengenal hampir semua teman-teman Mbak Rere dan lagipula tampangnya terlalu dewasa untuk dijadikan teman Mbak Rere. Dia lebih mirip seorang pekerja kantoran dibandingkan anak kuliahan. “Rerenya ada?" tanyanya. Tepat seperti dugaanku, dia memang salah satu penggemar Mbak Rere. Dari dulu, tamu yang ke rumah ini tujuannya hampir bisa dipastikan adalah mencari Mbak Rere. Entah itu teman kampusnya, teman main, atau pun penggemarnya. Beda denganku yang walaupun setiap hari hanya berada di rumah, tidak ada yang datang mencariku. Aku sampai hapal lelaki-lelaki yang sedang mendekati Mbak Rere, dari yang biasa-biasa saja sampai yang kelakuannya aneh. Tapi lelaki yang ada di hadapanku ini sedikit berbeda dengan yang sebelumnya. Entah sejak kapan Mbak Rere digemari oleh lelaki berumur. Tatapan matanya tajam, aku sampai harus pura-pura mengalihkan pandanganku saat tatapan mata kami bertemu. Wajahnya tegas dan terkesan dewasa. Beda sekali dengan teman-teman lelaki sekelasku yang hobinya cengar-cengir nggak jelas. Lelaki di hadapanku begitu dewasa dan menggoda. Uppss. Aku menutup mulutku menyadari jika saat ini aku pasti sedang melongo sambil menatapnya. Tapi salahnya juga, kenapa tampangnya bisa semenarik ini. Oke, fokus May. Aku segera mengeyahkan pikiran anehku. Anak seumuranku nggak seharusnya berpikir seperti itu. “Ngg...Mbak Rere barusan pergi,” jawabku terbata. “Ini benaran rumahnya Rere, kan?” tanyanya. Aku menatapnya dengan bingung, tapi seketika aku langsung mengalihkan pandanganku. Ada yang aneh setiap mataku bertemu dengan matanya. Aku berdebar, sekaligus salah tingkah. Terasa aneh dan membuatnya nggak nyaman. Lelaki aneh, bisa menebak dengan benar kalau aku adiknya Mbak Rere. Tapi malah tidak tahu rumahnya. Bisa dikatakan aku dan Mbak Rere memiliki ciri-ciri fisik yang sangat berbeda. Kakakku yang manis itu memiliki sifat lembut dan keibuan. Jangan tanyakan bagaimana sifatku, tentu saja kebalikannya. Aku menegadahkan wajahku, lagi-lagi berusaha menatap matanya. Tinggiku yang hanya sebahunya membuatku harus menegadahkan wajah setiap ingin menatap matanya. “Kalau bisa tahu aku adiknya Mbak Rere artinya tahu rumahnya juga,” kataku seperti bicara pada diriku sendiri. Sekilas aku melihatnya tersenyum. Demi lelaki-lelaki mana pun yang ada di bumi ini, senyumnya begitu menggoda! Astaga May! Tahu apa aku soal senyum lelaki, apalagi lelaki dewasa sepertinya. “Maaf, cuma mau memastikan saja,” balasnya sambil tersenyum. “Mbak Rere lagi nggak ada di rumah,” kataku sekali lagi karena lelaki di hadapanku ini sepertinya belum mau beranjak pergi. Entah apa yang ditunggunya lagi. “Iya, sebelumnya kamu sudah beri tahu kok." Dia tersenyum lagi. Pertama-tama rasanya berdebar-debar, kemudian keringat dingin, selanjutnya rasanya kakiku tidak bisa menapak dengan benar. “Terus?” tanyaku sambil pura-pura merapikan tas ranselku. “Maksudnya?” “Terus apalagi kalau sudah tahu Mbak Rere nggak ada di rumah,” jawabku ketus gara-gara terlalu grogi. “Nggak ada apa-apa lagi kok,” jawabnya. Aku tidak tahu apa kali ini dia berbicara sambil tersenyum karena aku tidak berani menatap wajahnya. “Apa Mbak Rere perlu tahu kalau Mas nyariin dia?’ “Boleh,” jawabnya singkat dan terkesan angkuh. Aku mengeryitkan keningku, apa-apaan jawaban seperti itu. Untung saja dia lumayan tampan, jadi aku tidak terlalu menyesal dia telah menghabiskan waktuku. “Ya sudah, dengan Mas siapa? Biar nanti aku beri tahu Mbak Rere,” kataku akhirnya. Aku tidak bisa berlama-lama lagi dengan lelaki ini. Aku pasti akan dikenai hukuman jika kali ini telat latihan cheers. “Dengan Mas siapa?" ulangku lagi. Ya Tuhan kenapa lelaki ini tidak menjawab pertanyaanku dan segera pergi. “Graha,” jawabnya. “Graha?” ulangku. Dia menganggukan kepalanya. Bolehkah kali ini aku berharap Mbak Rere tidak tertarik dengan lelaki ini? (*)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook